Minggu, 06 November 2011

Tragedi: Yesus AlaihisSalam

Dibuat kemarin, sehabis sholat Ied...


google.donk.ya.

Sungguh-sungguh terjadi dan sampai saat ini aku masih agak bengong memikirkannya. Tadi pagi, aku dan adek-adekku (tanpa kedua ortu) berangkat ke lapangan yang agak basah. Waktu sholat Ied rakaat pertama, aku merasa ada yang aneh. Lebih tepatnya, agak aneh dengan logat si Imam. Bacaan surat pendek (yang di baca setelah surat Al-Fatihah) terdengar janggal.

Oi oi, aku memang bukan seorang hafidz alias penghafal Quran, tapi ayahku kan seorang imam baik hati yang hobi baca surat super panjang setiap kali kami sholat jamaah di rumah (yang bisa bikin adekku tidur berdiri saking lamanya). So, aku menangkap kejanggalan itu. Susunan ayatnya seperti terbalik. Aku agak yakin, sebab beberapa ayat terdengar sangat familier di telingaku. Aku mulai menggumam dalam hati dan menghibur diri, “Aku ini siapa….hafal Quran aja enggak. Kalo sholat cuma baca Al-Ikhlas sama Al-Kaustar 3 ayat doank. Mungkin beliau —si Khatib— itu membaca surat apa yang aku nggak pernah dengar”

Selesai sholat, aku autis donk ya, langsung twitteran. Setelah membagi konsentrasi secara proporsional, 50% ke Timeline Twitter, 50% lagi ke ceramah tentang kambing kurban, aku menjalaninya sepenuh hati. Ketika sibuk meretweet, aku mendengar sesuatu yang asing.

“Sebagaimana dicontohkan Yesus Alaihis Salam….”

Aku bengong sebentar, mengalihkan perhatian dari Kepler hitam kesayanganku dan beralih ke sebelah. Muka Si Nomor 3 juga sama bingungnya,

“Gila thu khatib! Masa nyebut Yesus Alaihis Salam?? Nggak sekalian putra Bunda Maria?”

“Jadi bener tadi khatibnya nyebut Yesus?”

“Iya, bener”

Tapi kenapa nggak ada jamaah yang protes ya? Pikirku dalam hati. Mungkin yang lain sama atau lebih autis dari aku.

Sekedar memastikan, aku menoleh ke arah kiri. Ada mbak-mbak seusiaku yang masih berbalut mukena.

“Tadi khatibnya nyebut Yesus Alaihis Salam?”

“Iya, Mbak. Mungkin maksudnya Isa A.S kali ya?”

NGOK!!!

Si Khatib tadi kalau nggak salah, seorang guru besar Universitas Islam ***** di Yogyakarta. Aku sibuk berpikir, “Apa Beliau mualaf (orang yang baru masuk islam)?” [Logikanya: seorang mualaf pasti masih masih fasih melafalakan istilah-istilah dari keyakinan sebelumnya]

“Tapi hebat ya kalau mualaf udah jadi Guru Besar di Univ Islam *****? Bukannya seleksinya super ketat? Trus dasar agamanya harus super kuat? Secara ya itu institusi dengan embel-embel agama.”

“Kalau mualaf, kok keren banget udah boleh jadi imam Sholat Ied yang notebene bertanggung jawab memimpin ratusan orang dalam melakukan ritual religius ini. Tanggung jawabnya ke Tuhan kan gedhe buanget.”

“Ah, apa beliau seorang akademisi yang hobi berdebat soal pluralisme?”

“Aku jadi khawatir jangan-jangan bacaan sholatnya tadi juga ada yang belibet dan tertukar dengan lirik lagu berbahasa arab.”

“Ya Tuhan, fenomena apakah ini?”

Setelah updet status, seorang teman mengirim BBM “Itu akulturasi budaya, ay….hahahhaha”

Ngiiiik…ya sudahlah. Kalaupun aku membuat essai tentang kejadian ini lantas mengirimkannya ke Koran lokal dan jadi perdebatan, cuma akan menambah kerjaan FPI. Lagian aku juga nggak ingat siapa nama Khatib  itu, nggak punya rekaman suaranya, dan nggak punya barang bukti apapun. Aku akan terlihat seperti orang bodoh yang melemparkan wacana yang meresahkan masyarakat.

Eits…meresahkan??? Okelah, aku pasang status di FB dan twitter plus BBM dulu. we’ll see, seberapa besar dan bagaimana reaksi masyarakat terhadap tragedi “Yesus AlaihisSalam” ini. Melihat seberapa peduli masyarakat terhadap agama yang mereka anut. Melihat seberapa jauh paham pluralisme merasuk ke kota gudeg tercinta ini. Karena menurutku, pruralisme adalah salah satu indikasi westernisasi dan lagi-lagi akan berujung ke AMERIKA, AMERIKA dan AMERIKA. Penjajah nomor satu di dunia.

 Aih, pacarnya adekku udah datang. Daging kurban juga udah datang, so waktunya kita bakar-bakar sate!!! Selamat Hari Raya Idul Adha untuk yang merayakan. Untuk yang sudah berkurban, (termasuk para sapi dan kambing), semoga amal ibadah kalian diterima oleh Allah SWT. Amiiiiin! :D

6 komentar:

  1. wah wis ra bener kui..Islam tidak mengenal Yesus. tp Nabi Isa... perlu dibedakan pluralisme dan plural.. yen kui dudu pluralisme, tp ngawurisme. dan memang, sebagian perusak Islam memang berasal dari tempat yang kau sebut tersebut. ironis kan?

    BalasHapus
  2. Maz, barusan aku dpt telp dr follower. Dia ngejelasin klo sbenernya istilah Yesus itu memang hasil translate dr bahasa arab Isa ke bahasa inggris...istilah tsb memang kurang sosialisasi jd terdengar janggal di telinga org indonesia. Ehm....tp nggak heran sih, dosen-dosen UI* itu mayoritas lulusan Barat....hehehehe...tp aku ttep gk stuju sm pemakaian istilah Yesus utk ceramah :)

    BalasHapus
  3. Brarti khotib itu ikut kebudayaan orang barat Ya .. trus jadinya

    “Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum, maka ia termasuk golongan mereka”.

    memang harus diwasbadai guru-guru besar yang tamatan-tamatan Univ Barat apakah merekan masih bener-bener memperjuangkan Agamanya ?

    BalasHapus
  4. @wantoro : ilmu agama saya juga masih 'cethek' tapi memang saya ngerasa miris...campuraduk begitu :(

    BalasHapus
  5. wah aku bingung meh nanggapi pie, skedar crita dkit saja, romo dgrejaku dulu malah beli Al-Quran mbak, katanya seh untuk menambah pengetahuan, sehingga bisa tahu perbedaan dan kesamaan dgn injil, bukan untuk membeda bedakan tapi agar bisa menghargai, kalau belum tahu bagaimana bs menghargai..

    Mungkin jg yg mbak critakan itu krn mempelajari tentang penganut Yesus, cuma mempelajari saja sbg pengetahuan..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Kalo sekedar beli kitab sih nggak masalah buat saya.. untuk perbandingan,

      Hapus