Jumat, 30 Desember 2011

twitter berpotensi menimbulkan perang!

Berawal dari rasa suntuk membaca puluhan naskah audisi penulis yang bertema patah hati, aku membuka tweetdeck dan mulai asyik berkicau.

Ada satu tweet yang mengusikku, dan dengan segera kureweet.

@bdandelions : ini nih cewek yang cantik & cerdas @MerryRiana, idolaku :D RT@MrX : Entah kenapa drdlu sampe sekarang ga pernah suka atau cepet ilfell tuh klo liat cewek cantik tapi bodoh :)

Dan langsung direply:

Ini lg begonya ga ketulungan >.< semua org jg udh pd tau kali, klo doi udh pnya suami dan ank! RT @bdandelions

Tergelitik, kuretweet lagi:

Emang idola harus single? -,- RT @MrX: Ini lg begonya ga ketulungan >.< semua org jg udh pd tau kali, klo doi udh pnya suami dan ank!

Dia yang kebetulan jebolan dari fakultas hukum (bukan dengan jalan wisuda tapi dengan cara DO karena sering bolos kuliah) cepat tanggap:

Awalnya kita ngmgin apa ya :) cb dibaca ulang..*tepok jidat* RT @bdandelions

Rasanya pengen nyakar tembok, tapi berhubung hatiku sedang senang menyambut libur tahun baru, aku memutuskan untuk mengakhiri perdebatan konyol ini dengan satu kalimat “Lupakan aja, gak penting. Wkwkwkwk”

Kretekkk…kretekk…kretek…. (suara tembakau imajiner  yang terbakar) memenuhi otakku. Dan setengah sadar aku memposting beberapa kalimat berikut:

Ketiadaan intonasi dan pengetahuan lingusitik yang rendah menyebabkan kesalahpahaman yg berakibat fatal. Itulah sebabnya Amerika, Eropa dan Timur Tengah sangat mengapresiasi ‘Bahasa’. Sebab mereka sadar bahwa komunikasi adalah segalanya. Para pekerja media di sana memiliki prestige yang tinggi dan gaji yang diimpikan banyak orang. Bandingkan dengan pekerja media di Indonesia..eh..Endonesia pake E. Pekerja media identik dengan kerja keras dan gaji kecil. Fakultas Sastra dan Bahasa masuk ke kelas C alias fakultas yang nggak favorit sama sekali. Kalah pamor dengan jurusan informatika, ekonomi-bisnis, dan psikologi.

Berhubung aku bekerja di perusahaan media berbasis online, tiba-tiba saja aku merasa sangat beruntung. Untuk mengkonsep iklan online yang baik dan melakukan branding via Social Media (fb, twitter, blog, web, dll) memang harus cermat merangkai kalimat. Dan inilah pertama kalinya aku merasa jatuh cinta pada pekerjaanku dan merasa bangga jadi sarjana Sastra. Setidaknya rasa bahagia itu muncul ketika aku sadar bahwa pekerjaanku sejalan dengan apa yang kuusahakan selama 3,5 tahun di universitas. Ilmu yang kutempa akhirnya berguna juga! Hahahaha…

Sesuai dengan prediksi beberapa pengamat bisnis yang kubaca di majalah “Marketing”, bisnis online akan semakin mengeliat dan itu berarti akan dibutuhkan banyak Sarjana Sastra dan Bahasa. Merangkai kalimat untuk kemudian dilemparkan ke ranah publik jelas bukan perkara mudah. Bukannya berbicara tanpa dasar, tapi sebagai konsumen media, aku sendiri kerap merasa gemas jika membaca iklan di media online yang terkesan sembarangan dengan tata bahasa yang kacau, dan kerap menimbulkan kesalahan persepsi.

Kejadian kecil di twitter siang ini menciptakan atmosfer semangat untuk menutup tahun 2011. Ah, mari beresolusi ^^

Cukup sekian monolog otak saya yang abstrak. Tahun depan, saya janji akan menata potongan-potongannya agar terlihat lebih rapih.

