Kamis, 19 Desember 2013

RESENSI BUKU : Musim Semi Di Paris


Sebagai salah satu bagian dari serial Chicken Soup For the SOul yang sangat terkenal di era 90-an, buku "Chicken soup for the woman's soul: Musim Semi di Paris" ini menjadi pilihan tepat untuk masuk ke dalam tas dan dibaca di sela-sela kesibukan akhir tahun.

Buku ini, layaknya serial lain, berisi puluhan kisah inspiratif, based on true story, yang mengangkat tema perempuan. Yap, perempuan multi ras yang tinggal di Amerika. Mereka, para tokoh di buku ini, hanyalah perempuan-perempuan biasa yang berbagi cerita tentang hidup mereka yang luar biasa. Mereka bukan perdana mentri, bukan istri presiden, tapi mereka seorang istri dan ibu yang bahagia.

Ada cerita tentang cinta Winona. Perempuan ini tidak bisa menikah dengan kekasih pertamanya, yang sangat ia cintai. Karena kehidupan menggariskan pernikahan dengan lelaki lain. Setelah hampir 40 tahun hidup berumah tangga, Winona telah menjadi nenek. Suaminya meninggal, dan ia menjadi janda. Tapi takdir telah mempertemukanny kembali dengan mantan kekasihnya. Di usia yang tak lagi muda, mereka berdua mengikat janji perkawinan untuk selalu setia. Ya, mereka baru bisa bersatu setelah melewati perpisahan yang begitu lama.

Ada juga cerita tentang Teressa. Sampai usia 30-an, ia begitu putus asa pada berat tubuhnya yang mencapai 150 kilogram. Ia menjadi ibu rumah tangga yang rendah diri, tidak aktif dan tidak bisa dibanggakan anak-anak. Ia merasa terpuruk. Namun, ketika usianya hampir memasuki kepala empat, ia mendapatkan semangat baru. Ia menghabiskan hidupnya untuk berjuang melawan obesitas. Ia memimpikan kehidupan baru. Ia meneguhkan keyakinan bahwa ia mampu.

Teressa mulai bereksperimen memasak makanan rendah lemak. Teressa menghabiskan sore untuk berjalan menyusuri padang gandum sejauh 2 mil sambil memegang batang gandum. Sebatang gandum, dalam sejarah Yunani Kuno, adalah lambang kehidupan. Dalam delapan bulan, Teressa berhasil menurunkan berat badan sebanyak 65 kilogram. Ia mulai menulis, menerbitkan buku, mencapai penjualan fantastis dan menjadi pembicara motivasional di berbagai negara bagian. Ya, Teressa berhasil mengubah hidupnya menjadi ibu yang bahagia dan bisa dibanggakan oleh anak-anaknya, di usia 40-an.

Lain Teressa, lain pula Jaquelyn. Jaq mendadak menjadi janda setelah suaminya meninggal dunia. Beban berat menggelayut di pundaknya. Impiannya selama ini untuk menjadi penulis buku terasa mustahil jika mengingat kewajibannya sebagai orangtua tunggal. Bekerja untuk mencari nafkah sekaligus menjadi ibu. Mulanya, Jaq berpikir untuk menghapus impiannya, sebab hampir semua orang terdekatnya menyarankan hidup realistis. Memperoleh pekerjaan tetap, menghabiskan waktu untuk kerja tambahan, semua demi anak-anak. Profesi penulis bukanlah sesuatu yang cukup untuk menghidupi janda tiga anak.

Ingatan tentang almarhum suaminya, diucapkan oleh suaminya yangsakit keras, "Dengar, dalam dua tahun keadaanmu akan jauh berbeda. Kau akan jadi penulis berbakat. Tapi kau mesti yakin, seperti halnya aku yakin akan kemampuanmu." Kalimat itulah yang membuat Jaq membuat jalan hidup baru, ia mengambil beasiswa kursus kepenulisan, menyusun buku, bekerja serabutan dengan upah tak seberapa (hanya cukup untuk hidup sederhana), menerima cibiran orang karena dianggap egois tidak memikirkan anak-anak dan banyak lagi. Jaq berjuang tanpa dukungan, ya, hanya kalimat sugesti dari alhamarhum suaminya yang membuatnya tetap bertahan. Toh akhirnya, Jaq bisa tersenyum penuh kemenangan dan memeluk anak-anaknya dalam kebanggaan sebagai penulis buku best seller.

Buku "Musim Semi di Paris" terbitan gramedia ini sangat enak dibaca. Terjemahan yang baik membuat kita bisa menjiwai cerita-cerita di dalamnya. Kisah-kisah yang pendek membuat buku ini terasa ringan untuk teman minum teh. Membaca satu cerita setiap pagi, bisa membuatmu bersyukur dan bersemangat sepanjang hari. Try it! ^^

Rabu, 11 Desember 2013

Cinta yang universal

Lama nggak menulis tentang Babi. Cowok jangkung manis berkulit putih dengan jumper merah di tahun 2006 lalu sudah banyak berubah. Pacar barunya, seorang gadis nasrani yang suka menggunakan dress manis membuat Babi menjadi cowok stylish dengan brand Hush Puppies. Brand yg tadinya kukira label produk kalung anjing. Hahahaha..,sekarang, Babi menjadi programmer di ibukota, bekerja keras dari pukul enam pagi sampai 9 malam. Workaholic sekali, dan seperti biasa, tanpa keluhan.

Dulu dan sekarang, bagiku, dia masih sama. Ramah dan selalu baik hati. Kami masih bisa bersama, makan dan mengobrol sampai larut. Bedanya, dulu nggak ada kakak Wolverine. Babi bisa akrab dengan lelaki pilihanku sekarang. Lucu, mereka bahkan punya banyak kesamaan selain tubuh jangkung, misalnya kebiasaan 'isik-isik' kaki di kasur kuningku. Mereka sama-sama mengejekku gendut, dan kupikir, mereka sama dewasa dan bijaksananya menghadapi masa lalu.

Kakak Wolverine, sangat bisa memahami alasanku putus dengan Babi. Ia mendukungku yang memilih agama dan Tuhanku. Sikapnya membuat aku semakin jatuh cinta dengan kakak wolverine, pacar yang paling sering menjadi imam sholatku.

Pernah, suatu ketika, kakak wolverine menegurku, "kalau mau boncengan sama Babi nggak apa-apa, Ndut. Aku tahu kok dia cowok baik,". Ia berkata begitu karena melihatku berjalan kaki di samping Babi yang mengendarai mio putihnya. Kami berdua 'berjalan' dari indomaret selatan Tugu Yogyakarta ke angkringan depan kantor pertamina. Aku memilih jalan kaki karena memang berkomitmen gak akan boncengan sm cowok kecuali dalam keadaan terdesak. Kami menghabiskan malam itu dengan ngopi bertiga, membicarakan banyak hal sambil tertawa-tawa.

Begitulah hubungan kami sekarang. Lucu memang. Kami biasa makan malam bersama saat Babi pulang Yogya, kami bisa saling tukar pikiran soal pekerjaan, kakak wolverine bisa konsultasi soal IT, dan banyak lagi. Kondisi ini tak pernah terbayangkan sama sekali.

