Sabtu, 31 Agustus 2013

Pelajaran berharga dr ibu penjual pigura

Beberapa hari yang lalu aku ikut Kakak Wolverine ke tempat pembuatan pigura langganannya. Lama menunggu, kami nyaris putus asa. Jelas, karena yang kami hadapi bukan kios besar beratap tapi gerobak biru tanpa peneduh sedikit pun. Hanya dedaunan yang tak rapat dari pohon sebelah yang melindungi kami dari sengatan matahari. Pukul 1 siang. Yogyakarta membara.

Ketika kami meraih helm dan bermaksud untuk pergi, seorang ibu berpayung menahan langkah kami. Agak gemuk, berkulit legam dengan wajah dihiasi flek hitam. Namun senyumnya ramah, menanyakan keperluan kami dan memperkenalkan diri. Ternyta istri si penjual pigura.

Seperti dihipnotis, aku dan Kakak Wolverine duduk di kursi plastik sederhana di bawah pohon, di pinggir jalan raya yang sangat padat dan berisik, terlibat pembicaraan yang asyik. Bagaimana tidak asyik kalau si ibu berhasil menebak banyak aspek kehidupan kami berdua? Seperti dukun saja. Hahahaha....

'Maaf lho sebelumnya, dirimu itu gampang sekali menangis? Betul? Dan kadang kamu nggak tegaan sampai membantu orang yg sebenarny nggak pantas kamu bantu.' Begitu tanya si ibu padaku. 'dan maaf lagi...kali ini agak privasi...orangtuamu sudah beberapa kali mencoba mengenalkan anak sahabatnya atau anak relasi mereka...yaa...dirimu pasti tahu maksud saya...semacam perjodohan?' Aku tersenyum simpul.

'Sedangkan kamu....ayahmu itu seorang hitler. Ayahmu mendidikmu dg tegas dan tiran. Betul?' Begitu tanya si ibu pada kk wolverine. Aku nggak bisa lagi menahan tawa. Apalagi si ibu kembali menebak ,'wajahmu itu pemalu dan nggak romantis.'

Ahahahaha...lupakan soal tebakan-tebakan yang sebagian besar benar itu. Mungkin si ibu pandai membaca karakter lewat gestur tubuh atau expresi orang. Wallahualam.

Satu yg pasti, gaya bicaranya sangat lugas, diselingi bahasa inggris yang fasih, mengesankan tingkat pendidikan yang tak rendah. Ketika ditanya dulu kuliah dimana, si ibu cuma bilang 'saya cuma kuliah di jalanan'. Obrolan mulai bergulir ke ranah hukum karena si ibu sangat tertarik dengan topik 'kenapa sampai sekarang belum lulus juga'nya kk wolverine. Ya...tentang skripsi yg besar kemungkinan membuka [ralat: membuktikan] borok sebuah instansi pemerintahan.

Kami mulai membahas kasus udin yang hampir kadaluarsa itu, lalu kasus KONI DIY, Idham samawi, srikandi Bantul, implementasi undang-undang dan sedikit tentang dunia hukum Amerika. Aku cuma bisa menonton diskusi seru mereka berdua.

Hari menjelang sore. Sepasang anak muda yang sepertiny mahasiswa tingkat awal berhenti di dekat kami. Salah satu dari dua cowok 'masa kini' itu turun dari sepeda motor...meraih tangan si ibu lalu menciumnya. Yak! Sungkem! Setelah sungkem....si cowok metro itu melesat kembali dengan motor maticnya. Merk terbaru.

See? cowok tadi cuma salah satu pelanggan yang suka order pigura di situ. Awalnya pelanggan...tapi akhirnya berlaku seperti keluarga. Hangat dan tak ada jurang sosial terbentang. Ternyata banyak mahasiswa yang sering datang ke rumah si ibu. Sekedar mengobrol, mengantar oleh-oleh, menjenguk anak-anak mereka. Bahkan ketika bapak masuk rumah sakit, ada seorang mahasiswa UII yang menang lomba karya ilmiah menyerahkan hadiah yang ia dapat untuk biaya berobat. Wow! Subhanallah sekali! Aku terkesan. Si ibu lovable banget sih.....

Di perjalanan pulang aku terlibat percakapan

Kakak Wolverine, 'Aku yakin si ibu tadi berpendidikan tinggi. Keliatan dari gaya bicaranya. Tadi juga si ibu bilang pernah kerja kantoran dan si bapak itu dulu bawahannya.'

Aku menyahut, 'Iya....struktur kalimatnya rapi. Dia juga update berita hukum dan politik. Tapi kenapa akhirnya milih jadi penjual pigura pinggiran gitu ya?'

Kakak Wolverine 'pasti ada alasannya sendiri....'

Aku penasaran ingin tahu....

Ps: setiap manusia hidup dengan sebuah alasan fundamental....apa alasan hidupmu?