Kamis, 22 Desember 2011

Belajar tentang Lelaki

"Aku perempuan, dan kau lelaki muda. Waktu itu, di tengah ratusan manusia, kita terhimpit. Aku merasa sanggup menerobos kerumunan, maju mendahuluimu, menggandengmu lalu membuka jalan. Merangsek maju nggak peduli harus berbenturan dengan orang-orang. Hanya beberapa langkah saja, kau menarikku ke belakang dgn agak kasar. Kau membuka jalan dan membiarkanku terlindung dibalik tegapnya badanmu. Ah.....aku ini sbenernya cewek apa cowok sih? kenapa terobsesi sekali ingin melindungimu? #Kepanasan"


Kutipan di atas adalah status FB-ku hari ini. Kalimatnya sangat berantakan, jauh dari kesan artistik, dan kumaafkan. Kumaklumi. Sebab aku menulisnya dengan kondisi setengah sadar menahan kantuk sambil mencoba berdamai dengan nyeri rahimku. Derita perempuan dewasa setiap bulan. Nyeri haid membuatku sangat tidak produktif.

Status itu terinspirasi dari kisah nyata pada 12 November 2011 kemarin. Yak, untuk pertama kalinya, aku dan Naga pergi ke event Ngayogjazz di KotaGedhe. Tahun lalu, seorang cowok mengajakku nonton acara itu, tapi dengan keterbatasan pengetahuan tentang musik jazz, aku menolak mentah-mentah. Saat itu, aku khawatir akan mengantuk dan mati bosan mendengar suara-suara terompet. Bodohnya!

Rasa ingin tahuku mulai meluap justru ketika melihat foto Naga bersama teman-temannya di event Ngayogjazz tahun 2010. Bukan karena jenis musiknya, tapi lebih karena suasananya. Ramai! Penuh! Padat! Kerumunan orang-orang berjejalan, tumplek blek! Itu yang kusuka. Itulah kenapa aku selalu suka festival dan karnaval. Sebab aku suka melihat berbagai macam orang, dari berbagai macam lapisan sosial.

Foto ini yang bikin aku mupeng. Backgroundnya ya, wkwkwkwk

Ow ow, yang kusuka jelas bukan sembarang keramaian. Aku nggak suka keramaian konser band sebab yang akan kujumpai di sana adalah ratusan orang dengan tipe yang sama. Kalau yang manggung band pop, penontonnya ababil-ababil dengan kaos distro, rambut segi, dan poni lempar. Kalau yang manggung band metal-punk, penontonnya punya dandananan yang sama. Rambut Mohawk, celana pensil super ketat dengan banyak pernik, jaket junkies, piercing. Kalau yang manggung band grunge, aku bisa melihat-lihat parade kemeja flannel gratis. Hihihihihi [aslinya aku penggemar kemeja flannel]

Berbekal rasa penasaran [selain karena memang aku jarang jalan bareng Naga yang katanya agak ganteng itu], aku dandan manis dan memakai wedges mungilku. Wedges kebanggaanku, yang sering disebut sepatu peri [ukuran kakiku cuma 36]. Wedges pilihan Babi dengan sol setebal 5 cm. Jangan tiru kebodohanku!!! Lantaran terlalu antusias, aku lupa diri. Berjalan di kerumunan manusia dengan wedges itu sama sekali nggak gampang! Aku janji, tahun depan aku akan pakai sepatu kanvas!

Benar saja, aku kerepotan dan nggak bisa mengimbangi langkah Naga yang lebar. Kami berdua berjalan dari parkiran menuju panggung hampir 1 kilometer jauhnya. Awalnya aku agak menyesal sudah memakai sepatu peri ini, tapi penyesalan itu lenyap begitu mendengar suara MC bersahut-sahutan dalam guyonan konyol berbahasa jawa. Hahaha, khas seniman. Slenge’an.