Butuh waktu bertahun-tahun dan luka dalam untuk bisa menciptakan hubungan baik seperti ini. Aku pernah begitu nekat nge-cheat sahabat Babi (Husky), hanya demi memisahkan diri. Lukai sedalam-dalamnya dan tutup pintu untuk kembali. Kalau tidak begitu, besar kemungkinan kami masih bersama dalam perbedaan yang diam-diam menyakitkan. Aku tahu, tahun itu menjadi tahun yg berat bagi kami. Tapi toh, kini kami bisa berbahagia dengan hidup masing-masing.

Mungkin, inilah yang dimaksud denaan cinta yang universal.....

Minggu, 08 Desember 2013

Inspirasi Senin Pagi



Muda, beda, dan berkarya. Ketiga kata tersebut memang sangat tepat melekat pada diri Khaleili Nungki H, S.E. Lahir di akhir era 80-an, Nungki memiliki kecenderungan yang berbeda dengan anak seusianya. Sejak duduk di Sekolah Dasar, Gadis ini sudah terjun ke dunia wirausaha. Ia menjual apa pun yang bisa menghasilkan uang sendiri. Kemandirian Nungki pastinya menjadi anugrah sekaligus modal tak ternilai untuk masa depan.

Tak selazimnya anak muda, Nungki mengaku jatuh cinta pada batik. Passionnya di dunia bisnis bersinergi dengan kecintaannya pada warisan budaya membulatkan niatnya mendirikan Creative Batik pada tahun 2010. Sejak bangku sekolah, Nungki sudah menghabiskan waktu berjualan pakaian. Memasuki era digital, gadis kelahiran 27 Juli 1989 ini tak mau ketinggalan. Ia merambah bisnis online. Tak disangka, bisnisnya berkembang pesat. 

Dengan modal sebesar Rp 5.000.000,- hasil menabung selama berbisnis online, Nungki membeli peralatan membatik. Perempuan yang tinggal di Selokraman KG III/1069 RT 49/11 , Kotagede, Yogyakarta ini mencoba berbagai macam motif abstrak kontemporer untuk menciptakan keunikan produknya sendiri. Nungki memadukan motif jawa kuno dengan motif-motif abstrak ciptaannya. Untuk urusan warna, ia menggunakan pewarna alami dan sintetis yang diaplikasikan dengan teknik colet. 

Umumnya, kain batik diwarnai dengan sistem celup, kain batik yang sudah diberi motif dan ditutup malam, dicelupkan ke dalam cairan pewarna. Dengan teknik ini,hasil warna yang didapatkan sangat rata karena keseluruhan zat pewarna meresap ke seluruh serat kain. Para pembatik tradisional selalu menggunakan pewarna alami (air rendaman tumbuh-tumbuhan) dengan teknik ini. 

Sementara teknik colet, atau sering juga dikenal sebagai teknik lukis biasa menggunakan pewarna sintetis seperti remasol, naptol, dan indigosol. Kain yang sudah diberi motif menggunakan malam, direntangkan pada spanram. Untuk memgaplikasikan warna, digunakan spon sebagai media. Spons dicelupkan ke larutan pewarna dan disapukan di bagian tertentu. Teknik ini memungkinkan gradasi dan kombinasi warna yang indah. 

Terbukti, hasil eksperimen Nungki banyak diminati masyarakat. Pemilihan warna-warni cerah menjadikan produknya disukai generasi muda. Eksperimen Nungki tak berhenti sampai di situ. Mengingat penggunaan kain batik sangat terbatas, Nungki mencoba membuat produk pakaian jadi. Material katun dan sutra yang sudah disulap menjadi batik cantik, dipotong-potong dan dijahit menjadi kemeja, blaze, blus, sackdress, syal, dan aksesoris. 

Selayaknya dialami pengusaha lain, Nungki dan batik creativenya juga mengalami pasang surut. Di tahun 2012, ketersediaan bahan baku teramat sulit. Pengadaan bahan baku yang seret jelas berdampak langsung pada tahap produksi. Omzet pada tahun itu cenderung merosot. 

Nungki, gadis lajang ini, rupanya sudah terbiasa dengan ritme dunia bisnis yang tak terprediksi. Ujian di tahun 2012 tak membuatnya menyerah dan pasrah. Ia tetap pada impiannya semula. Kegigihannya berbuah  manis. Di awal 2013, keadaan berangsur-angsur membaik. Kegiatan produksi kembali lancar dan omzet terus merangkak naik. 

Saat ini, Creative batik sudah merekrut karyawan sejumlah lima orang dengan kapasitas produksi mencapai 150 pcs per bulan. Dengan sistem promosi offline, berpartisipasi dalam berbagai event tingkat nasional, diimbangi pemasaran online melalui blog www.batikabstrakkontemporer.blogspot.com, Creative Batik sudah menembus pasar internasional. Produk-produknya dipasarkan sampai ke Amerika, Suriname, dan Filiphina. Beberapa galeri di Yogyakarta dan Jakarta telah menjadi pelanggan tetapnya.

Ditanya mengenai omzet rata-rata, Nungki mengaku ia bisa mendapatkan minimal 13 juta setiap bulannya. Untuk meningkatkan penjualan, Nungki melakukan peningkatan kualitas pendukung produk seperti packaging, konsultasi desain dengan konsumen, garansi produk, dan diskon special.

Ditanya mengenai rencana ke depan, Nungki mengaku ingin mengembangkan ragam desain batik sekaligus memperkuat lini pemasaran. Ia tak menampik keinginannya untuk memperbesar kapasitas produksi dan membuat pabrik yang lebih luas lagi sehingga bisa menampung banyak karyawan.

Kehadiran Nungki di ranah perbatikan menjadi angin segar bagi usaha pelesatarian budaya ini. Jiwa dan semangatnya yang masih berkobar akan membuktikan bahwa tradisi bukanlah sesuatu yang identik dengan kaum tua.

Senin, 02 Desember 2013

One step closer....

Dulu....dulu sekali ketika usiaku belum lagi menginjak sepuluh tahun, aku adalah seorang anak perempuan yang hobi membaca, menulis, dan menggambar. Entah ya, mungkin tiga hobi itu adalah bentuk paling dasar dari kesukaan manusia. Ayahku, suka sekali membeli buku-buku cerita. Saat SD, aku membuat majalah sederhana yang dijual murah tak sampai seratus rupiah. Aku dan beberapa teman menggambar (dengan tangan tentunya) dan menulis di beberapa lembar kertas HVS ukuran A4 yang dilipat dua. Master majalah itu kemudian difotokopi dan dijual ketika jumatan. Selain majalah, aku dan adik lelakiku membuat komik dengan teknik yang sama. Fotokopian. Hitam putih dan dijual ke anak-anak TK yang bersekolah di yayasan milik Ayah.

Selain menulis dan menggambar, aku juga suka iseng menggunting dan menjahit. Umurku waktu itu juga belum genap sepuluh tahun ketika aku memotong-motong rok manis warna hijau yang baru dibelikan ibu. Waktu itu, aku ingin sekali membuat baju untuk si boneka barbie. 

