Kamis, 19 Desember 2013

RESENSI BUKU : Musim Semi Di Paris


Sebagai salah satu bagian dari serial Chicken Soup For the SOul yang sangat terkenal di era 90-an, buku "Chicken soup for the woman's soul: Musim Semi di Paris" ini menjadi pilihan tepat untuk masuk ke dalam tas dan dibaca di sela-sela kesibukan akhir tahun.

Buku ini, layaknya serial lain, berisi puluhan kisah inspiratif, based on true story, yang mengangkat tema perempuan. Yap, perempuan multi ras yang tinggal di Amerika. Mereka, para tokoh di buku ini, hanyalah perempuan-perempuan biasa yang berbagi cerita tentang hidup mereka yang luar biasa. Mereka bukan perdana mentri, bukan istri presiden, tapi mereka seorang istri dan ibu yang bahagia.

Ada cerita tentang cinta Winona. Perempuan ini tidak bisa menikah dengan kekasih pertamanya, yang sangat ia cintai. Karena kehidupan menggariskan pernikahan dengan lelaki lain. Setelah hampir 40 tahun hidup berumah tangga, Winona telah menjadi nenek. Suaminya meninggal, dan ia menjadi janda. Tapi takdir telah mempertemukanny kembali dengan mantan kekasihnya. Di usia yang tak lagi muda, mereka berdua mengikat janji perkawinan untuk selalu setia. Ya, mereka baru bisa bersatu setelah melewati perpisahan yang begitu lama.

Ada juga cerita tentang Teressa. Sampai usia 30-an, ia begitu putus asa pada berat tubuhnya yang mencapai 150 kilogram. Ia menjadi ibu rumah tangga yang rendah diri, tidak aktif dan tidak bisa dibanggakan anak-anak. Ia merasa terpuruk. Namun, ketika usianya hampir memasuki kepala empat, ia mendapatkan semangat baru. Ia menghabiskan hidupnya untuk berjuang melawan obesitas. Ia memimpikan kehidupan baru. Ia meneguhkan keyakinan bahwa ia mampu.

Teressa mulai bereksperimen memasak makanan rendah lemak. Teressa menghabiskan sore untuk berjalan menyusuri padang gandum sejauh 2 mil sambil memegang batang gandum. Sebatang gandum, dalam sejarah Yunani Kuno, adalah lambang kehidupan. Dalam delapan bulan, Teressa berhasil menurunkan berat badan sebanyak 65 kilogram. Ia mulai menulis, menerbitkan buku, mencapai penjualan fantastis dan menjadi pembicara motivasional di berbagai negara bagian. Ya, Teressa berhasil mengubah hidupnya menjadi ibu yang bahagia dan bisa dibanggakan oleh anak-anaknya, di usia 40-an.

Lain Teressa, lain pula Jaquelyn. Jaq mendadak menjadi janda setelah suaminya meninggal dunia. Beban berat menggelayut di pundaknya. Impiannya selama ini untuk menjadi penulis buku terasa mustahil jika mengingat kewajibannya sebagai orangtua tunggal. Bekerja untuk mencari nafkah sekaligus menjadi ibu. Mulanya, Jaq berpikir untuk menghapus impiannya, sebab hampir semua orang terdekatnya menyarankan hidup realistis. Memperoleh pekerjaan tetap, menghabiskan waktu untuk kerja tambahan, semua demi anak-anak. Profesi penulis bukanlah sesuatu yang cukup untuk menghidupi janda tiga anak.

Ingatan tentang almarhum suaminya, diucapkan oleh suaminya yangsakit keras, "Dengar, dalam dua tahun keadaanmu akan jauh berbeda. Kau akan jadi penulis berbakat. Tapi kau mesti yakin, seperti halnya aku yakin akan kemampuanmu." Kalimat itulah yang membuat Jaq membuat jalan hidup baru, ia mengambil beasiswa kursus kepenulisan, menyusun buku, bekerja serabutan dengan upah tak seberapa (hanya cukup untuk hidup sederhana), menerima cibiran orang karena dianggap egois tidak memikirkan anak-anak dan banyak lagi. Jaq berjuang tanpa dukungan, ya, hanya kalimat sugesti dari alhamarhum suaminya yang membuatnya tetap bertahan. Toh akhirnya, Jaq bisa tersenyum penuh kemenangan dan memeluk anak-anaknya dalam kebanggaan sebagai penulis buku best seller.