Setelah naga sibuk menelpon sana-sini, kami memutuskan untuk menghampiri teman-temannya di dekat panggung Horn di Ndalem Sopingen. Saat itu kami berada di tepi lautan manusia di depan panggung Gaog, panggung utama. Beberapa orang kawanku mengirim bbm, mengabarkan bahwa mereka ada di antara lautan manusia itu.

keramaian inilah yang akan kami tembus. Sumber: elafiq.blogdetik.com

Untuk sampai ke panggung Horn, kami harus menembus lautan manusia itu. Aku sedikit gemas melihat Naga yang masih diam dan kebingungan mencari jalan. Dengan nggak sabar, aku menarik tangannya dan nekat menerobos orang-orang. Aku tahu, aku sih sadar diri kalau aku ini kontet. Tapi aku yakin bisa, nyatanya keagresifanku membuahkan hasil. Kami berdua berhasil maju beberapa meter. Belum juga sampai tujuan, Naga menarik lenganku. Aku yang tadinya berjalan di depannya, menggandeng tangannya, kini berbalik posisi. Aku tersembunyi dibalik badannya yang tegap dan tinggi. Ganti tangannya yang menggenggam tanganku. Eh? Batinku. Apa dia nggak suka caraku membuka jalan tadi? Padahal aku membukakan jalan untuknya lho.

Insiden kecil ini terjadi dua kali. Aku berada di depan Naga, menerobos orang-orang dan Naga kembali menarikku ke belakang. Apakah ini soal harga diri? Apakah memang seorang lelaki itu gengsi kalau berada di balik perempuan? Mungkin, pikirku. Sebab Naga juga cerewet setengah mati kalau aku bilang “Kujemput aja di rumahmu”. Dia akan berteriak dan bilang, “Nggak usah! Nggak etis! Cewek kok ngejemput cowok!”. Atau lagi, kalau aku menawarkan diri menyetir paus, beat biruku itu. Aku pengen banget ngeboncengin Naga. Tapi dia selalu menyentak dan beralasan “Nggak Etis ah!”. Atau kalau aku menawarkan diri mengisi pulsa di handphone jadulnya itu. Dia selalu menolak mentah-mentah.

Hla…hla…aku bengong sendiri. Ini zaman kapan sih? Udah bukan zaman nenekku, kan?? Aku hampir saja menuduhnya kolot kalau nggak ingat komentar seorang kawan, “Naga itu orangnya gengsi tinggi.”

Oh…ini toh yang namanya harga diri lelaki?

Mendadak aku teringat komik “Married With Brondong” karya Mira Rahman & Vbi Djenggotten. novel grafis based on true story yang berkisah tentang pernikahan Bo dan Jo ini kocak banget. Jo adalah perempuan karier berumur 32 tahun, memutuskan untuk menikah dengan Bo, brondong lucu yang usianya 7 tahun lebih muda.

Ini nih novel grafis yang oke punya, recommended deh!

Kisah favoritku adalah ketika mereka berdua mempersiapkan pernikahan. Mereka saling berterus terang soal gaji. Jo, sebagai perempuan yang lebih dulu eksis di dunia karier, memiliki gaji 3 kali lipat dari Bo!! Tapi Jo sangat menghargai Bo dan mengatur keuangan rumah tangga hanya dengan uang yang diberi Bo!! So Sweet!

Pelajaran Moral:

Semandiri apapun perempuan, sekuat apapun perempuan, harus tahu diri. Harus tahu bagaimana bersikap dan mempertunjukkan sisi lemahnya pada si lelaki. Sebab, naluri lelaki memang ingin melindungi dan mengayomi. Sebab, naluri perempuan memang ingin dilindungi dan diayomi. Perempuan harus bisa menghormati lelakinya.

He….aku? kenapa aku terobsesi melindungi dan mengayomi? Nggak tahu ya :D

Rabu, 21 Desember 2011

Ke Surga Naek Sepeda


by Black Dandelions on Wednesday, November 17, 2010 at 4:18am


Suatu sore di angkringan belakang lembah UGM...dua orang bego minum es teh sambil saling memukul dahi.

Babi : aku punya cerita. Ada 2 orang pria yang baru saja mati. Keduanya dihampiri malaikat penjaga kubur. Si Malaikat bertanya pada pria A "kamu menikah berapa tahun dan berapa kali kamu selingkuh?" jawab Si A "Aku menikah selama 30 tahun dan selingkuh 3 kali" lalu kata Si Malaikat, 'Oke, kamu kuberi kijang innova untuk pergi ke surga"

Aku : Terus? Yang B??