Sampai kemudian, aku lupa pada semuanya. Rutinitas harian belajar dan bekerja demi mengaliri sungai kebutuhan membuatku lupa pernah mencintai aktivitas membaca, menulis, dan menggambar. Sekarang, sedih rasanya ketika menyadari bahwa tak satu pun prasasti itu terselamatkan. Majalah fotokopian dan baju-baju barbie, meski lenyap di tumpukan sampah, tapi ternyata terendap di alam bawah sadarku.

Bangun pagi, berangkat ke kantor, bekerja untuk kantong orang lain, kelelahan, pulang, bersenang-senang sambil menghabiskan gaji, lalu tertidur. Begitu terus setiap hari sampai aku nekat resign dan berjanji untuk membahagiakan diri sendiri. Ya, bekerja sekaligus bermain. Bekerja sesuka, sebahagiaku, sesuai dengan apa yang kumau. Hidupku cuma sekali dan aku akan membuatnya jadi yang terbaik, tanpa penyesalan. Jadi kuputuskan, aku ikuti kata hatiku meski tak ada jaminan apapun di depan. Aku hanya yakin, pasti bisa. Toh semua rejeki sudah diatur olehNya. Yang penting halal. 

Dan ternyata, Tuhan benar. Dia sesuai dengan prasangka hambaNya. Bahkan skenarioNya jauh lebih indah. Bermula dari banyaknya waktu luang, aku mulai menjalin hubungan dengan teman-teman lama. Sesuatu yang sangat sulit aku lakukan di tengah aktivitas kantor. Dari kawan-kawan lama, pekerjaan sebagai freelancer mulai berdatangan. Beberapa tawaran masuk, aku pilih yang sesuai dengan passion. Di sisi lain, aku juga menikmati waktu luangku untuk bergabung dengan berbagai program sosial. Dan di sanalah, aku bisa berkenalan dengan orang-orang yang berkualitas. Orang-orang progresif dengan pemikiran dinamis, religiusitas, dan jiwa kemanusiaan yg tinggi. Aku beruntung. 

Tak sampai di situ, waktu luang juga menjadi stimulan untuk berkarya, kembali ke hobi lama. Aku mulai membeli setumpuk buku, membacanya sampai larut malam tanpa khawatir bangun kesiangan. Aku mulai asyik menggambar desain-desain pakaian setelah bangun tidur tanpa takut terlambat masuk kantor. Ya, aku sangat menikmatinya. Aku bisa bebas upload gambar-gambarku dan chatting dengan teman baru sesukaku, tanpa takut dimarahi si bos. Aku bisa bebas tidur siang berjam-jam di kasur kuningku yang mungil, dan bukan di meja keras yang dipenuhi berkas. 

Ketika aku merasa cukup bahagia dengan bisa melakukan apapun yang kusuka, Tuhan kembali berbaik hati. Kesempatan untuk menyusun buku dan merealisasikan desain pakaian datang lewat perantara teman-temanku. Saat ini aku menyusun buku profil yang dicetak secara terbatas untuk para pejabat, kemudian, aku diberi kesempatan untuk mendesain baju batik yang skala produknya sudah internasional...sungguh, semua ini di luar bayanganku. Sepertinya gagasan tentang banyak silaturahim (baca: menjalin pertemanan) banyak rejeki adalah benar adanya. Bagiku, kesempatan adalah rejeki tak ternilai harganya. 



Okay, Tuhan. Aku sangat bahagia dengan hidupku yang sekarang! ^0^ alhamdulillah. Aku semakin yakin, meski jalanku masih sangat panjang dan pasti ada hambatan, aku pasti bisa melaluinya. Selalu, ada harapan.

Minggu, 24 November 2013

Hello, Komandan!

Morning Monday! Seperti biasa, aku menulis di atas kasur. Di pagi hari. Tema minggu ini adalah tentang Guru Kehidupan, sesuai dengan tugas yg diberikan komunitas Pena Merah demi menjaga semangat menulis antar anggota. (Masih boleh gabung lho)

Agak bingung juga menentukan siapa yang akan kutulis, sebab ada banyak sekali guru kehidupan di duniaku yang kecil ini. Mahaguru? Itu Ayah dan aku sudah sering menulis tentangnya. Finally, aku memilih dia yang kusebut 'Komandan'

Nama akun twitter komandan adalah @karmanmove. Untuk kalian yang mengikuti TL para kurir @sedekahrombongan pasti kenal dia. Yup, dia adalah salah satu komandan di SR. Di sana pula aku mengenalnya, sekitar tahun 2012.

Dia memiliki basic yang unik. Selayaknya mahasiswa seni lulusan Institut Seni Indonesia, kehidupannya dulu nggak jauh dari apa yang disebut orang sebagai maksiat. Baginya, alkohol gak lebih dari bergelas-gelas es teh. Pergaulan ala seniman yang cenderung bebas tak beraturan dan gaya bicara seronok pernah ia jalani. Setidaknya, sisa gaya hidup seperti itu masih sedikit kentara saat kami bertemu.

Ada satu cerita lucu tentang bagaimana dia tetap menggunakan hasil jualanannya (yang waktu itu belum begitu terkenal seperti @sidjibatik sekarang) untuk mabuk dan menyedekahkan sisanya. Di satu malam dia menghabiskan nominal tertentu untuk minuman beralkohol, dan malam selanjutnya bersedekah berkali lipat dari nominal yang ia gunakan utk membeli minuman. Itulah proses. Masa transisi.

Banyak cerita suram yang kudengar dari orang tentang masa lalu komandan, tapi dari situlah aku belajar. Masa lalu yang hampir mirip, membuatku merasa senasib. Setidaknya manusia dari dunia gelap yang kehilangan orientasi akhirat seperti kami masih diberi jalan untuk kembali. Toh komandan sudah membuktikan. Dia bisa seperti sekarang.

Komandan yang sekarang adalah seorang juragan batik dengan sedekah super dahsyat. Mengeluarkan uang puluhan juta demi menolong orang sakit yang bahkan tak ia kenal. Pasti karena itulah bisnisnya berjaya, selain karena dia memang pekerja keras. Semasa muda, dia tidak malu untuk berjualan air mineral di perempatan. Wew, aku belum melakukannya dan aku mengeluh tentang hidup ini??? Astaga aku malu!

Senin, 18 November 2013

DEXTER : dia tampan, dia detektif, dia membunuh demi keadilan

Morning Monday! Yey! Apa aku terlihat ceria dan bahagia? Ya memang, karena semalam aku baru saja menyelesaikan deadline tulisan dan pesanan ilustrasi. Lega? Pasti donk....

Menghadapi layar laptop seharian pasti membuat mual, apalagi jika kau kurang makan. Aku mencari selingan mudah dan murah yang sesua hobi: Membaca. Novel detektif merupakan pilihan tepat. Adrenalin yang terpicu akan menstimulasi otak kerdilku untuk menggerakkan jemari di keyboard. 