Buku "Musim Semi di Paris" terbitan gramedia ini sangat enak dibaca. Terjemahan yang baik membuat kita bisa menjiwai cerita-cerita di dalamnya. Kisah-kisah yang pendek membuat buku ini terasa ringan untuk teman minum teh. Membaca satu cerita setiap pagi, bisa membuatmu bersyukur dan bersemangat sepanjang hari. Try it! ^^

Rabu, 11 Desember 2013

Cinta yang universal

Lama nggak menulis tentang Babi. Cowok jangkung manis berkulit putih dengan jumper merah di tahun 2006 lalu sudah banyak berubah. Pacar barunya, seorang gadis nasrani yang suka menggunakan dress manis membuat Babi menjadi cowok stylish dengan brand Hush Puppies. Brand yg tadinya kukira label produk kalung anjing. Hahahaha..,sekarang, Babi menjadi programmer di ibukota, bekerja keras dari pukul enam pagi sampai 9 malam. Workaholic sekali, dan seperti biasa, tanpa keluhan.

Dulu dan sekarang, bagiku, dia masih sama. Ramah dan selalu baik hati. Kami masih bisa bersama, makan dan mengobrol sampai larut. Bedanya, dulu nggak ada kakak Wolverine. Babi bisa akrab dengan lelaki pilihanku sekarang. Lucu, mereka bahkan punya banyak kesamaan selain tubuh jangkung, misalnya kebiasaan 'isik-isik' kaki di kasur kuningku. Mereka sama-sama mengejekku gendut, dan kupikir, mereka sama dewasa dan bijaksananya menghadapi masa lalu.

Kakak Wolverine, sangat bisa memahami alasanku putus dengan Babi. Ia mendukungku yang memilih agama dan Tuhanku. Sikapnya membuat aku semakin jatuh cinta dengan kakak wolverine, pacar yang paling sering menjadi imam sholatku.

Pernah, suatu ketika, kakak wolverine menegurku, "kalau mau boncengan sama Babi nggak apa-apa, Ndut. Aku tahu kok dia cowok baik,". Ia berkata begitu karena melihatku berjalan kaki di samping Babi yang mengendarai mio putihnya. Kami berdua 'berjalan' dari indomaret selatan Tugu Yogyakarta ke angkringan depan kantor pertamina. Aku memilih jalan kaki karena memang berkomitmen gak akan boncengan sm cowok kecuali dalam keadaan terdesak. Kami menghabiskan malam itu dengan ngopi bertiga, membicarakan banyak hal sambil tertawa-tawa.

Begitulah hubungan kami sekarang. Lucu memang. Kami biasa makan malam bersama saat Babi pulang Yogya, kami bisa saling tukar pikiran soal pekerjaan, kakak wolverine bisa konsultasi soal IT, dan banyak lagi. Kondisi ini tak pernah terbayangkan sama sekali.

Butuh waktu bertahun-tahun dan luka dalam untuk bisa menciptakan hubungan baik seperti ini. Aku pernah begitu nekat nge-cheat sahabat Babi (Husky), hanya demi memisahkan diri. Lukai sedalam-dalamnya dan tutup pintu untuk kembali. Kalau tidak begitu, besar kemungkinan kami masih bersama dalam perbedaan yang diam-diam menyakitkan. Aku tahu, tahun itu menjadi tahun yg berat bagi kami. Tapi toh, kini kami bisa berbahagia dengan hidup masing-masing.

Mungkin, inilah yang dimaksud denaan cinta yang universal.....

Minggu, 08 Desember 2013

Inspirasi Senin Pagi



Muda, beda, dan berkarya. Ketiga kata tersebut memang sangat tepat melekat pada diri Khaleili Nungki H, S.E. Lahir di akhir era 80-an, Nungki memiliki kecenderungan yang berbeda dengan anak seusianya. Sejak duduk di Sekolah Dasar, Gadis ini sudah terjun ke dunia wirausaha. Ia menjual apa pun yang bisa menghasilkan uang sendiri. Kemandirian Nungki pastinya menjadi anugrah sekaligus modal tak ternilai untuk masa depan.

Tak selazimnya anak muda, Nungki mengaku jatuh cinta pada batik. Passionnya di dunia bisnis bersinergi dengan kecintaannya pada warisan budaya membulatkan niatnya mendirikan Creative Batik pada tahun 2010. Sejak bangku sekolah, Nungki sudah menghabiskan waktu berjualan pakaian. Memasuki era digital, gadis kelahiran 27 Juli 1989 ini tak mau ketinggalan. Ia merambah bisnis online. Tak disangka, bisnisnya berkembang pesat. 

