Selasa, 20 September 2011

Artikel Lawas ttg Ariel... gk jauh dr wacana rok mini...

                                                Saya Bukan Pembela Ariel….

                Ketika saya sedang asyik ber-facebook ria, seorang teman mengirim pesan online yang berbunyi, “video Cut Tari mantap”. Saya cuma geleng-geleng kepala melihat ulah teman sekampus saya ini. Kenyataannya belum lama ini masyarakat memang sedang heboh membicarakan video adegan mesum Ariel-Luna. Video yang direkam melalui kamera ponsel itu langsung menjadi top download di semua kalangan, mulai dari pelajar, mahasiswa, sampai para pegawai negri. Maklum saja, kedua orang itu, Ariel dan Luna Maya sama-sama public figure yang sedang naik daun. Status facebook-pun banyak berkomentar mengenai peristiwa memalukan ini. Belum sempat mereda, Ariel kembali dipermalukan oleh video (lagi-lagi adegan mesum) dengan orang yang disinyalir sebagai Cut Tari.

                Nama Ariel menuai banyak celaan mulai dari “The Next Pornstar” sampai nama besar Peterpan yang  diplesetkan menjadi Peterporn. Banyak pihak menuding Ariel sebagai pria amoral mengingat statusnya sebagai duda, sedangkan Luna Maya sendiri masih lajang. Sementara itu Cut Tari telah bersuami. Sungguh skandal yang memalukan. Terjadi perdebatan seru ketika muncul wacana untuk menyeret Ariel ke meja hijau. Sang vokalis tersebut sedianya akan dijerat undang-undang anti pornografi-pornoaksi sebagai tersangka ‘pembuat’ video porno. Jika benar terbukti pelaku adegan sex dalam kedua video tersebut adalah Ariel, bukan tidak mungkin wacana di atas menjadi kenyataan.

                Beberapa pihak mencoba membela Ariel dengan mengatakan bahwa video-video tersebut merupakan koleksi yang dibuat demi kepuasan pribadi, bukan untuk dikomersilkan.  Jadi dalam posisi ini, Ariel dan kedua wanitanya tersebut menjadi korban dan tidak berhak diberi sangsi. Pengedarnya-lah yang harus ditangkap dan dihukum.  Pernyataan tersebut sungguh sangat menggelitik batin saya.

                Inikah pola pikir seorang anak bangsa? Apa perzinahan sudah mencapai batas halal sehingga pantas dimaklumi? Dengan kata lain, zina dan selingkuh itu boleh asal tidak ketahuan. Seseorang berhak melakukan hubungan seksual dengan kekasihnya walaupun belum menikah dan bebas merekamnya selama menjadi koleksi pribadi. Alangkah anehnya. Moralitas tampaknya menjadi sesuatu yang terlupakan di dunia glamour selebriti.

Belum lama ini Indonesia diguncang polemik RUU Poligami dan nikah siri. Poligami dianggap sebagai solusi atas kebutuhan sex pria yang mulai hyper. Satu tubuh tak cukup, daripada menyewa pelacur lebih baik menikah siri, mungkin itulah yang terpikir dalam benak para pelaku poligami. Para pelaku poligami ini kemudian mendapatkan reaksi keras dari para feminis. Mereka dituduh melakukan diskriminasi terhadap kaum perempuan. Yang bisa saya lihat dalam dua kasus di atas adalah satu hal, yaitu sex. Ariel adalah seorang Hypersex.

                Hypersex adalah kelainan seksual yang membutuhkan lebih dari seorang perempuan sebagai pemuas birahinya. Dalam konteks medis, indikasi hypersex bukanlah banyaknya frekuensi kegiatan seksual seseorang, melainkan tingkat kepuasan yang diperoleh. Seorang hypersex tidak pernah merasa puas dan selalu membutuhkan objek yang baru. Hypersex dapat disebabkan oleh faktor fisik maupun psikologis. Faktor fisik yang mempengaruhi misalnya gangguan metabolisme tubuh maupun kelainan hormon. Sedangkan faktor psikologis yang mempengaruhi misalnya trauma dan perubahan pola pikir.

                Poin terakhir inilah yang mengusik pikiran saya. Perubahan pola pikir macam apakah yang dimaksud? Perubahan pola pikir selalu memiliki hubungan kausalitas dengan perubahan sosial masyarakat sekitarnya. Lalu dalam benak saya bermunculan artis-artis muda yang seksi, dengan hotpants dan baju Sabrina (baju dengan belahan dada rendah dan bahu terbuka). Perempuan-perempuan seolah berlomba memperlihatkan bentuk payudara mereka. Kompetisi ini tidak memandang tempat. Rok sekolah dipendekkan, seragam sekolah dibuat seketat mungkin. Kampus tak ubahnya sebuah catwalk tempat parade busana. Kantor-kantor swasta memberikan kelonggaran bagi karyawannya untuk memodifikasi seragam kerja. Di mall-mall dan pusat perbelanjaan, paha-paha yang putih mulus bertebaran seolah minta dielus. Di dunia selebritis (dunia dimana Ariel, Luna dan Cut Tari tinggal), pemandangan yang terlihat jauh lebih ektrim. Mini-dress dan gaun berdada rendah seolah menjadi pakaian wajib para aktris.


                Jika dahulu para pria harus repot-repot mengeluarkan banyak uang untuk menikmati tubuh perempuan, maka sekarang ada cara yang lebih efektif. Perempuan-perempuan muda bergaun mini bisa ditemui dimana saja, tidak hanya di tempat pelacuran. Setelah memasang target, para pria menempuh langkah selanjutnya. Bermodal rayuan dan sedikit perhatian (Ariel adalah seorang vokalis band pop yang pasti tahu bagaimana mengolah kata-kata manis yang membius para perempuan), lalu diformasikan dengan kata cinta, maka target akan jatuh dalam pelukan. Servis yang didapat tidak jauh beda dengan servis pelacur yakni hubungan sexual diluar pernikahan. Wacana pergaulan bebas ini jelas membuat prihatin berbagai kalangan. Tetapi para ‘korban’nya sendiri tidak merasa dirugikan sama sekali. 

                Saya teringat percakapan antara tokoh Jamshid dan pelacur di taman dalam film Pakistan berjudul “Room Mate”. Si pelacur mendiskripsikan cinta sebagai ‘alasan bagi pria untuk tidak membayar’. Saya tidak bisa sepenuhnya menyalahkan perkataan si pelacur tersebut, karena memang pada kenyataannya seperti itu. Status Luna Maya adalah kekasih Ariel, dan semua orang akan bilang kalau hubungan seksual mereka dilakukan atas dasar suka sama suka.

                 Jika benar pada akhirnya Ariel dipenjara, apakah masalah ini akan selesai begitu saja? Selama masih ada dada dan paha berkeliaran di layar kaca maupun dunia nyata, permasalahan Hypersex ini akan terus berkembang. Akan muncul lebih banyak lagi Ariel-Ariel yang lain. Sepertinya para aktifis perempuan mempunyai PR yang sangat berat, yaitu menciptakan tameng untuk melindungi diri mereka sendiri dari keganasan kaum pria. Dalam hal ini, saya memandang pria sebagai korban atas obsesi perempuan dalam mengeksploitasi keindahan tubuhnya. Yah….tapi bukan berarti saya membela Ariel..

               
               

Tidak ada komentar:

Posting Komentar