Namanya DEXTER. dia TAMPAN. dia DETEKTIF. dia MEMBUNUH demi keadilan. Aku sudah jatuh cinta padanya sejak beberapa tahun lalu, di serial pertamanya. Saat itu, dia adalah seorang ahli yang meneliti bercak dan pola darah di TKP. Novel pertamanya menceritakan pembunuh berantai dan tak terduga, ternyata Dexter lah si pelaku.

Sekarang, novel kedua dari triloginya sudah berada dalam genggaman. Cerita diawali dengan dialog antara Dexter dengan si Dark Passenger. Begitu ia menyebut monster dalam dirinya. Analogi mobil dan pengendara gelap menjadi sangat pas untuk menggambarkan Dexter tampan dan anak manis yang memberikan tumpangan pada Penumpang Gelap. Saat malam merangkak naik, kadang si penumpang gelap mengambil alih kemudi dan memutilasi para penjahat kota Miami.

Korban pertama dalam novel ini adalah MacGregor, seorang agen real estate sekaligus pengidap pedhopilia. Dexter dengan mudah menemukan MacGregor karena para korban (anak-anak mungil tak berdosa) berasal dari rumah-rumah yang dibeli dari real estate yang sama. Setelah cukup bukti, Dexter bekerja serapi mungkin memutilasi si penjahat.

MacGregor hanya santapan pembuka. Tak ada kaitannya dengan penjahat sebelumnya, muncul predator lain, paling tidak begitu cara Dexter  menyebutnya. Predator kali ini disinyalirsebagai mantan narapidana dari El Salvador. Penjahat ini bekerja jauh lebih baik dari si detektif tampan dalam hal mutilasi. 

Si Predator adalah seorang dokter. Dokter bedah. Julukannya Dr.Danco. Ia memutilasi korbannya dengan teknik yang sangat rapi, khas dokter. Tanpa banyak darah mencuat dan membiarkan korbannya tidak mati. Hidup! Korbannya hidup dengan tangan, kaki dipreteli. Hidung dan bibir, lidah, serta kelopak mata tercerabut! Tapi korbannya tidak mati sama sekali. Dr.Danco menyuntikkan banyak sekali obat bius agar 'pasien'nya mati rasa tapi tetap sadar atas apa yang terjadi pada dirinya. Dr.Danco meletakkan cermin besar di samping meja bedah.

Batang tubuh itu menjadi seonggok daging (para polisi menyebutnya sayuran) yang hanya bisa mengeluarkan bunyi-bunyian seperti lolongan anjing atau kucing. Hih! Imajinasiku yang paling liar mencoba membangun visualisasi atas semua itu dengan susah payah. Maklum, aku selalu menonton film trasher dengan mata tiga perempat tertutup.

Dr.Danco bukan penjahat biasa, karena para korbannya adalah mantan rekan sekerjanya di satuan khusus ketentaraan. Ada politik dalam kasus ini. Dan aku, sangat suka. Ini tentang Amerika yang menyewakan tentara khususnya untuk menjadi pembantai! (Politik licik Amerika selalu menarik minatku, terlepas itu cerita fiksi atau dokumenter.)

Tak sulit bagi Dex untuk bisa menemukan Dr.Danco. Dexter bisa membaca pikiran Dr.Danco karena mereka memiliki dark passenger dalam diri mereka. Sesama predator mengirimkan sinyal yang hanya bisa dibaca oleh predator lain. Mereka saling mengagumi dalam diam, saling berspekulasi atas langkah selanjutnya dari sang kompetitor. 

Jujur kubilang, novel ini tidak begitu menjijikkan karena sebagian juga menceritakan usaha Dexter untuk 'menikmati' hidup normal, ditaksir rekan sekerja, menggoda anggota divisi lain, punya pacar yang sudah beranak dua, bertunangan (meski tanpa sengaja), dan berpesta lajang. Dexter tampan dan periang, susah percaya kalau dia menikmati kegiatan mengiris dan memotong tanpa suka darah berceceran. 

Tokoh idolaku di novel ini bukan Dexter, tapi Harry, ayah angkatnya yang sudah meninggal. Seorang polisi. Hanyab Harry lah yang bisa meluruskan Dex. Ia tahu monster dalam diri Dex tidak bisa dilenyapkan, maka Harry melakukan cuci otak sedemikian rupa untuk membuat si Monster tetap tenang dan hidup selayakna manusia biasa. Dex akan tetap membunuh, itu harus. Dan Harry memastikan Dex membunuh orang yang tepat. Para penjahat.....tanpa jejak....

Kupikir, dunia yang suram karena munculnya banyak kriminal ini memang membutuhkan Dexter. Dan Harry, kau memang pahlawan!

Minggu, 10 November 2013

Re-Think : ocehan saat stengah sadar



Niatnya, pagi ini pengen garap naskah pasca sholat subuh. Tapi apa daya, ribuan huruf di kepala dan dadaku menyesak minta keluar. Wahahaha....semua ini gara-gara lagu baru yang kudapat dari koordinator Divisi Acara @FKY25 (Festival Kesenian Yogyakarta).

David Guetta feat Sia, dengan dua judul yang manis ‘She Wolf’ dan ‘Titanium’. Jadi, yang kulakukan adalah menyalakan netbook hitam dekilku, memasang speaker hibah dari Kakak wolverine, pilih opsi play, dan kembali ngesot ke kasur memeluk guling. Dengan satu tangan memegang Andro si Robot Ijo tentunya. Tweeting donk biar gak dibilang cupu (Opo sih?).

setelah hampir lima kali putaran (cuma ada dua lagu ini di playlistku), aku bangkit dan memutuskan untuk menulis ini:

Tuhan baik. Dia menciptakan pagi untukku merindukanmu. Bukan siang yang hectic ataupun malam yang lelah dengan tingkat kerumitan pikiran tinggi. 

Setiap orang pasti memiliki waktu tertentu untuk merindukan orang-orang yang disayanginya. Aktivitas padat dan tuntutan hidup yang dahsyat membuat waktu kita habis, pikiran terkuras terus menipis. Dunia nggak selembek dahulu, seperti yang kita jalani saat kecil.  Bagi beberapa orang, 24 jam sehari itu kurang. Bagi beberapa orang, waktu beristirahat adalah impian. Bagi beberapa orang, dunia menjadi jahat karena tak memberi jeda waktu untuk bisa meluapkan kerinduan.

Mayoritas orang zaman sekarang memilih untuk hidup praktis. Segalanya dibuat mudah agar mereka tak kehilangan kesempatan mencari uang. Contoh simplenya, mengirimkan undangan pernikahan via Facebook atau broadcast message. Jika zaman dahulu, orang masih mau bersusah payah mengirimkan undangan dari rumah ke rumah atau mengirimkannya via pos, sekarang mulai tampak jarang. Praktis memang, tapi esensinya jelas beda. Tidak ada kontak langsung di sana. 

Seorang kawan pernah nyeletuk, ‘Aku nggak akan datang ke pernikahannya si A. Masih satu kota aja kok ngundangnya pake Fesbuk.’ Ewh...bagaimana kalau banyak orang lain di luar sana yang berpikiran sama seperti kawanku ini?

