Selasa, 08 Mei 2012

Thx God...For Make Me Sick :D


Sakit gigi karena geraham bungsu tumbuh? Wew, kalau nggak kapok, bukan aku namanya. Nyaris setiap 2-3 bulan sekali (sejak 3 tahun lalu), aku pasti ijin sakit, demam tinggi, satu pipi bengkak besar dan menjadi pengkonsumsi bubur bayi selama lebih dari seminggu. Apa pasal? Seharusnya setelah sembuh, aku segera operasi gigi, tapi aku bandel dan ‘lupa’ kembali ke dokter.

Bulan ini, Mei 2012, aku menyerah dan mengaku kapok. Bukan karena aku nggak tahan sama sakitnya, tapi lebih karena si demam sangat mengganggu aktivitasku yang seabrek. Oke, karierku mulai beranjak ke jalan yang lebar dan itu berarti aku harus lebih berhati-hati. Kecepatan kerja menjadi salah satu tuntutan. Dan semuanya akan kacau balau kalau si geraham bungsu berulah tanpa peringatan.

Bulan ini, Husky mengantarku ke Dokter Gigi. Oke, aku tahu dia makhluk malam yang memilih apel sekitar pukul stengah 9 daripada sore hari. Aku bisa membuatnya keluar rumah selepas maghrib dan mengantarku ke dokter gigi meskipun dia terus menguap. Ketika aku keluar ruang periksa, kulihat dia tertidur dengan manis di sofa ruang tunggu. Bayangkan, seorang cowok bercelana jeans yg sobek besar di lutut, rambut disemir pirang kemerahan yang campuraduk dengan warna hitam rambut alami, tertidur pulas. Huuuu.... maaf :( 

Si CapCay dan Si FuyungHay
Sepulang dari periksa Gigi, kami makan chinesse food favorit di depan SMU BODA. Dia tanya, “Mau makan apa?”

Kujawab dengan menahan ngilu, “Fuyunghay, pake nasi setengah.”

“Fuyunghay aja, nggak pake nasi.”

“Tapi aku mau pake nasi. Nasinya setengah aja, “ rengekku.

“Nggak boleh. Nggak. Nggak boleh pokoknya.”

“Maunya pake nasi. Dikit aja....”

“Hayooo..nggak usah. Nanti kamu nggak habis.”

Aku merenggut ujung kausnya, “Habis kok. Bener...”

“Nanti aja kalau fuyunghay-nya masih sisa tiga potong baru boleh tambah nasi. Oke?”

Aku menyerah. Aku menurut sajalah daripada berdebat di depan Si Penjual. Dan, bisa ditebak? Ketika Fuyunghay-ku habis separuh, aku merasa sangat kenyang. Perutku penuh, dan aku cuma bisa cengar-cengir sambil mengiris makanan olahan telur itu kecil-kecil. Husky yang melihat cengiranku tertawa penuh kemenangan.

“Nah kan, bener nggak habis.”

“Hehehehe....iya. Bantuin donk. “ kataku. Husky segera memindahkan beberapa potong fuyunghay ke piringnya.

“Jadi, sebenernya kamu sakit itu karena salahmu.”

Hehe, oke seminggu sebelumnya aku memang terkapar dengan tak elit di kost karena e karena...pola diet yang tak sehat. Aku mengurangi porsi makanku menjadi seperempat bagian dari porsi makanku yang biasa. Aku berhenti makan malam. Padahal, cuaca Jogja sedang tak bersahabat dan agenda kerjaku amat sangat padat. Satu hari sebelum jatuh sakit, aku memaksakan diri beraktifiktas dari jam5 pagi sampai jam 9 malam non-stop. Dengan tidur hanya 4 jam sehari, aku merasa sanggup. Tapi ternyata....aku tepar juga. Tekanan pekerjaan membuatku terus berpikir dan sedikit stress. Asam lambungku naik, dan program dietku memperparah keadaan.

Husky mulai cerewet dengan nada galaknya, “Nggak usah pakai diet-diet segala. Gendut ya biarin. Kamu sakit itu karena kamu makan nggak teratur. Kamu jarang makan, kamu jarang makan buah. Nggak mengkonsumsi vitamin. Kamu kurang istirahat. Kamu terlalu maksa. Ngerti?!?”

“Iya...Ngerti,” Aku mengkeret. Kalau udah begini, siapapun nggak akan pernah nyangka kalau Husky itu brondongku. Mahasiswa akademi design yang baru semester 2, sedangkan aku sarjana sastra yang lulus hampir dua tahun lalu. Yah, memang kedewasaan itu benar-benar nggak bergantung usia. 

Sometimes, Husky benar-benar jadi pria dewasaku yang nomor dua. Dia yang nggak mengeluh ketika kuganggu jadwal tidur siangnya, yang selalu datang di saat aku sakit. Meskipun akhirnya dia tetap tidur siang dan aku duduk kebingungan di sampingnya.
Yang sakit sapa yang boci sapa :D

 Dia yang langsung memeluk ketika aku cemberut. Yah, meskipun dia nggak bisa memuji dengan manis. Dia nggak akan bilang, “Makan donk sayang, biar nggak sakit”. Dia akan bilang, “Makan sana!” tapi sambil tersenyum. Dia nggak pernah bilang, “Pacarku manis. Pinter deh udah dapet posisi manajerial di umur segini. Selamat ya, Sayang”. Dia justru bilang, “Nyatanya kamu bisa, kan berhasil di posisi itu dengan cara yang bersih?” (aku baru tahu belakangan kalau ternyata kalimat bernada keras ini dia maksudkan sebagai pujian).

Ternyata, sakit gigiku, juga sakit lambung membuatku bisa melihat satu sisi lain Husky yang makin mirip ayahku. Thx God, for make me sick :D