Rabu, 16 November 2011

Cerita Jadul Zaman Seragam Merah Putih

Baru gabung di KBJ (Komunitas Blogger Jogja) belum lama, dan sering bolos alias nggak ngikutin perkembangan gara-gara sibuk kerja, tiba-tiba dapet PR dari Kak Iwan restiono. Padahal ya aku ini masi bego-bego banget untuk urusan blogging. Taunya nulis-nulis-nulis dan buang sampah di otak. Tapi PR kali ini tetep harus aku kerjain. Secara ya dari dulu aku ini siswa yang rajin ngumpul tugas walaupun sering bolos (lho? Bisa? Nyatanya bisa tuh)

SD paling elite se-Jogja

Ayahku yang paling TOP itu adalah seorang akademisi dan praktisi pendidikan. So, bagi beliau, pendidikan adalah yang nomor satu. Ilmu pengetahuan yang dikolaborasikan dengan ilmu agama dan dikemas secara modern menjadi titik tolak pemikiran beliau. Zaman dulu sih, waktu beliau baru-baru menyandang gelar Drs dan belum sempat mendirikan SD sendiri, beliau nekat menitipkan aku di SD Muhammadiyah Sapen. SD yang waktu itu (sampai sekarang juga) adalah Sekolah elit yang uang masuknya terhitung MAHAL, dan isinya anak-anak ORANG KAYA. Alasannya cuma satu: Pengen anaknya dapat pendidikan terbaik dan berkualitas. (Sayang banget deh sama Ayah T.T) 

1994: Wujud bangunan sekolah tercinta

Kalian tau nggak? Waktu itu ayahku cuma punya satu toko material kecil, itu pun masih NGONTRAK. Waktu itu ayahku cuma punya mobil Chevrolet tua yang sudah pantas didaur ulang saking rongsoknya. Ranger kuning namanya. Kalau aku diantar sekolah pakai mobil itu, bakal kelihatan deh aku ini miskin. Habisnya, mobil-mobil lain mewah dan kinclong sih.

Bersekolah di sekolah orang-orang kaya ngebuat aku terlihat mencolok. Mencolok karena paling kucel dan nggak kinclong maksudnya. Mulai dari sepatu, tas, mukena, sampai jenis snack yang dimakan waktu istirahat memperlihatkan banget kalau aku ini anak orang biasa-biasa aja. Minder? Jelas donk ya. Namanya juga anak kecil, belum bisa mikir logis. Akhirnya aku jadi anak yang pendiam dan nggak banyak omong. Kalem gitu deh.

Mencongak? Oh Tidak!

Ingatanku itu pendek. Sangat pendek malah. Ini emang penyakit yang lumayan berbahaya. Tapi aku terima apa adanya. Jangankan nama teman-teman SD, nama teman-teman SMA aja udah banyak yang lupa.

Nah, kejadian membingungkan yang kuingat sampai sekarang adalah kejadian waktu kelas 6 SD. Waktu itu aku lumayan pintar dan bisa masuk kelas 6A1 (dibuat tingkatan sesuai prestasi akademik. 6A yang paling pintar, 6F yang paling bodoh). Setiap pelajaran matematika, ada yang namanya “mencongak”.

Apa itu mencongak? Mencongak adalah ketika guru menyebutkan pertanyaan hitungan, si murid harus menjawab dengan super cepat. Kalau si murid telat menjawab alias berpikir lambat, dia akan kena hukuman. So, mencongak ini semacam pertaruhan harga diri. Kebodohanmu akan terpublikasikan dengan jelas. Aku sebagai pendatang baru (dan nggak bertahan lama) di 6A1 jelas ketakutan. Itu kelas dengan strata tertinggi, aku ini sadar diri, bukan anak genius yang pintar matematika. Aku selalu berkeringat dingin dan gugup setiap kali mencongak dimulai.

Aku ingat, waktu itu Pak (Tuh kan aku lupa namanya) Guru Matematika memberiku pertanyaan, “7x6 berapa?” waktu itu aku spontan menjawab 42. Tapi entah kenapa beberapa orang teman mendengarku bilang 48. ARGHH!! Super parah!! Aku yakin sekali menjawab 42. Tapi beberapa benar-benar yakin telinga mereka mendengar kata 48!! Apa-apaan nih?? Undefined feelings banget waktu itu sampai aku nyaris menangis.

Apa aku hampir diculik??

Kisah yang satu ini juga nyaris nggak bisa kulupakan. Waktu aku kelas 6 SD, adek laki-lakiku juga sekolah si SD Muhammadiyah Sapen ini. Waktu itu dia kelas 3 SD. Kami biasa pulang bareng, nunggu jemputan bareng.