Semuanya akan jadi berbeda kalau si A meluangkan waktu untuk mengantarkan sendiri undangannya atau minimal mengutus seseorang. Kawanku itu akan merasa lebih dihargai. Dan ketika kawanku merasa dihargai, kawanku akan mengapresiasi pernikahan si A dengan lebih baik lagi. 

Fenomena an-sos mulai merebak di kota-kota besar. Social media yang mendunia melahirkan istilah ‘mendekatkan yang jauh, menjauhkan yang dekat’ memang benar adanya. Miris ketika melihat beberapa ABG memasuki kedai cookies, duduk bergerombol tapi tak saling ngobrol. Mereka sibuk dengan gadget masing-masing. Yang kemudian terjadi adalah saling tunjuk ke layar gadget satu sama lain.

 Apa ada yg salah? Para orang dewasa sibuk mencari uang demi mencukupi gaya hidup keluarga (bedakan dengan ‘kebutuhan’). Atas nama itu semua, kepraktisan menjadi sesuatu yang bersifat wajib. Teknologi menjadi pondasi. Aktivitas sosial (interaksi langsung) menjadi sesuatu yang rumit dan bertele-tele, bahkan cenderung merepotkan. Ok? Fine! Lalu untuk orang yang beruntung hidup sampai tua (kalau tak mati muda lantaran diabetes atau  serangan jantung) akan merasa kesepian. Karena tak terbiasa bersosial, saat  tua menjelang, mereka kebingungan. Mungkin ini sebabnya, forum-forum keagamaan dibanjiri kaum tua.

Setelah ini semua, tanyakan pada dirimu sendiri. Apa yang akan aku lakukan? Hidup macam apa yang akan aku pilih? 

Berhubung sudah waktunya aku mandi dan kembali bekerja, aku sudahi sampai di sini dulu. Semoga aku masih sempat menulis posting selanjutnya. See u! ^^

Sabtu, 09 November 2013

Hukum dan 'Dilarang Miskin'

Ada yg punya solusi selain 'berharap pemerintah bisa bla...bla...bla...'?
Semuanya berasal dari foto ini (sebuah mobil pickup yg penuh sesak oleh ibu-ibu berkerudung) dan twit seseorang yang dimention ke @infojogja @lalinsleman . Bunyinya kira-kira seperti ini 'Bahaya, jgn ditiru'. 

Aduuuuuh....ngilu sekali ya hati ini ngebacanya. Merasa tergelitik, aku nyamber twit itu. Mencoba menjelaskan kalo sepengetahuanku, mereka naik mobil pickup berjubelan karena memang hanya mampu sewa pickup. Itu pemandangan yg sgt biasa dijumpai di rumah sakit. Biasany kalau ada ttangga yg sakit, warga sekampung akan pergi menengok ke kota. Tolong ya, catet, kalian yg membaca ini bisa membedakan orang desa dengan orang kota. Dari daerah yang benar-benar pelosok (berdasar pengalamanku ikut Sedekah Rombongan) warga patungan untuk beli bensin. Sementara mobilnya, biasanya pinjam tetangga. Mobil ayahku
beberapa kali dipinjam org desa utk hal seperti itu. See? Mereka begitu karena memang dalam kondisi serba terbatas. Mau pake helm? Ya ampun! Nggak semua warga punya motor! Sepeda aja udah tua dan berkarat.....

Akhirnya twitku berbalas 'kan udh diatur di UU Lantas. Masa iya karena masalah budget trus melanggar peraturan?'

Di titik ini aku bersyukur kalau rombongan ibu-ibu itu bisa sampai ke tujuan, gembira, tanpa ditilang polisi. Mungkin polisinya sadar dengan kondisi ekonomi mereka, atau cuek? Whatever. 

Ketika aku menanyakan apa solusi yang tepat untuk masalah seperti ini, si pemilik akun menyarankan untuk menambah iuran agar bisa sewa minibus. Aku yang ngebaca jadi nyesek banget. Baru beberapa hari yang lalu aku blusukan, (cari data untuk kerjaan sih) dan berinteraksi dengan beberapa buruh tani. Buruh tani itu beda lho sama juragan beras. Kakekku punya banyak sawah dan mempekerjakan buruh tani dengan upah yang cukup untuk hidup di Desa. Tapi ketika akhirnya mereka (para buruh) itu harus ke kota, uang yang mereka punya sangatlah tidak seberapa! Urusan sewa minibus itu menjadi sesuatu yang langka bagi mereka! Bedalah sama kita, yang bisa santai mengeluarkan uang sedikit lebih banyak untuk iuran avanza.

Dari sini aku sadar, ada banyak hal yang orang lain nggak tau. Ada banyak hal kulihat, tapi orang lain nggak lihat. Itu berarti, ada lebih banyak lagi hal yang dilihat orang lain, tapi aku nggak lihat. 

Btw, ada yang punya solusi utk masalah seperti ini? Selain berharap pd pemerintah ya!

Hukum dan 'Dilarang Miskin'

Ada yg punya solusi selain 'berharap pemerintah bisa bla...bla...bla...'?
Semuanya berasal dari foto ini (sebuah mobil pickup yg penuh sesak oleh ibu-ibu berkerudung) dan twit seseorang yang dimention ke @infojogja @lalinsleman . Bunyinya kira-kira seperti ini 'Bahaya, jgn ditiru'. 

Aduuuuuh....ngilu sekali ya hati ini ngebacanya. Merasa tergelitik, aku nyamber twit itu. Mencoba menjelaskan kalo sepengetahuanku, mereka naik mobil pickup berjubelan karena memang hanya mampu sewa pickup. Itu pemandangan yg sgt biasa dijumpai di rumah sakit. Biasany kalau ada ttangga yg sakit, warga sekampung akan pergi menengok ke kota. Tolong ya, catet, kalian yg membaca ini bisa membedakan orang desa dengan orang kota. Dari daerah yang benar-benar pelosok (berdasar pengalamanku ikut Sedekah Rombongan) warga patungan untuk beli bensin. Sementara mobilnya, biasanya pinjam tetangga. Mobil ayahku
beberapa kali dipinjam org desa utk hal seperti itu. See? Mereka begitu karena memang dalam kondisi serba terbatas. Mau pake helm? Ya ampun! Nggak semua warga punya motor! Sepeda aja udah tua dan berkarat.....

Akhirnya twitku berbalas 'kan udh diatur di UU Lantas. Masa iya karena masalah budget trus melanggar peraturan?'

Di titik ini aku bersyukur kalau rombongan ibu-ibu itu bisa sampai ke tujuan, gembira, tanpa ditilang polisi. Mungkin polisinya sadar dengan kondisi ekonomi mereka, atau cuek? Whatever. 