Dengan modal sebesar Rp 5.000.000,- hasil menabung selama berbisnis online, Nungki membeli peralatan membatik. Perempuan yang tinggal di Selokraman KG III/1069 RT 49/11 , Kotagede, Yogyakarta ini mencoba berbagai macam motif abstrak kontemporer untuk menciptakan keunikan produknya sendiri. Nungki memadukan motif jawa kuno dengan motif-motif abstrak ciptaannya. Untuk urusan warna, ia menggunakan pewarna alami dan sintetis yang diaplikasikan dengan teknik colet. 

Umumnya, kain batik diwarnai dengan sistem celup, kain batik yang sudah diberi motif dan ditutup malam, dicelupkan ke dalam cairan pewarna. Dengan teknik ini,hasil warna yang didapatkan sangat rata karena keseluruhan zat pewarna meresap ke seluruh serat kain. Para pembatik tradisional selalu menggunakan pewarna alami (air rendaman tumbuh-tumbuhan) dengan teknik ini. 

Sementara teknik colet, atau sering juga dikenal sebagai teknik lukis biasa menggunakan pewarna sintetis seperti remasol, naptol, dan indigosol. Kain yang sudah diberi motif menggunakan malam, direntangkan pada spanram. Untuk memgaplikasikan warna, digunakan spon sebagai media. Spons dicelupkan ke larutan pewarna dan disapukan di bagian tertentu. Teknik ini memungkinkan gradasi dan kombinasi warna yang indah. 

Terbukti, hasil eksperimen Nungki banyak diminati masyarakat. Pemilihan warna-warni cerah menjadikan produknya disukai generasi muda. Eksperimen Nungki tak berhenti sampai di situ. Mengingat penggunaan kain batik sangat terbatas, Nungki mencoba membuat produk pakaian jadi. Material katun dan sutra yang sudah disulap menjadi batik cantik, dipotong-potong dan dijahit menjadi kemeja, blaze, blus, sackdress, syal, dan aksesoris. 

Selayaknya dialami pengusaha lain, Nungki dan batik creativenya juga mengalami pasang surut. Di tahun 2012, ketersediaan bahan baku teramat sulit. Pengadaan bahan baku yang seret jelas berdampak langsung pada tahap produksi. Omzet pada tahun itu cenderung merosot. 

Nungki, gadis lajang ini, rupanya sudah terbiasa dengan ritme dunia bisnis yang tak terprediksi. Ujian di tahun 2012 tak membuatnya menyerah dan pasrah. Ia tetap pada impiannya semula. Kegigihannya berbuah  manis. Di awal 2013, keadaan berangsur-angsur membaik. Kegiatan produksi kembali lancar dan omzet terus merangkak naik. 

Saat ini, Creative batik sudah merekrut karyawan sejumlah lima orang dengan kapasitas produksi mencapai 150 pcs per bulan. Dengan sistem promosi offline, berpartisipasi dalam berbagai event tingkat nasional, diimbangi pemasaran online melalui blog www.batikabstrakkontemporer.blogspot.com, Creative Batik sudah menembus pasar internasional. Produk-produknya dipasarkan sampai ke Amerika, Suriname, dan Filiphina. Beberapa galeri di Yogyakarta dan Jakarta telah menjadi pelanggan tetapnya.

Ditanya mengenai omzet rata-rata, Nungki mengaku ia bisa mendapatkan minimal 13 juta setiap bulannya. Untuk meningkatkan penjualan, Nungki melakukan peningkatan kualitas pendukung produk seperti packaging, konsultasi desain dengan konsumen, garansi produk, dan diskon special.

Ditanya mengenai rencana ke depan, Nungki mengaku ingin mengembangkan ragam desain batik sekaligus memperkuat lini pemasaran. Ia tak menampik keinginannya untuk memperbesar kapasitas produksi dan membuat pabrik yang lebih luas lagi sehingga bisa menampung banyak karyawan.

Kehadiran Nungki di ranah perbatikan menjadi angin segar bagi usaha pelesatarian budaya ini. Jiwa dan semangatnya yang masih berkobar akan membuktikan bahwa tradisi bukanlah sesuatu yang identik dengan kaum tua.

Senin, 02 Desember 2013

One step closer....