Babi : Si Malaikat mengajukan pertanyaan yang sama ke pria B. Si B menjawab "Aku menikah selama 50th dan tidak pernah selingkuh" lantas Si Malaikat memberinya sebuah ferarri.

Dalam perjalanan, Si A mendapati pria B berhenti dan menangis dalam ferarriny. Si A bertanya "Kenapa menangis wahai sahabat?" Si B menjawab dengan nada pilu '"Barusan aku melihat istriku berangkat ke surga naik sepeda. Hhuhuhuhu."

Aku terdiam. Mencerna agak lama dan kemudian tertawa sambil menjitak kepala Babi. Setelahnya, kami berpulang ke rumah masing-masing. Cerita di atas seperti cerita Babi yang sangat idiot setia sm satu cewe playgirl yang hobi gonta-ganti pacar [sopo yo??hhaha]. Dalam perjalanan, sambil mengendarai pausku yang bersih dalam kecepatan sedang, terlintas dalam pikiranku sebuah statement konyol.

Sesampainya di rumah, aku kirim SMS untuk Babi "Ndud...NAEK SEPEDA LEBIH SEHAT LHO DARIPADA NAEK FERARRI...WAHAHAHAH"

Jangan Jadi Anak Baik, deh!



Okey, ini cerita konyol salah seorang rekan kerjaku. Sebut saja dia Miss.R. Umurnya hampir 27 tahun. Awal masuk kerja, kukira dia sudah sangat senior lantaran dandanannya persis seperti ibu muda umur 30-an. Eits, bukan karena wajahnya terlihat tua ya. Tapi karena style-nya. Kebetulan aku bekerja di perusahaan media, jadi aku nggak menemui seragam formal seperti rok span dan blazer. Aku sendiri masih setia dengan jeans hitam, kaos oblong, dan sepatu kanvas. Muda banget? Aha!

Dan Miss R, hobi pakai sepatu pantofel hitam. Guys, baca baik-baik, dia pakai pantofel seperti yang biasa digunakan ibu guruku semasa sekolah dulu. Pantofel dengan gaya kaku (dan klasik), bukan wedges, atau high heels, atau stiletto dengan corak dinamis. Aku memang bukan pengamat fashion yang baik, tapi setidaknya beberapa rekan lain beranggapan kalau tampilan Miss.R memang seperti ibu-ibu.

Oke, langsung ke pokok permasalahan. Miss R adalah tipe perempuan baik-baik yang nggak mengenal kata kasar, coffe shop, tempat nongkrong, apalagi rokok, alkohol, dan pacaran. Dia bahkan pertama kali menonton film di bioskop sebulan yang lalu, di usia 26 tahun. Aku berusaha untuk tidak kaget. Padahal dia tinggal di kota, I mean, dia nggak tinggal di desa yang nggak ada akses internet atau tidak terjangkau siaran televisi. Dia terlalu lugu.

Pagi ini, dia memasang status YM [yang notabene dibaca semua karyawan kantor dan sebagian klien perusahaan kami] kurang lebih seperti ini :





"Hari senin jalan macet, hari sabtu liat bokep. Kamu itu sok banget, wajah pas-pasan ngaku paling cakep."


Awalnya aku nggak ‘ngeh’ dengan status itu. Baru setelah seorang rekan nyeletuk, “Miss. R paham arti BOKEP nggak sih? Kok pasang status YM kayak gitu?”

Heboh lah satu kantor. Kami semua penasaran, dan benar dugaan kami, Miss.R cuma copy paste sebuah pantun di web rajagombal.net tanpa tahu arti BOKEP yang sebenarnya. Parah lagi, dia pikir kata itu plesetan dari BOKAP!

Everybody know, bahkan anak SD zaman sekarang-pun sudah tau apa itu bokep a.k.a sepep a.k.a blue film atau istilah lain seperti IGO (Indonesian Girls Only) atau JAV (Japan Adult Video). Selama hampir setengah jam, kantor kami penuh dengan tawa. Sampai beberapa rekan terbatuk dan aku sendiri sakit perut lantaran tertawa terbahak-bahak dalam waktu lama. Hiburan gratis.