Ketika aku menanyakan apa solusi yang tepat untuk masalah seperti ini, si pemilik akun menyarankan untuk menambah iuran agar bisa sewa minibus. Aku yang ngebaca jadi nyesek banget. Baru beberapa hari yang lalu aku blusukan, (cari data untuk kerjaan sih) dan berinteraksi dengan beberapa buruh tani. Buruh tani itu beda lho sama juragan beras. Kakekku punya banyak sawah dan mempekerjakan buruh tani dengan upah yang cukup untuk hidup di Desa. Tapi ketika akhirnya mereka (para buruh) itu harus ke kota, uang yang mereka punya sangatlah tidak seberapa! Urusan sewa minibus itu menjadi sesuatu yang langka bagi mereka! Bedalah sama kita, yang bisa santai mengeluarkan uang sedikit lebih banyak untuk iuran avanza.

Dari sini aku sadar, ada banyak hal yang orang lain nggak tau. Ada banyak hal kulihat, tapi orang lain nggak lihat. Itu berarti, ada lebih banyak lagi hal yang dilihat orang lain, tapi aku nggak lihat. 

Btw, ada yang punya solusi utk masalah seperti ini? Selain berharap pd pemerintah ya!

Sabtu, 31 Agustus 2013

Pelajaran berharga dr ibu penjual pigura

Beberapa hari yang lalu aku ikut Kakak Wolverine ke tempat pembuatan pigura langganannya. Lama menunggu, kami nyaris putus asa. Jelas, karena yang kami hadapi bukan kios besar beratap tapi gerobak biru tanpa peneduh sedikit pun. Hanya dedaunan yang tak rapat dari pohon sebelah yang melindungi kami dari sengatan matahari. Pukul 1 siang. Yogyakarta membara.

Ketika kami meraih helm dan bermaksud untuk pergi, seorang ibu berpayung menahan langkah kami. Agak gemuk, berkulit legam dengan wajah dihiasi flek hitam. Namun senyumnya ramah, menanyakan keperluan kami dan memperkenalkan diri. Ternyta istri si penjual pigura.

Seperti dihipnotis, aku dan Kakak Wolverine duduk di kursi plastik sederhana di bawah pohon, di pinggir jalan raya yang sangat padat dan berisik, terlibat pembicaraan yang asyik. Bagaimana tidak asyik kalau si ibu berhasil menebak banyak aspek kehidupan kami berdua? Seperti dukun saja. Hahahaha....

'Maaf lho sebelumnya, dirimu itu gampang sekali menangis? Betul? Dan kadang kamu nggak tegaan sampai membantu orang yg sebenarny nggak pantas kamu bantu.' Begitu tanya si ibu padaku. 'dan maaf lagi...kali ini agak privasi...orangtuamu sudah beberapa kali mencoba mengenalkan anak sahabatnya atau anak relasi mereka...yaa...dirimu pasti tahu maksud saya...semacam perjodohan?' Aku tersenyum simpul.

'Sedangkan kamu....ayahmu itu seorang hitler. Ayahmu mendidikmu dg tegas dan tiran. Betul?' Begitu tanya si ibu pada kk wolverine. Aku nggak bisa lagi menahan tawa. Apalagi si ibu kembali menebak ,'wajahmu itu pemalu dan nggak romantis.'

Ahahahaha...lupakan soal tebakan-tebakan yang sebagian besar benar itu. Mungkin si ibu pandai membaca karakter lewat gestur tubuh atau expresi orang. Wallahualam.

Satu yg pasti, gaya bicaranya sangat lugas, diselingi bahasa inggris yang fasih, mengesankan tingkat pendidikan yang tak rendah. Ketika ditanya dulu kuliah dimana, si ibu cuma bilang 'saya cuma kuliah di jalanan'. Obrolan mulai bergulir ke ranah hukum karena si ibu sangat tertarik dengan topik 'kenapa sampai sekarang belum lulus juga'nya kk wolverine. Ya...tentang skripsi yg besar kemungkinan membuka [ralat: membuktikan] borok sebuah instansi pemerintahan.

Kami mulai membahas kasus udin yang hampir kadaluarsa itu, lalu kasus KONI DIY, Idham samawi, srikandi Bantul, implementasi undang-undang dan sedikit tentang dunia hukum Amerika. Aku cuma bisa menonton diskusi seru mereka berdua.

Hari menjelang sore. Sepasang anak muda yang sepertiny mahasiswa tingkat awal berhenti di dekat kami. Salah satu dari dua cowok 'masa kini' itu turun dari sepeda motor...meraih tangan si ibu lalu menciumnya. Yak! Sungkem! Setelah sungkem....si cowok metro itu melesat kembali dengan motor maticnya. Merk terbaru.

See? cowok tadi cuma salah satu pelanggan yang suka order pigura di situ. Awalnya pelanggan...tapi akhirnya berlaku seperti keluarga. Hangat dan tak ada jurang sosial terbentang. Ternyata banyak mahasiswa yang sering datang ke rumah si ibu. Sekedar mengobrol, mengantar oleh-oleh, menjenguk anak-anak mereka. Bahkan ketika bapak masuk rumah sakit, ada seorang mahasiswa UII yang menang lomba karya ilmiah menyerahkan hadiah yang ia dapat untuk biaya berobat. Wow! Subhanallah sekali! Aku terkesan. Si ibu lovable banget sih.....

Di perjalanan pulang aku terlibat percakapan

Kakak Wolverine, 'Aku yakin si ibu tadi berpendidikan tinggi. Keliatan dari gaya bicaranya. Tadi juga si ibu bilang pernah kerja kantoran dan si bapak itu dulu bawahannya.'

Aku menyahut, 'Iya....struktur kalimatnya rapi. Dia juga update berita hukum dan politik. Tapi kenapa akhirnya milih jadi penjual pigura pinggiran gitu ya?'

Kakak Wolverine 'pasti ada alasannya sendiri....'

Aku penasaran ingin tahu....

Ps: setiap manusia hidup dengan sebuah alasan fundamental....apa alasan hidupmu?

Pelajaran berharga dr ibu penjual pigura

Beberapa hari yang lalu aku ikut Kakak Wolverine ke tempat pembuatan pigura langganannya. Lama menunggu, kami nyaris putus asa. Jelas, karena yang kami hadapi bukan kios besar beratap tapi gerobak biru tanpa peneduh sedikit pun. Hanya dedaunan yang tak rapat dari pohon sebelah yang melindungi kami dari sengatan matahari. Pukul 1 siang. Yogyakarta membara.

Ketika kami meraih helm dan bermaksud untuk pergi, seorang ibu berpayung menahan langkah kami. Agak gemuk, berkulit legam dengan wajah dihiasi flek hitam. Namun senyumnya ramah, menanyakan keperluan kami dan memperkenalkan diri. Ternyta istri si penjual pigura.

Seperti dihipnotis, aku dan Kakak Wolverine duduk di kursi plastik sederhana di bawah pohon, di pinggir jalan raya yang sangat padat dan berisik, terlibat pembicaraan yang asyik. Bagaimana tidak asyik kalau si ibu berhasil menebak banyak aspek kehidupan kami berdua? Seperti dukun saja. Hahahaha....

'Maaf lho sebelumnya, dirimu itu gampang sekali menangis? Betul? Dan kadang kamu nggak tegaan sampai membantu orang yg sebenarny nggak pantas kamu bantu.' Begitu tanya si ibu padaku. 'dan maaf lagi...kali ini agak privasi...orangtuamu sudah beberapa kali mencoba mengenalkan anak sahabatnya atau anak relasi mereka...yaa...dirimu pasti tahu maksud saya...semacam perjodohan?' Aku tersenyum simpul.

