Minggu, 24 November 2013

Hello, Komandan!

Morning Monday! Seperti biasa, aku menulis di atas kasur. Di pagi hari. Tema minggu ini adalah tentang Guru Kehidupan, sesuai dengan tugas yg diberikan komunitas Pena Merah demi menjaga semangat menulis antar anggota. (Masih boleh gabung lho)

Agak bingung juga menentukan siapa yang akan kutulis, sebab ada banyak sekali guru kehidupan di duniaku yang kecil ini. Mahaguru? Itu Ayah dan aku sudah sering menulis tentangnya. Finally, aku memilih dia yang kusebut 'Komandan'

Nama akun twitter komandan adalah @karmanmove. Untuk kalian yang mengikuti TL para kurir @sedekahrombongan pasti kenal dia. Yup, dia adalah salah satu komandan di SR. Di sana pula aku mengenalnya, sekitar tahun 2012.

Dia memiliki basic yang unik. Selayaknya mahasiswa seni lulusan Institut Seni Indonesia, kehidupannya dulu nggak jauh dari apa yang disebut orang sebagai maksiat. Baginya, alkohol gak lebih dari bergelas-gelas es teh. Pergaulan ala seniman yang cenderung bebas tak beraturan dan gaya bicara seronok pernah ia jalani. Setidaknya, sisa gaya hidup seperti itu masih sedikit kentara saat kami bertemu.

Ada satu cerita lucu tentang bagaimana dia tetap menggunakan hasil jualanannya (yang waktu itu belum begitu terkenal seperti @sidjibatik sekarang) untuk mabuk dan menyedekahkan sisanya. Di satu malam dia menghabiskan nominal tertentu untuk minuman beralkohol, dan malam selanjutnya bersedekah berkali lipat dari nominal yang ia gunakan utk membeli minuman. Itulah proses. Masa transisi.

Banyak cerita suram yang kudengar dari orang tentang masa lalu komandan, tapi dari situlah aku belajar. Masa lalu yang hampir mirip, membuatku merasa senasib. Setidaknya manusia dari dunia gelap yang kehilangan orientasi akhirat seperti kami masih diberi jalan untuk kembali. Toh komandan sudah membuktikan. Dia bisa seperti sekarang.

Komandan yang sekarang adalah seorang juragan batik dengan sedekah super dahsyat. Mengeluarkan uang puluhan juta demi menolong orang sakit yang bahkan tak ia kenal. Pasti karena itulah bisnisnya berjaya, selain karena dia memang pekerja keras. Semasa muda, dia tidak malu untuk berjualan air mineral di perempatan. Wew, aku belum melakukannya dan aku mengeluh tentang hidup ini??? Astaga aku malu!

Senin, 18 November 2013

DEXTER : dia tampan, dia detektif, dia membunuh demi keadilan

Morning Monday! Yey! Apa aku terlihat ceria dan bahagia? Ya memang, karena semalam aku baru saja menyelesaikan deadline tulisan dan pesanan ilustrasi. Lega? Pasti donk....

Menghadapi layar laptop seharian pasti membuat mual, apalagi jika kau kurang makan. Aku mencari selingan mudah dan murah yang sesua hobi: Membaca. Novel detektif merupakan pilihan tepat. Adrenalin yang terpicu akan menstimulasi otak kerdilku untuk menggerakkan jemari di keyboard. 

Namanya DEXTER. dia TAMPAN. dia DETEKTIF. dia MEMBUNUH demi keadilan. Aku sudah jatuh cinta padanya sejak beberapa tahun lalu, di serial pertamanya. Saat itu, dia adalah seorang ahli yang meneliti bercak dan pola darah di TKP. Novel pertamanya menceritakan pembunuh berantai dan tak terduga, ternyata Dexter lah si pelaku.

Sekarang, novel kedua dari triloginya sudah berada dalam genggaman. Cerita diawali dengan dialog antara Dexter dengan si Dark Passenger. Begitu ia menyebut monster dalam dirinya. Analogi mobil dan pengendara gelap menjadi sangat pas untuk menggambarkan Dexter tampan dan anak manis yang memberikan tumpangan pada Penumpang Gelap. Saat malam merangkak naik, kadang si penumpang gelap mengambil alih kemudi dan memutilasi para penjahat kota Miami.

Korban pertama dalam novel ini adalah MacGregor, seorang agen real estate sekaligus pengidap pedhopilia. Dexter dengan mudah menemukan MacGregor karena para korban (anak-anak mungil tak berdosa) berasal dari rumah-rumah yang dibeli dari real estate yang sama. Setelah cukup bukti, Dexter bekerja serapi mungkin memutilasi si penjahat.