Dulu....dulu sekali ketika usiaku belum lagi menginjak sepuluh tahun, aku adalah seorang anak perempuan yang hobi membaca, menulis, dan menggambar. Entah ya, mungkin tiga hobi itu adalah bentuk paling dasar dari kesukaan manusia. Ayahku, suka sekali membeli buku-buku cerita. Saat SD, aku membuat majalah sederhana yang dijual murah tak sampai seratus rupiah. Aku dan beberapa teman menggambar (dengan tangan tentunya) dan menulis di beberapa lembar kertas HVS ukuran A4 yang dilipat dua. Master majalah itu kemudian difotokopi dan dijual ketika jumatan. Selain majalah, aku dan adik lelakiku membuat komik dengan teknik yang sama. Fotokopian. Hitam putih dan dijual ke anak-anak TK yang bersekolah di yayasan milik Ayah.

Selain menulis dan menggambar, aku juga suka iseng menggunting dan menjahit. Umurku waktu itu juga belum genap sepuluh tahun ketika aku memotong-motong rok manis warna hijau yang baru dibelikan ibu. Waktu itu, aku ingin sekali membuat baju untuk si boneka barbie. 

Sampai kemudian, aku lupa pada semuanya. Rutinitas harian belajar dan bekerja demi mengaliri sungai kebutuhan membuatku lupa pernah mencintai aktivitas membaca, menulis, dan menggambar. Sekarang, sedih rasanya ketika menyadari bahwa tak satu pun prasasti itu terselamatkan. Majalah fotokopian dan baju-baju barbie, meski lenyap di tumpukan sampah, tapi ternyata terendap di alam bawah sadarku.

Bangun pagi, berangkat ke kantor, bekerja untuk kantong orang lain, kelelahan, pulang, bersenang-senang sambil menghabiskan gaji, lalu tertidur. Begitu terus setiap hari sampai aku nekat resign dan berjanji untuk membahagiakan diri sendiri. Ya, bekerja sekaligus bermain. Bekerja sesuka, sebahagiaku, sesuai dengan apa yang kumau. Hidupku cuma sekali dan aku akan membuatnya jadi yang terbaik, tanpa penyesalan. Jadi kuputuskan, aku ikuti kata hatiku meski tak ada jaminan apapun di depan. Aku hanya yakin, pasti bisa. Toh semua rejeki sudah diatur olehNya. Yang penting halal. 

Dan ternyata, Tuhan benar. Dia sesuai dengan prasangka hambaNya. Bahkan skenarioNya jauh lebih indah. Bermula dari banyaknya waktu luang, aku mulai menjalin hubungan dengan teman-teman lama. Sesuatu yang sangat sulit aku lakukan di tengah aktivitas kantor. Dari kawan-kawan lama, pekerjaan sebagai freelancer mulai berdatangan. Beberapa tawaran masuk, aku pilih yang sesuai dengan passion. Di sisi lain, aku juga menikmati waktu luangku untuk bergabung dengan berbagai program sosial. Dan di sanalah, aku bisa berkenalan dengan orang-orang yang berkualitas. Orang-orang progresif dengan pemikiran dinamis, religiusitas, dan jiwa kemanusiaan yg tinggi. Aku beruntung. 

Tak sampai di situ, waktu luang juga menjadi stimulan untuk berkarya, kembali ke hobi lama. Aku mulai membeli setumpuk buku, membacanya sampai larut malam tanpa khawatir bangun kesiangan. Aku mulai asyik menggambar desain-desain pakaian setelah bangun tidur tanpa takut terlambat masuk kantor. Ya, aku sangat menikmatinya. Aku bisa bebas upload gambar-gambarku dan chatting dengan teman baru sesukaku, tanpa takut dimarahi si bos. Aku bisa bebas tidur siang berjam-jam di kasur kuningku yang mungil, dan bukan di meja keras yang dipenuhi berkas. 

Ketika aku merasa cukup bahagia dengan bisa melakukan apapun yang kusuka, Tuhan kembali berbaik hati. Kesempatan untuk menyusun buku dan merealisasikan desain pakaian datang lewat perantara teman-temanku. Saat ini aku menyusun buku profil yang dicetak secara terbatas untuk para pejabat, kemudian, aku diberi kesempatan untuk mendesain baju batik yang skala produknya sudah internasional...sungguh, semua ini di luar bayanganku. Sepertinya gagasan tentang banyak silaturahim (baca: menjalin pertemanan) banyak rejeki adalah benar adanya. Bagiku, kesempatan adalah rejeki tak ternilai harganya. 



Okay, Tuhan. Aku sangat bahagia dengan hidupku yang sekarang! ^0^ alhamdulillah. Aku semakin yakin, meski jalanku masih sangat panjang dan pasti ada hambatan, aku pasti bisa melaluinya. Selalu, ada harapan.