'Sedangkan kamu....ayahmu itu seorang hitler. Ayahmu mendidikmu dg tegas dan tiran. Betul?' Begitu tanya si ibu pada kk wolverine. Aku nggak bisa lagi menahan tawa. Apalagi si ibu kembali menebak ,'wajahmu itu pemalu dan nggak romantis.'

Ahahahaha...lupakan soal tebakan-tebakan yang sebagian besar benar itu. Mungkin si ibu pandai membaca karakter lewat gestur tubuh atau expresi orang. Wallahualam.

Satu yg pasti, gaya bicaranya sangat lugas, diselingi bahasa inggris yang fasih, mengesankan tingkat pendidikan yang tak rendah. Ketika ditanya dulu kuliah dimana, si ibu cuma bilang 'saya cuma kuliah di jalanan'. Obrolan mulai bergulir ke ranah hukum karena si ibu sangat tertarik dengan topik 'kenapa sampai sekarang belum lulus juga'nya kk wolverine. Ya...tentang skripsi yg besar kemungkinan membuka [ralat: membuktikan] borok sebuah instansi pemerintahan.

Kami mulai membahas kasus udin yang hampir kadaluarsa itu, lalu kasus KONI DIY, Idham samawi, srikandi Bantul, implementasi undang-undang dan sedikit tentang dunia hukum Amerika. Aku cuma bisa menonton diskusi seru mereka berdua.

Hari menjelang sore. Sepasang anak muda yang sepertiny mahasiswa tingkat awal berhenti di dekat kami. Salah satu dari dua cowok 'masa kini' itu turun dari sepeda motor...meraih tangan si ibu lalu menciumnya. Yak! Sungkem! Setelah sungkem....si cowok metro itu melesat kembali dengan motor maticnya. Merk terbaru.

See? cowok tadi cuma salah satu pelanggan yang suka order pigura di situ. Awalnya pelanggan...tapi akhirnya berlaku seperti keluarga. Hangat dan tak ada jurang sosial terbentang. Ternyata banyak mahasiswa yang sering datang ke rumah si ibu. Sekedar mengobrol, mengantar oleh-oleh, menjenguk anak-anak mereka. Bahkan ketika bapak masuk rumah sakit, ada seorang mahasiswa UII yang menang lomba karya ilmiah menyerahkan hadiah yang ia dapat untuk biaya berobat. Wow! Subhanallah sekali! Aku terkesan. Si ibu lovable banget sih.....

Di perjalanan pulang aku terlibat percakapan

Kakak Wolverine, 'Aku yakin si ibu tadi berpendidikan tinggi. Keliatan dari gaya bicaranya. Tadi juga si ibu bilang pernah kerja kantoran dan si bapak itu dulu bawahannya.'

Aku menyahut, 'Iya....struktur kalimatnya rapi. Dia juga update berita hukum dan politik. Tapi kenapa akhirnya milih jadi penjual pigura pinggiran gitu ya?'

Kakak Wolverine 'pasti ada alasannya sendiri....'

Aku penasaran ingin tahu....

Ps: setiap manusia hidup dengan sebuah alasan fundamental....apa alasan hidupmu?

Kamis, 25 Juli 2013

Rahasia Awet Muda

Judul yang kupakai mungkin terdengar klise. Ada dimana-mana, tapi faktanya....semua orang terutama perempuan, tetap mengetikkan kata semacam :jurus, rahasia, awet, muda di kolom mesin pencari google...yah...seolah menjadi tua itu aib...

Mendadak aku teringat sebuah iklan krim 'anti aging' di televisi. Si model dengan senyum centilnya memegang produk sambil bilang 'lawan balik tanda-tanda ketuaan'

Lho??? Lho??? Menjadi tua dan keriput itu kodratnya manusia sebagai ciptaan Tuhan, kan? Sama seperti mahluk hidup lainnya. Hewan san tumbuhan....semuanya melewati kelahiran, belia, dewasa dan matang lalu menua dan mati. Lalu kenapa manusia berusaha melawan takdir?

Minggu, 21 Juli 2013

Segelas coffemint dan memory

Lama tak menulis, lama tak mengarang, walhasil hati dan pikiran berasa random banget. Otak kecilku membeku. Perasaanku campur aduk tak karuan. Tak lezat seperti gado-gado atau salad. Aku mulai mengalami disorientasi dan melankolisme akut.....aih...aih...

Atas dasar itulah, aku melawan kantuk dan beranjak ke kedai kopi terdekat. Aku memesan coffemint tanpa kudapan. Yei! Jangan tanya kenapa... selama bulan puasa, badanku menggemuk dan membuat baju-bajuku seketat bungkus lemper.

Dan....malam ini aku akan menulis sedikit tentang sesuatu bernama memory. Yah....ingatan...kenangan...adalah bagian terpenting dalam hidup. Menurutku seperti itu. Karena sesungguhnya manusia-manusia termasuk kita semua hidup di atas susunan memory yang tertata rapi. Sebagian lagi hidup dengan kekacauan memory, ada penderita skizofrenia dan orang-orang gila di sekitar kita. Begitulah hidup.

Ketika kita berusia 12 tahun, kita hidup dengan serpihan ingatan tentang masa TK, teman-teman SD yg jahil, curah manja orangtua, peluk hangat kakek nenek, kenangan nakal ketika membully atau bahkan dibully. Itulah kita. Diri kita.

Ketika kita berusia 21 tahun, kita menyusun ingatan semasa sekolah menengah. Ada cinta pertama yang membekas di hati, ada cerita patah hati, disisipi kisah konyol tentang kenakalan khas remaja, kebanggaan menjadi mahasiswa baru dan dunia orang dewasa.

Memasuki usia 31 tahun, kita mendekap anak kita sambil bercerita tentang masa yang lalu. Yang lucu. Yang inspiratif.  Yang heroik. Yang membanggakan tentunya. Mata bening anak kita berpenjar, meski mungkin ia tak paham dengan ocehan kitaTapi ia tetap mendengarkan.

Nantinya ketika kita menginjak kepala empat, sebagian dari kita akan jadi orangtua yang cerewet. Akan ada banyak kalimat seperti "kalo ayah dulu waktu muda bla...bla..bla..." atau semacam ini "waktu mama kecil dulu bla...bla....bla...." sementara anak kita tertunduk diam lantaran baru saja melakukan kesalahan. Tapi bisa jadi juga, anak kita kelak akan memasang headphone di kepalanya dan melenggang pergi. Cuek. Hahahahahha....

Begitulah. Semuanya menjadi sangat berharga. Kenangan kita adalah hidup kita. Kenangan adalah pelajaran. Memory dipendam dalam kedalaman jiwa dan bisa ditengok sewaktu-waktu saat kita butuh introspeksi.