MacGregor hanya santapan pembuka. Tak ada kaitannya dengan penjahat sebelumnya, muncul predator lain, paling tidak begitu cara Dexter  menyebutnya. Predator kali ini disinyalirsebagai mantan narapidana dari El Salvador. Penjahat ini bekerja jauh lebih baik dari si detektif tampan dalam hal mutilasi. 

Si Predator adalah seorang dokter. Dokter bedah. Julukannya Dr.Danco. Ia memutilasi korbannya dengan teknik yang sangat rapi, khas dokter. Tanpa banyak darah mencuat dan membiarkan korbannya tidak mati. Hidup! Korbannya hidup dengan tangan, kaki dipreteli. Hidung dan bibir, lidah, serta kelopak mata tercerabut! Tapi korbannya tidak mati sama sekali. Dr.Danco menyuntikkan banyak sekali obat bius agar 'pasien'nya mati rasa tapi tetap sadar atas apa yang terjadi pada dirinya. Dr.Danco meletakkan cermin besar di samping meja bedah.

Batang tubuh itu menjadi seonggok daging (para polisi menyebutnya sayuran) yang hanya bisa mengeluarkan bunyi-bunyian seperti lolongan anjing atau kucing. Hih! Imajinasiku yang paling liar mencoba membangun visualisasi atas semua itu dengan susah payah. Maklum, aku selalu menonton film trasher dengan mata tiga perempat tertutup.

Dr.Danco bukan penjahat biasa, karena para korbannya adalah mantan rekan sekerjanya di satuan khusus ketentaraan. Ada politik dalam kasus ini. Dan aku, sangat suka. Ini tentang Amerika yang menyewakan tentara khususnya untuk menjadi pembantai! (Politik licik Amerika selalu menarik minatku, terlepas itu cerita fiksi atau dokumenter.)

Tak sulit bagi Dex untuk bisa menemukan Dr.Danco. Dexter bisa membaca pikiran Dr.Danco karena mereka memiliki dark passenger dalam diri mereka. Sesama predator mengirimkan sinyal yang hanya bisa dibaca oleh predator lain. Mereka saling mengagumi dalam diam, saling berspekulasi atas langkah selanjutnya dari sang kompetitor. 

Jujur kubilang, novel ini tidak begitu menjijikkan karena sebagian juga menceritakan usaha Dexter untuk 'menikmati' hidup normal, ditaksir rekan sekerja, menggoda anggota divisi lain, punya pacar yang sudah beranak dua, bertunangan (meski tanpa sengaja), dan berpesta lajang. Dexter tampan dan periang, susah percaya kalau dia menikmati kegiatan mengiris dan memotong tanpa suka darah berceceran. 

Tokoh idolaku di novel ini bukan Dexter, tapi Harry, ayah angkatnya yang sudah meninggal. Seorang polisi. Hanyab Harry lah yang bisa meluruskan Dex. Ia tahu monster dalam diri Dex tidak bisa dilenyapkan, maka Harry melakukan cuci otak sedemikian rupa untuk membuat si Monster tetap tenang dan hidup selayakna manusia biasa. Dex akan tetap membunuh, itu harus. Dan Harry memastikan Dex membunuh orang yang tepat. Para penjahat.....tanpa jejak....

Kupikir, dunia yang suram karena munculnya banyak kriminal ini memang membutuhkan Dexter. Dan Harry, kau memang pahlawan!

Minggu, 10 November 2013

Re-Think : ocehan saat stengah sadar



Niatnya, pagi ini pengen garap naskah pasca sholat subuh. Tapi apa daya, ribuan huruf di kepala dan dadaku menyesak minta keluar. Wahahaha....semua ini gara-gara lagu baru yang kudapat dari koordinator Divisi Acara @FKY25 (Festival Kesenian Yogyakarta).

David Guetta feat Sia, dengan dua judul yang manis ‘She Wolf’ dan ‘Titanium’. Jadi, yang kulakukan adalah menyalakan netbook hitam dekilku, memasang speaker hibah dari Kakak wolverine, pilih opsi play, dan kembali ngesot ke kasur memeluk guling. Dengan satu tangan memegang Andro si Robot Ijo tentunya. Tweeting donk biar gak dibilang cupu (Opo sih?).

setelah hampir lima kali putaran (cuma ada dua lagu ini di playlistku), aku bangkit dan memutuskan untuk menulis ini:

Tuhan baik. Dia menciptakan pagi untukku merindukanmu. Bukan siang yang hectic ataupun malam yang lelah dengan tingkat kerumitan pikiran tinggi. 