Pelajaran berharga dr ibu penjual pigura

Beberapa hari yang lalu aku ikut Kakak Wolverine ke tempat pembuatan pigura langganannya. Lama menunggu, kami nyaris putus asa. Jelas, karena yang kami hadapi bukan kios besar beratap tapi gerobak biru tanpa peneduh sedikit pun. Hanya dedaunan yang tak rapat dari pohon sebelah yang melindungi kami dari sengatan matahari. Pukul 1 siang. Yogyakarta membara.

Ketika kami meraih helm dan bermaksud untuk pergi, seorang ibu berpayung menahan langkah kami. Agak gemuk, berkulit legam dengan wajah dihiasi flek hitam. Namun senyumnya ramah, menanyakan keperluan kami dan memperkenalkan diri. Ternyta istri si penjual pigura.

Seperti dihipnotis, aku dan Kakak Wolverine duduk di kursi plastik sederhana di bawah pohon, di pinggir jalan raya yang sangat padat dan berisik, terlibat pembicaraan yang asyik. Bagaimana tidak asyik kalau si ibu berhasil menebak banyak aspek kehidupan kami berdua? Seperti dukun saja. Hahahaha....

'Maaf lho sebelumnya, dirimu itu gampang sekali menangis? Betul? Dan kadang kamu nggak tegaan sampai membantu orang yg sebenarny nggak pantas kamu bantu.' Begitu tanya si ibu padaku. 'dan maaf lagi...kali ini agak privasi...orangtuamu sudah beberapa kali mencoba mengenalkan anak sahabatnya atau anak relasi mereka...yaa...dirimu pasti tahu maksud saya...semacam perjodohan?' Aku tersenyum simpul.

'Sedangkan kamu....ayahmu itu seorang hitler. Ayahmu mendidikmu dg tegas dan tiran. Betul?' Begitu tanya si ibu pada kk wolverine. Aku nggak bisa lagi menahan tawa. Apalagi si ibu kembali menebak ,'wajahmu itu pemalu dan nggak romantis.'

Ahahahaha...lupakan soal tebakan-tebakan yang sebagian besar benar itu. Mungkin si ibu pandai membaca karakter lewat gestur tubuh atau expresi orang. Wallahualam.

Satu yg pasti, gaya bicaranya sangat lugas, diselingi bahasa inggris yang fasih, mengesankan tingkat pendidikan yang tak rendah. Ketika ditanya dulu kuliah dimana, si ibu cuma bilang 'saya cuma kuliah di jalanan'. Obrolan mulai bergulir ke ranah hukum karena si ibu sangat tertarik dengan topik 'kenapa sampai sekarang belum lulus juga'nya kk wolverine. Ya...tentang skripsi yg besar kemungkinan membuka [ralat: membuktikan] borok sebuah instansi pemerintahan.

Kami mulai membahas kasus udin yang hampir kadaluarsa itu, lalu kasus KONI DIY, Idham samawi, srikandi Bantul, implementasi undang-undang dan sedikit tentang dunia hukum Amerika. Aku cuma bisa menonton diskusi seru mereka berdua.

Hari menjelang sore. Sepasang anak muda yang sepertiny mahasiswa tingkat awal berhenti di dekat kami. Salah satu dari dua cowok 'masa kini' itu turun dari sepeda motor...meraih tangan si ibu lalu menciumnya. Yak! Sungkem! Setelah sungkem....si cowok metro itu melesat kembali dengan motor maticnya. Merk terbaru.

See? cowok tadi cuma salah satu pelanggan yang suka order pigura di situ. Awalnya pelanggan...tapi akhirnya berlaku seperti keluarga. Hangat dan tak ada jurang sosial terbentang. Ternyata banyak mahasiswa yang sering datang ke rumah si ibu. Sekedar mengobrol, mengantar oleh-oleh, menjenguk anak-anak mereka. Bahkan ketika bapak masuk rumah sakit, ada seorang mahasiswa UII yang menang lomba karya ilmiah menyerahkan hadiah yang ia dapat untuk biaya berobat. Wow! Subhanallah sekali! Aku terkesan. Si ibu lovable banget sih.....

Di perjalanan pulang aku terlibat percakapan

Kakak Wolverine, 'Aku yakin si ibu tadi berpendidikan tinggi. Keliatan dari gaya bicaranya. Tadi juga si ibu bilang pernah kerja kantoran dan si bapak itu dulu bawahannya.'

Aku menyahut, 'Iya....struktur kalimatnya rapi. Dia juga update berita hukum dan politik. Tapi kenapa akhirnya milih jadi penjual pigura pinggiran gitu ya?'

Kakak Wolverine 'pasti ada alasannya sendiri....'

Aku penasaran ingin tahu....

Ps: setiap manusia hidup dengan sebuah alasan fundamental....apa alasan hidupmu?