Jumat, 24 Agustus 2012

Ketika Perempuan Memilih

Selamat lebaran semuanya! Euforia lebaran sudah mulai menipis ya, tapi tulisanku ini terinspirasi dari dialog singkat pasca lebaran. Yah, kalian tahu tradisi mudik? tradisi dimana banyak saudara berdatangan dan naas, untuk gadis usia nyaris 24 tahun dan sudah bekerja seperti aku, pertanyaan "Kapan menikah?" atau "Mana calonmu?" dan "Nunggu apalagi?" adalah rentetan pertanyaan yg kuterima setiap habis sungkem.

Nice!
Akhirnya sampailah ke perdebatan itu panjang tanpa ujung itu. Ibuku, sambil tertawa-tawa bertanya
"Kamu milih yang udah jadi atau masih proses?"

So, dengan tegas kujawab, "Yang masih proses." Jawaban khas anak muda yang gemar sekali mengambil resiko. Begitulah aku. Ibuku memang hebat belum juga putus asa. Setelah dulu merayuku dengan calon master di korea, tahun ini beliau (duet dengan Ayah) merayuku dengan dokter muda yang sedang mengambil studi spesialis. Oh oke, secara finansial terbilang sangat aman. Rumah, mobil, tersedia. Soal agama? Kalau ayahku sudah turun rekomendasi, artinya beliau paham benar siapa pria itu. Orangtua mana yang ingin lihat anaknya susah? Tapi mungkin mereka lupa, kalau anaknya ini lebih suka berpetualang dan nggak nyaman kalau harus jadi ratu di rumah.

Logikaku seperti ini: Ketika memilih seseorang untuk berproses bersama, tentunya akan mengalami banyak hal sama-sama. Susah, senang, bareng. Asumsinya, akan timbul rasa saling menghargai satu sama lain. Idealnya seperti itu. Tumbuh empati dalam kebersamaan. Apalagi kalau memang memperjuangkan sesuatu dari awal bersama-sama. Oke, soal jodoh memang Tuhan yang atur, tapi manusia juga punya kewajiban berikhtiar. Yang penting berusaha, sisanya pasrahkan sama Tuhan.

Aku kerap dibilang sinting oleh sesama teman perempuan karena logikaku ini. Dikasih yang enak malah pilih yang susah. Kalau Ayahku bilang, aku sedang jatuh cinta jadi tai kucing pun berasa coklat. Wey.....ini soal rasa, kan? Kalau dengan cinta, tai kucing berasa coklat, itu lebih baik daripada coklat rasa tai kucing, kan? *tolong gak usah dibayangkan.

tunggu sebentar....aku lapar. Nanti aku lanjutkan lagi.... 
 


Jumat, 17 Agustus 2012

Undefined

Ada masanya,
mendadak dadaku sesak dan gelisah tak bisa pejamkan mata
kalau tak mengingat ancamanmu,
aku akan memutar kunci dan menghempas menghabiskan malam
di pinggiran jembatan, seperti dulu
meredam gelisah dalam dingin dan kota yang sepi
menunggu pagi, lalu kembali ke peraduan

tapi karena aku mencintaimu,
aku memilih memeluk guling dalam selimut
berperang dengan nada-nada busuk yang bermain dalam pikiranku
sambil sesekali menghapus rembesan air mata sebelum bercampur ingus
Ahh....

maaf membuatmu bingung...
kalau kau tanya aku kenapa,
aku jawab entah...

aku cuma ingin bertemu,
memelukmu lalu menepuk-nepuk rambut tebalmu itu...

Aku merasa sedih tanpa alasan...
Apa justru kau yang sedang bersedih? tapi kau tak mau bilang?
Apa justru kau yang merasa sesak? tapi kau diam saja?

*mungkin cuma karena kangenku nggak kesampaian dan lapar tingkat dewa plus nyeri haid

Senin, 13 Agustus 2012

welcome back

 Welcome, Naga!! >.< udah bukan Husky lagi....Huskyku ilang.... huhuhu agak sedih sih.... kalau dulu masih keliatan jalan bareng temen sebaya atau bahkan ketahuan kalo dia brondong...sekarang aku kayak jalan sama om-om >.<

wajah sangar itu dulunya selucu ini >.< dulu ngemut kacamata, sekarang ngemut gudang garam >.<

Rabu, 08 Agustus 2012

Para Tuan Muda ini

Belum subuh,

Aku behenti sebentar dari pekerjaanku mengedit tulisan yang masuk untuk scrapbook MyMemz. Ya, berhenti sebentar untuk menulis ini. 

Membaca tulisan-tulisan sahabatku, aku sangat tertusuk. Yang dia tuliskan adalah kisah anak pemulung, kisah guru miskin dengan vespa tuanya, dan yahh...hal semacam itu. Sepertinya cocok untuk mengisi acara “Jika Aku Menjadi...”. Aku tersentuh? Iya. Lebih tersentuh lagi karena aku tahu si penulisnya adalah anak orang kaya yang punya pom bensin bertebaran dimana-mana. Tuan Muda. Yah....setipe sekali dengan Husky yang anak seorang pengacara dan notaris itu. 