Setiap orang pasti memiliki waktu tertentu untuk merindukan orang-orang yang disayanginya. Aktivitas padat dan tuntutan hidup yang dahsyat membuat waktu kita habis, pikiran terkuras terus menipis. Dunia nggak selembek dahulu, seperti yang kita jalani saat kecil.  Bagi beberapa orang, 24 jam sehari itu kurang. Bagi beberapa orang, waktu beristirahat adalah impian. Bagi beberapa orang, dunia menjadi jahat karena tak memberi jeda waktu untuk bisa meluapkan kerinduan.

Mayoritas orang zaman sekarang memilih untuk hidup praktis. Segalanya dibuat mudah agar mereka tak kehilangan kesempatan mencari uang. Contoh simplenya, mengirimkan undangan pernikahan via Facebook atau broadcast message. Jika zaman dahulu, orang masih mau bersusah payah mengirimkan undangan dari rumah ke rumah atau mengirimkannya via pos, sekarang mulai tampak jarang. Praktis memang, tapi esensinya jelas beda. Tidak ada kontak langsung di sana. 

Seorang kawan pernah nyeletuk, ‘Aku nggak akan datang ke pernikahannya si A. Masih satu kota aja kok ngundangnya pake Fesbuk.’ Ewh...bagaimana kalau banyak orang lain di luar sana yang berpikiran sama seperti kawanku ini?

Semuanya akan jadi berbeda kalau si A meluangkan waktu untuk mengantarkan sendiri undangannya atau minimal mengutus seseorang. Kawanku itu akan merasa lebih dihargai. Dan ketika kawanku merasa dihargai, kawanku akan mengapresiasi pernikahan si A dengan lebih baik lagi. 

Fenomena an-sos mulai merebak di kota-kota besar. Social media yang mendunia melahirkan istilah ‘mendekatkan yang jauh, menjauhkan yang dekat’ memang benar adanya. Miris ketika melihat beberapa ABG memasuki kedai cookies, duduk bergerombol tapi tak saling ngobrol. Mereka sibuk dengan gadget masing-masing. Yang kemudian terjadi adalah saling tunjuk ke layar gadget satu sama lain.

 Apa ada yg salah? Para orang dewasa sibuk mencari uang demi mencukupi gaya hidup keluarga (bedakan dengan ‘kebutuhan’). Atas nama itu semua, kepraktisan menjadi sesuatu yang bersifat wajib. Teknologi menjadi pondasi. Aktivitas sosial (interaksi langsung) menjadi sesuatu yang rumit dan bertele-tele, bahkan cenderung merepotkan. Ok? Fine! Lalu untuk orang yang beruntung hidup sampai tua (kalau tak mati muda lantaran diabetes atau  serangan jantung) akan merasa kesepian. Karena tak terbiasa bersosial, saat  tua menjelang, mereka kebingungan. Mungkin ini sebabnya, forum-forum keagamaan dibanjiri kaum tua.

Setelah ini semua, tanyakan pada dirimu sendiri. Apa yang akan aku lakukan? Hidup macam apa yang akan aku pilih? 

Berhubung sudah waktunya aku mandi dan kembali bekerja, aku sudahi sampai di sini dulu. Semoga aku masih sempat menulis posting selanjutnya. See u! ^^

Sabtu, 09 November 2013

Hukum dan 'Dilarang Miskin'

Ada yg punya solusi selain 'berharap pemerintah bisa bla...bla...bla...'?
Semuanya berasal dari foto ini (sebuah mobil pickup yg penuh sesak oleh ibu-ibu berkerudung) dan twit seseorang yang dimention ke @infojogja @lalinsleman . Bunyinya kira-kira seperti ini 'Bahaya, jgn ditiru'. 

Aduuuuuh....ngilu sekali ya hati ini ngebacanya. Merasa tergelitik, aku nyamber twit itu. Mencoba menjelaskan kalo sepengetahuanku, mereka naik mobil pickup berjubelan karena memang hanya mampu sewa pickup. Itu pemandangan yg sgt biasa dijumpai di rumah sakit. Biasany kalau ada ttangga yg sakit, warga sekampung akan pergi menengok ke kota. Tolong ya, catet, kalian yg membaca ini bisa membedakan orang desa dengan orang kota. Dari daerah yang benar-benar pelosok (berdasar pengalamanku ikut Sedekah Rombongan) warga patungan untuk beli bensin. Sementara mobilnya, biasanya pinjam tetangga. Mobil ayahku
beberapa kali dipinjam org desa utk hal seperti itu. See? Mereka begitu karena memang dalam kondisi serba terbatas. Mau pake helm? Ya ampun! Nggak semua warga punya motor! Sepeda aja udah tua dan berkarat.....