Status YM Miss R jadi trending topic selama sehari penuh. Ketika aku dan genk-ku beranjak untuk pergi makan siang, seorang rekan nyeletuk,

“Bayangin ya kalau misal Miss R besok punya anak. Terus anaknya pamit,
Anak Miss R : Mbok, aku pergi dulu
Miss R : Oke, kemana nak?
Anak Miss R : Nonton bokep bareng temen-temen
Miss R : Oh ya, ati-ati di jalan. Mau dikasih sangu nggak?”

Sontak semua yang mendengar kembali tertawa keras. Aduh duh…sangu sabun?? Batinku.

Di zaman sekarang ini, jangan deh jadi orang terlalu baik. Jangan terlalu naïf, sebab dunia nggak seramah yang kita idamkan. Dunia itu keras, banyak penipu, banyak kaum oportunis bertebaran. Sebagai seorang perempuan yang kelak menjadi ibu, aku merasa beruntung punya banyak teman-teman yang hidup besar di jalanan. Maksudku, aku punya teman-teman yang dicap ‘rusak’ atau ‘sampah masyarakat’. Aku bersyukur mengenal mereka, setidaknya aku punya sedikit gambaran bagaimana kondisi yang akan dihadapi anakku kelak. Mengenal kejamnya dunia luar secara otomatis menguatkan jiwa. Itu yang kupelajari.

Pengetahuan tentang segala hal yang berbau negative itu perlu. Ya, sangat perlu. Sebab, di dunia ini akan selalu ada hal-hal negative (dengan standar nilai yang relatif), nggak bisa dihindari. Dan kita perlu mempelajarinya. Okey, cukup pelajari teorinya. Nggak perlu praktek. Sebagai perempuan, kita harus tahu penyebaran video porno, seks di sekolah, seputar narkoba, kriminalitas, vandalism, dan silakan kalau mau lanjut mempelajari degradasi moral dan ideologi. Monggo.

Kalau sekarang sudah banyak moralis berteriak-teriak tentang betapa mengerikannya pergaulan remaja masa kini, apalagi belasan tahun yang akan datang. Okey, umurku sekarang 22 tahun. Sudah mengenal nikotin, alkohol, vandalism, dan beberapa hal negatif lainnya dan sudah mencapai kesimpulan bahwa semua hal itu memang benar rugi adanya. Kalau dulu kumpul kebo, MBA (Married by Accident), aborsi, Sakaw, bla..bla…bla..dianggap tabu, sekarang mulai dianggap trend. Remaja zaman sekarang lebih style oriented dan berusaha keras menjadi eksis, tapi intelektualnya nggak dipelihara. Para Ababil itu hanya akan mendadak cerdas saat berkilah di depan orangtua mereka yang hampir nggak tahu dunia luar seperti apa.

Yak, memang zaman sudah berbeda. Zaman Nyak Babe-ku dengan zamanku saja sudah sangat berbeda. Untuk kasus Miss. R, kami semua [aku dan rekan-rekan yang lain] mengkhawatirkan nasib Miss.R. Orang lugu seperti dia akan mudah sekali ditipu, dikelabuhi, parahnya lagi diperalat untuk kejahatan. Kami hanya bisa berdoa dan mencoba mengajaknya berjalan-jalan melihat dunia luar. Dunia Luar yang belum semuanya kami kenal.

Tuhan, lindungi kami semua. Amin :)




Senin, 19 Desember 2011

Dialog Bodoh

Aku : Hizz...menyebalkan. Cowok bermobil kok kebanyakan belagu. Sok kece, anjing ah!

Naga (sambil konsentrasi ke kertas yang sedang dia gambari) : Nggak juga. Semua cowok itu anjing.

Aku : Iya sih, bener banget.

Naga : Tapi aku anjing yang lucu. [berucap dengan spontan, dengan intonasi seperti anak TK yang bangga. Masih tetap konsentrasi menggambar]

Aku terdiam beberapa detik. Aku menoleh ke arahnya, memegang dagunya yang berjanggut.

"Lucunya anjingku ini... Leviiii....Leviiiii"



-_____-