Aku selalu suka tipe tuan muda yang sok proletar seperti mereka. Tambahan satu lagi, seorang teman baru dari Bali. Anak seorang exportir, menjadi seorang penyuluh di Kementrian Perindustrian dan usianya 22 tahun. Mereka bertiga satu tipe. Sama-sama Tuan Muda yang terlahir di keluarga kelas menengah ke atas. Yang satu, memilih menekuni biola, beraktivitas di LSM bentukan alumnus relawan merapi. Yang satunya lagi membangun LSM di bidang kewirausahaan dan berniat membangun perekonomian rakyat yang mandiri terbebas dari kapitalis asing. Dan Husky? Nggak usah kuceritakan, sudah terlalu banyak penjelasan tentang dia.

Lucu, ketika mereka ngotot tetap memakai motor butut mereka. Lucu, ketika mereka berkeras nggak mau ganti HP yang lebih canggih. Lucu, ketika melihat mereka bercakap dengan penjual angkringan atau berkumpul di tengah-tengah proletar. Ah...kalau orang nggak tahu background ketiganya, mungkin orang akan bilang biasa saja. Tapi karena aku tahu aslinya mereka tuan muda, aku menganggapnya manis. Ya, manis.

Dan semoga semakin banyak lagi orang manis bertebaran di bumi Endonesia ini. Amin.

Ps : Husky pernah bilang, ‘idealisme muncul ketika kita merasa cukup’. Oke, aku mengerti sekarang.

Senin, 06 Agustus 2012

NO FEAR

Seperti judul lagu? Iya, lagu lawas. Dinyayiin sama band The Rasmus yang booming saat aku masih ingusan dan malas mandi.

Beberapa malam yang lalu, saat santap sahur di rumah, seperti biasa, Ayah mengadakan konferensi meja makan. Adik lelakiku yang baru saja lulus kuliah dan sedang galau karier, mulai curhat. Aku, yang merasa senior ikut-ikutan curhat tentang kondisi di kantor dan konfrontasiku dengan Si Bos. Aku ungkapkan sedetail-detailnya. Oke, begini respon keluargaku.

Ibu : Mundur ke sandaran kursi dan bilang, "Kamu kok berani banget ngomong kayak begitu sm Bos?"

Ayah : senyum-senyum mesam-mesem

Si Nomor 2 : "Emang beda ya. Kalau orang nggak punya rasa takut kehilangan uang, bener-bener berani frontal."

Deg.... Aku mengkeret. Selama ini sih aku memang dikenal agak reaktif dan frontal. Bukan sekali aku menggebrak meja, membanting pintu dan berkata dengan nada tinggi. Tapi suer, aku orangnya kalem kok. Aku hanya akan emosi jika menghadapi 'Orang berpengetahuan minim tapi sok tahu' atau 'Orang yang tidak profesional dalam menjalankan tugasnya di perusahaan'.

Misalnya : Seorang PimRed yang nggak tahu buku-buku apa yang sedang populer di pasaran, atau seorang enterpreneur yang memaksa menerapkan sistem penjualan buku amazon.com di pasar Endonesia tercinta yang notabene minat baca masyarakatnya masih sangat rendah. Ah satu lagi, misalnya seorang manager yang membandingkan omzet perusahaan penerbitan dengan omzet pemotongan ayam!!! Halooo....aku ini bukan orang pintar, aku cuma lulusan sastra, berkecimpung di dunia bisnis pun cuma sekedar jualan genteng. Tapi, meskipun aku nggak pintar, aku masih merasa logikaku normal. 3 contoh yang kusebut di atas merepresentasikan apa? keluguan? kepolosan? atau apa?

hal-hal semacam itu kerap kali diperdebatkan dan membuatku naik darah. Aku memang agak kurang ajar. Waktu SMA, di kelas bahasa Inggris, aku berani tidur lagi setelah ditegur guru. Waktu SMA pula, buletinku dibredel pihak kepala sekolah dan aku dipanggil maju menghadap. Bukannya menunduk pasrah meminta maaf, aku justru adu argumen dengan kepala sekolah meskipun akhirnya tetap kalah. Ya iyalah, siapa sih gue?? So, aku nggak heran dan maklum kalau aku lebih banyak berdebat dengan Bos. Aku bukan tipe karyawan yang patuh langsung bilang 'oke'. Yah kadang-kadang kalimatku sinis juga sih. Takut dipecat? Dulu sih iya....tapi akhir-akhir ini aku heran sendiri, ketakutan itu mulai hilang.

Entahlah, aku merasa benar. dan kalau aku bersikap tak hormat dengan seseorang, bisa dipastikan orang itu pasti lebih dulu tak menghormatiku atau dia melakukan sesuatu yang membuatku hilang respek. 2 kali selingkuh mungkin. Nah, tipa orang seperti itu, meskipun dia presiden sekalipun, nggak akan ada rasa hormatku padanya.

Hilangnya rasa takut ini sepertinya efek doktrinasi Ayah deh. Ayah kan sering bilang, "Jangan takut sama manusia. Yang memegang nasibmu bukan bos, bukan penguasa, tapi Tuhan."