Akhirnya twitku berbalas 'kan udh diatur di UU Lantas. Masa iya karena masalah budget trus melanggar peraturan?'

Di titik ini aku bersyukur kalau rombongan ibu-ibu itu bisa sampai ke tujuan, gembira, tanpa ditilang polisi. Mungkin polisinya sadar dengan kondisi ekonomi mereka, atau cuek? Whatever. 

Ketika aku menanyakan apa solusi yang tepat untuk masalah seperti ini, si pemilik akun menyarankan untuk menambah iuran agar bisa sewa minibus. Aku yang ngebaca jadi nyesek banget. Baru beberapa hari yang lalu aku blusukan, (cari data untuk kerjaan sih) dan berinteraksi dengan beberapa buruh tani. Buruh tani itu beda lho sama juragan beras. Kakekku punya banyak sawah dan mempekerjakan buruh tani dengan upah yang cukup untuk hidup di Desa. Tapi ketika akhirnya mereka (para buruh) itu harus ke kota, uang yang mereka punya sangatlah tidak seberapa! Urusan sewa minibus itu menjadi sesuatu yang langka bagi mereka! Bedalah sama kita, yang bisa santai mengeluarkan uang sedikit lebih banyak untuk iuran avanza.

Dari sini aku sadar, ada banyak hal yang orang lain nggak tau. Ada banyak hal kulihat, tapi orang lain nggak lihat. Itu berarti, ada lebih banyak lagi hal yang dilihat orang lain, tapi aku nggak lihat. 

Btw, ada yang punya solusi utk masalah seperti ini? Selain berharap pd pemerintah ya!

Hukum dan 'Dilarang Miskin'

Ada yg punya solusi selain 'berharap pemerintah bisa bla...bla...bla...'?
Semuanya berasal dari foto ini (sebuah mobil pickup yg penuh sesak oleh ibu-ibu berkerudung) dan twit seseorang yang dimention ke @infojogja @lalinsleman . Bunyinya kira-kira seperti ini 'Bahaya, jgn ditiru'. 

Aduuuuuh....ngilu sekali ya hati ini ngebacanya. Merasa tergelitik, aku nyamber twit itu. Mencoba menjelaskan kalo sepengetahuanku, mereka naik mobil pickup berjubelan karena memang hanya mampu sewa pickup. Itu pemandangan yg sgt biasa dijumpai di rumah sakit. Biasany kalau ada ttangga yg sakit, warga sekampung akan pergi menengok ke kota. Tolong ya, catet, kalian yg membaca ini bisa membedakan orang desa dengan orang kota. Dari daerah yang benar-benar pelosok (berdasar pengalamanku ikut Sedekah Rombongan) warga patungan untuk beli bensin. Sementara mobilnya, biasanya pinjam tetangga. Mobil ayahku
beberapa kali dipinjam org desa utk hal seperti itu. See? Mereka begitu karena memang dalam kondisi serba terbatas. Mau pake helm? Ya ampun! Nggak semua warga punya motor! Sepeda aja udah tua dan berkarat.....

Akhirnya twitku berbalas 'kan udh diatur di UU Lantas. Masa iya karena masalah budget trus melanggar peraturan?'

Di titik ini aku bersyukur kalau rombongan ibu-ibu itu bisa sampai ke tujuan, gembira, tanpa ditilang polisi. Mungkin polisinya sadar dengan kondisi ekonomi mereka, atau cuek? Whatever. 

Ketika aku menanyakan apa solusi yang tepat untuk masalah seperti ini, si pemilik akun menyarankan untuk menambah iuran agar bisa sewa minibus. Aku yang ngebaca jadi nyesek banget. Baru beberapa hari yang lalu aku blusukan, (cari data untuk kerjaan sih) dan berinteraksi dengan beberapa buruh tani. Buruh tani itu beda lho sama juragan beras. Kakekku punya banyak sawah dan mempekerjakan buruh tani dengan upah yang cukup untuk hidup di Desa. Tapi ketika akhirnya mereka (para buruh) itu harus ke kota, uang yang mereka punya sangatlah tidak seberapa! Urusan sewa minibus itu menjadi sesuatu yang langka bagi mereka! Bedalah sama kita, yang bisa santai mengeluarkan uang sedikit lebih banyak untuk iuran avanza.

Dari sini aku sadar, ada banyak hal yang orang lain nggak tau. Ada banyak hal kulihat, tapi orang lain nggak lihat. Itu berarti, ada lebih banyak lagi hal yang dilihat orang lain, tapi aku nggak lihat. 

Btw, ada yang punya solusi utk masalah seperti ini? Selain berharap pd pemerintah ya!