Ngobrolin soal memory, mendadak aku inget komik-komik jepang favoritku dulu (1995-2000). Ada banyak cerita tentang kapsul waktu. Ketika SD mereka diminta menuliskan rahasia atau impian-impian di selembar kertas. Lalu mereka juga diminta memasukkan barang kesayangan ke dalam kapsul waktu. Yang disebut dengan kapsul waktu adalah benda semacam tong, termos, tumbler, kaleng atau apalah yang bisa memuat gulungan kertas dan pernik-pernik itu. Nantinya, kapsul waktu akan dikubur di dalam tanah dan dibuka bertahun-tahun setelahnya. Seru!

Sekitar tahun 2009, aku dibuat teringat perihal kapsul waktu saat menonton film "Knowing"  yang dibintangi Nicholas Cage. Dalam film itu, kapsul waktu dirancang lebih modern dengan kunci elektrik, kapsul itu tidak akan bisa dibuka sebelum waktu yang ditentukan.

Yey....semua itu seru. Menarik dan mengundang tawa. Aku baru saja membuktikannya. Bukan tentang kapsul waktu lho ya...tapi tentang memory masa lalu. Memang dulunya cerita pedih, sekarang menjadi cerita yang terdengar konyol dan menciptakan tawa berkepanjangan. Menyadari bahwa di masa lalu kita begitu naif, konyol atau bahkan tolol memang memicu tawa. Emm....selain rasa syukur karena berhasil melalu itu semua tentunya.

Tahu apa? Tadi sore sahabatku mengingatkan sebuah 'perjuangan' untuk membuat kejutan ulang tahun Husky dua tahun lalu. Memory yang bahkan aku sendiri tak ingat. Semua lantaran kami harus melewati sebuah studio musik barat Bonbin yang notabene Tempat Kejadian Perkara. Kami tertawa tiada henti. Menertawai kekonyolan masa lalu.

Hai readers.....gimana dengan memorimu? Masih kah kau anggap berharga? Atau cuma angin lalu yang tak penting dan layak dilupakan begitu saja?

:3


kafe sederhana yg nyaman untuk bekerja .
Terletak di pedalaman jogja selatan

Minggu, 07 April 2013

Senin Pagimu, Juji....



Selamat Pagi, ya...selamat pagi. Kamu. Kamu. Dan kamu. Apa ada yang baru di pagi ini? Apa ada yang indah di pagi ini? Juji masih rindu dengkuran belasan menit lalu. Pertanda lelap meski hari tak lagi gelap.

“Kamu sudah bangun?” Juji menoleh sembari melempar senyum kecut pada seonggok bulu di atas tempat tidurnya. Gumpalan bulu itu meregang, menguap. Segar. Kucing ras persia berwarna putih bersih itu kembali menggelung manja, membiarkan pemiliknya sendirian terperangkap dalam duka.

“Ah...kau ini, pemalas sekali.” Juji mendengus. Namun seuntai senyum menghiasi wajah jawanya. Tak rupawan memang. Tak buruk rupa pula. Senyum itu satu-satunya senjata untuk menaklukkan para gadis. Yang entah kenapa, cukup banyak yang kemudian benar-benar jatuh hati padanya.

“Ini hari senin. Dan baru tengah malam tadi aku pulang dari kantor. Menyelesaikan rancangan Hanggar GMF yang katanya sih, terbesar di Asia Tenggara. Lalu kau tahu, Bomb? Setengah jam lagi aku harus beranjak ke kamar mandi, tak sempat berendam. Mandi bebek. Wek...wek....wek.... Selesai berpakaian, aku akan mengambil kunci, berjalan lambat ke garasi sambil menggigit roti tawar. Benar-benar roti tawar polos tanpa olesan selai atau margarin sekalipun. Ah ya, lupa! Aku akan lupa menyiapkan sarapanmu kalau kamu nggak mengeong keras. Begitu, kan, Bomb? Terdengar membosankan?” 

Juji mengelus kepala si kucing, membuatnya makin malas beranjak dari tempat tidur.

“Usiaku hampir kepala tiga, tapi belum ada gadis yang bisa meruntuhkan hatiku. Hahaha.... Aduh, apa kabar anakku? Sudah seberapa besar dia sekarang? Aku tak bisa menengoknya. Petra sepertinya masih dendam. Tapi seharusnya dia tahu diri, suruh siapa dia bisa ditiduri oleh banyak pria. Benar, kan, Bomb? Kalau waktu itu aku menolak menikahinya, bukan salahku. Meskipun ternyata bayi itu benar anak biologisku, toh aku tetap bertanggung jawab membiayai kebutuhannya. Aku cuma malas mempermalukan keluarga besar atau menghabiskan hidup dengan perempuan jalang seperti Petra. Biarpun bajingan, aku tetap ingin menikahi gadis baik. Gadis baik, dan sederhana yang akan mengecupku setiap pagi sambil membawa secangkir kopi.”

Si kucing ngulet dengan cueknya.

“Kamu nggak bosan menemaniku, kan? Kupikir cuma kamu ini satu-satunya makhluk normal yang bisa menanggapi keluhanku dengan serius.”

Bomb, kucing pesek yang dibeli Juji setahun lalu itu menatapnya serius. Oh, sebenarnya kita sendiri tak pernah tahu apakah kucing itu serius atau tidak, tapi tatapan mata coklat yang tajam melegakan Juji. Juji merasa Bomb mendengar curahan hatinya. Terlalu idiot untuk seorang arsitek senior yang sudah merancang puluhan gedung berskala internasional. Begitulah, kadangkala kita butuh bersikap idiot untuk bisa menikmati hidup yang semakin keras ini. 

“Jangan bosan. Jangan mati duluan. Aku bisa mati kesepian. Konyol, kan ya? Aku sudah bosan dengan pesta-pesta. Orangtuaku semakin tua. Tapi lihat hati ini, kosong, Bomb. Tak ada mimpi. Tak ada nama gadis terpatri di sini. Kenapa? Aku tak bisa jatuh cinta? Aku bisa menuruti semua kemauan orangtuaku. Mulai dari bersekolah di SD Internasional, SMP Negri favorit, ikut kelas akselerasi, mengambil jurusan yang mereka arahkan, lalu masuk ke perusahaan yang mereka inginkan. Sudah, semua. Harta benda bisa kuberikan. Tapi cuma satu itu yang tak bisa, pernikahan. Hell....  Bukan tak bisa, hanya belum bisa. Aku sedang menghibur diri.”

Juji mengangkat Bomb ke pangkuannya. Memeluk erat dan mencium hidung peseknya. Bomb terlihat risih, namun ia membiarkan pemiliknya memeluk lebih erat lagi. Kucing itu mencoba berempati.

“Aku kan tak pernah suka meja makan yang kosong. Aku juga tak suka whiteboard yang diisi pesan-pesan konyol dengan gambar titik dua kurung tutup. Aku tak pernah suka tumpukan tiket pesawat di meja kerja ayah ibu. Oh ayolah, aku tak pernah suka yang begitu. Tapi lihat sekarang, aku terjebak. Bahkan aku tak punya hari minggu!”

Bomb mengeong. 

“Kau benar, Bomb. Ini waktunya mandi....”

-tunggu besok pagi-