Suatu hari, kami berdua seperti biasa, duduk di depan sekolah. Mengunggu Ayah datang dengan Ranger Kuningnya. Semenit, dua menit. Sejam, dua jam. Sekolah mulai sepi, nggak ada lagi murid yang tersisa. Cuma tinggal guru piket. Kami masih setia menunggu.

Tiba-tiba Guru Piket mendekati kami. “ Aya sama Fii? Tadi ada telpon dari Ayah. Katanya beliau nggak bisa jemput karena harus layat, terus nanti disuruh ikut mobil sedan hitam. Itu mobil temennya Ayah kalian. Mobilnya lagi berangkat ke sini.”

Aku saling berpandangan dengan adekku. Kemudian mengangguk paham padahal kami hanya pura-pura paham. Sesungguhnya kami sangat bingung. Sedan hitam? Kalau nggak bisa jemput kami, biasanya Ayah menyuruh kakak sepupu kami untuk ganti menjemput. Dan itu selalu dengan motor, nggak pakai sedan hitam. Soalnya waktu itu saudara-saudaraku nggak ada yang pakai sedan.

Tapi kami tetap setia menunggu.

Selang agak lama, Ranger Kuning muncul lengkap dengan wajah keeling Ayah dan cengirannya yang unik itu. Menampakkan giginya yang putih bersih.

“Ayah, kok telat?”

“Maaf tadi lagi ngirim barang. Tapi alamatnya agak susah, jadi lama deh.” (Ayahku dulu pemilik toko merangkap karyawan merangkap supir juga)

“Iya…” Aku dan adikku naik ke jok depan (Ya iyalah! Namanya juga mobil bak terbuka, mana ada jok belakang!)

“Katanya layat? Trus yang mau jemput pakai mobil sedan siapa?” Adekku langsung tanya ceplas ceplos.

“Layat?” Ayahku bingung. Aku lihat beliau pakai kaos yang penuh noda tanah liat dan peluh. Jelas bukan tampilan seseorang yang baru pulang melayat.

“Kan tadi Ayah nelpon. Bilang layat, trus aku sama mbak Aya mau dijemput pakai sedan hitam sama temennya Ayah.”

Kira-kira begitu percakapan kami. Sudah aku rekonstruksi sedemikian rupa. Maklum, kejadiannya sudah belasan tahun lalu.

Waktu aku SMU, aku ungkit cerita itu lagi. Ayah cuma tersenyum dan bilang, “Untung kalian nggak jadi diculik.”

Inget, kan? Ayahku dulu seorang organisatoris garis keras yang menentang Orde Baru habis-habisan. Inget, kan? Ayahku pernah dipenjara gara-gara menolak azas tunggal Pancasila. Organisasinya pernah diblacklist pemerintah Soeharto. Waktu SMU juga (pasca Orde Baru tumbang) aku baru tahu nama asli ayahku. Ternyata nama yang biasa beliau pakai itu nama palsu!!! Beliau memakai nama palsu sebab nama asli beliau terdaftar di TO pemerintah Soeharto!!!

Astaga!! Kalau waktu itu ayahku datang terlambat, entah apa jadinya kami berdua.

7 komentar:

  1. oh... dramatis banget ceritanya... hiks hiks...

    BalasHapus
  2. Weh, jadi inget dulu juga ada pelajaran mencongak. Matematika sama sejarah yang paling sering. Saya selalu dapet diatas 80 lho. Hihihi...

    Kalo saya dulu aman-aman aja, ayah saya bukan orang penting, bukan siapa-siapa malah. Hehehehe...

    Btw, udah tahu cara bikin link/tautan, nona? PR nya diterusin ke teman blogger yang lain dong.

    BalasHapus
  3. @vicky : wkwkwkwk asli skenario Tuhan YME ^^

    @12-Harmony : belum tau caranya bikin tautan...gimana caranya?? apa bloggernya harus anak KBJ?? followerku masih dikit soalnya kak *bingung bgt

    BalasHapus
  4. Ini cara bikin tautan: http://piss-blogger.blogspot.com/2010/01/cara-membuat-link-atau-tautan-di.html

    Blogger yang lain tidak harus anak KBJ kok. Yang penting dia blogger. :)

    BalasHapus
  5. wah..wah...cerita bag akhirnya kaya di film aja..

    BalasHapus
  6. wow ceritanya dasyat euy.. apalgi pas yg mw di culik, ihihiihiii..


    Suskes slalu aja deh buat mba, btw baca jg PR ku ya mba.. http://anestumorang.blogspot.com/2011/11/cerita-waktu-sd.html





    Salam bloggernes

    BalasHapus
  7. Ceritanya keren, sayang anti klimaks,,

    BalasHapus