Bener banget. Tuhan kan bekerja dengan cara yang tak terduga. Tuhan kan berkuasa atas segalanya. Bisa melenyapkan harta dalam sekejap. Bisa membuat keberuntungan dalam sedetik. Asal kita yakin, Tuhan kan selalu sayang dengan hambaNya apalagi yang imut kayak aku. Amin...

last,  TIDAK ADANYA RASA TAKUT a.k.a KEBERANIAN MELAWAN (ketidakadilan) adalah salah satu nikmat Tuhan yang suangaaaat berharga dan nggak semua orang bisa menerima. Maka bersyukurlah kalian yang pemberani, hidup kalian lega dan bahagia, kan? :D

Jumat, 03 Agustus 2012

Ketika Materi bukan segalanya

Sudah beberapa hari ini aku dibuat bosan dan nyaris menggebrak meja seperti biasa. Balada seorang manager, lebih sering kena semprot bos daripada karyawan lain. Okey, menghadapi mood bos yang buruk dan sikap keras kepala serta tak mau mengalah memang konsekuensi pekerjaan. Rekan kerjaku, seorang marketing manager dengan leluasanya mencari alasan untuk keluar kantor alias melarikan diri dari amukan si bos. Aku? iseng untuk menguji kesabaran serta memperbanyak pahala di bulan puasa (apalah ini), sengaja duduk manis di kantor dan menunggu didebat si bos besar tentang strategi bisnis, analisis produk, inovasi, pasar, dsb.

Aku seorang sarjana sastra, menjadi business development manager bermodal ilmu bisnis yang kupelajari secara otodidak sejak kecil. Aku belajar negosiasi dari ayahku, yang sering membawaku pergi menemui klien untuk mendapatkan deal besar. Aku belajar menjual dari Ayahku, yang tega meninggalkan seorang anak kecil di sebuah toko genteng dan hanya diberi price list. Ketika aku menunjukkan nota pembayaran pertama yang ada tanda tanganku, Ayahku bangga dan membelikanku bakso 2 mangkok. Aku yang masih berseragam merah putih jelas terlonjak senang meskipun ternyata aku salah hitung dan membuat ayahku tak untung.

Selepas kuliah, aku memutuskan untuk bekerja di orang sambil belajar bagaimana rasanya jadi anak buah. Yah, akhirnya aku benar-benar merasakannya. Aku mengalami semuanya, hinaan, pelecehan secara verbal berupa rayuan-rayuan mesum, tekanan deadline, disudutkan ketika tak kunjung memberi konsep baru, dipersalahkan ketika program yang ada tak berjalan sebagaimana mestinya, gaji yang tak sesuai dengan volume kerja, bla..bla...dan berbagai tetek bengek lainnya. Pokoknya segala macam yang bikin emosi dan sakit hati.

Dalam suatu waktu yang sempit, aku curhat tentang semua beban batinku pada Ayah.Lalu Ayah menjelaskan sistem yang beliau terapkan di yayasan yang beliau pimpin. Kebetulan waktu itu ayahku baru saja meresmikan pabrik kue kering dan catering (dan aku nggak tahu prosesnya sama sekali! Keterlaluan! Aku baru tahu setelah nggak sengaja menemukan laporan bulanan di meja kerja Ayah. Bakery dan Catering?? wew).

Kurang lebih begini penjelasan Ayahku,
Kami menerapkan sistem bagi hasil. Selain UMR sebagai gaji pokok, laba perusahaan dibagi secara proporsional kepada semua karyawan yang terlibat. Jadi, take home pay yang diterima karyawan memang nggak sama setiap bulannya, tapi naik turun sesuai dengan laba perusahaan. Setiap raker, direksi selalu menjelaskan semuanya, secara transparan. Kembali ke niat awal Ayah dan teman-teman membangun yayasan ini, membuka pintu rejeki bagi teman-teman yang lain. Jadi pada akhirnya setiap karyawan merasa memiliki perusahaan dan dengan senang hati bekerja dengan ikhlas. Kami semua keluarga. Kalau ada anak buah yang berhasil ganti mobil, kami yang duduk di jajaran direksi justru merasa bangga. Artinya kami berhasil menyejahterakan karyawan, kan? setuju?

Aku mengangguk paham. Memang sih, loyalitas para karyawan ayahku nggak diragukan lagi. Mulai dari aku TK sampai aku sudah bekerja begini, orang-orang yang datang ke rumahku selalu sama. Dulu mereka muda, sekarang mereka sudah semakin tua, itu bedanya. Dulu mereka datang ke rumah kecilku yang jelek pakai motor, sekarang mereka datang ke rumah besarku pakai mobil. Itu bedanya.

Aku tahu, Ayahku tetap idolaku yang nomor satuuuuuuuu. dan butuh tempaan super untuk bisa jadi orang seperti ayahku. Aku setuju, aku percaya, materi bukan segalanya. Kebahagiaan yang sebenarnya adalah ketika bisa membuat orang lain tersenyum karena kita. Ayahku benar. Thx God.