Jumat, 12 Agustus 2011

Dini Hari di McD

Dini hari tadi, 8 september2010, sekitar pukul 3, aku dan Babi memutuskan untuk pergi sahur di McD Sudirman. Aku duduk di tenda luar menatap pemandangan jalan raya yang lenggang. Aku duduk memandangi jembatan kewek, sepertiny di sana aku pernah punya kenangan. Sepertinya aku pernah duduk di sana dengan seorang pria, dengan dua botol mixmax, bir, dan dua bungkus rokok. Di tepi jembatan kewek yang menghadap ke selatan,di sana aku punya kenangan...pun di sini, di tempat aku duduk, ada kenangan tentang ulang tahun seorang lelaki, dengan nasi ayam dan es krim...

Lamunanku buyar ketika Babi datang membawa burger, kentang dan pepsiku. Aku mulai ngemil dan bercerita tentang kenangan tempat duduk yang sedang kududuki. Kubilang, “Tau rasany sesak?? Serangan sperti ini datang tiba-tiba gak diduga. Kapanpun di manapun.”

babi : “Dikontrol donk.”

aku : “Kamu gak tahu rasanya.” [jawaban paling klise]

babi : “Apa perlu aku nyakitin kamu, bikin kamu sakit hati biar kamu bisa lupain Paijo?? Biar kamu selalu inget aku...km selalu bisa mengingat orang-orang yang nyakitin kamu.”

Aku berhenti makan kentang. Bengong....aku gak bisa membaca ekspresi Babi waktu itu. Tapi pertanyaan terakhirnya membuatku sadar, betapa manusia itu egois. Lebih tepatnya, aku egois. Aku sibuk mengeluh tentang rasa sakitku, sibuk menjelajah malam dengan alasan menghilangkan pilu, terlalu sibuk mengeluh dan mengeluh sampai gak sadar kalau teman-temanku berusaha melucu, berusaha membuatku ketawa, berusaha membawaku ke dukun, cari hipnotis, dan Babi terus-terusan melakukan apapun permintaanku.

Aku pikir, betapa manusia kerapkali menutup mata dan enggan bersyukur. Betapa sempitnya hati manusia, betapa sombongnya, sehingga melewatkan kebahagiaan begitu saja. Sombong tentu saja, karena seolah-olah manusia tahu kebahagiaan yang paling tepat, dengan seenaknya mengatakan “aku tak akan bahagia jika....” padahal Tuhan lebih tahu.

Akhirnya kami beranjak pulang, Babi mengambil motornya sementara aku membersihkan paus [motor biru kesayanganku] dengan lap. Ketika itu adzan subuh berkumandang, aku melihat seorang gelandangan merogoh tempat sampah, tempat di mana aku tadi membuang sisa makan. Begitu ngilu, seharusnya gelandangan itu lebih pantas mengeluh daripada aku yang bisa makan kentang dengan orang yang sangat menyayangiku....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar