Jumat, 12 Agustus 2011

19 November 2010

19 November 2010

             Hari ini aku berangkat ke kantor setelah menguras air mata, menelan sisa sarapan berupa argument-argumen pedas dari Ayah dan berusaha mencari makanan yang lebih lezat untuk makan siang. Aku berusaha melebarkan mata sipitku yang semakin sipit karena lelah menangis. Cahaya LCD membuatku merutuk, memaksaku membuat garis mata seperti Cina. Sialan!

            Sungguh, aku semakin tak mengerti dan semakin tak ingin menikah.

            “ Ayah takut kalau kamu terbiasa bebas bekerja, kelak kamu nggak akan memiliki waktu untuk suami dan anak kamu” Oh..terlontar dari mulut seorang praktisi Parenting yang sedang naik daun.

          Dan kubilang, “ Aku BELUM berniat menikah” a.k.a “ Aku GAK MAU menikah”

        Sepanjang perjalanan tadi aku melamun, pahitnya sarapan yang kutelan masih terasa sampai sekarang. Sebuah pertengkaran konyol menurutku. Hanya karena, aku meminta izin untuk menambah jam kerjaku sampai jm 9 malam. See… dari jam 7 pagi sampai jam 9 malam. Sangat standar untuk ukuran pekerja, jangan dibandingkan dengan Ibukota. Aku memang bekerja di Yogyakarta, tapi bukan berarti aku harus bersantai sepanjang waktu menerima telpon dari karyawan dan memantau transaksi jual-beli dari rumah kan? 

            Kerja santai dan tak menghabiskan banyak waktu, itulah yang ayah ingingkan dariku. Sepertinya dia teracuni oleh teori-teori ciptaanya tentang formula keluarga bahagia. Oh my God!! Ini semua tentang suami karrier dan perempuan-perempuan modern yang masih sempat membuat sarapan untuk anak-anak. Arghhh…aku amat sangat frustasi. Wacana seperti itu memang ada di otakku tapi bukan untuk dibuka SEKARANG…tapi lima tahun lagi ketika umurku genap 27 tahun.

            “Jiwa, bukan kayu atau adonan tepung yang bisa dibentuk seketika. Ayah bukannya menyuruh kamu untuk segera menikah, tetapi masalah karakter dan gaya hidup memang harus ditata” Itu bunyi SMS yang kuterima beberapa menit setelah aku menaruh pantat di kursiku. Pening!! Untung pekerjaanku hari ini tak banyak, jadi aku bisa menyelesaikan lembar keluhanku ini dengan santai. Hahhaah..santai? sedikit, karena Bosku gak berkeliaran di sekitarku.

           Aku inget banget respon negatif dari ayah ketika aku memutuskan untuk mundur sementara dari usaha konstruksi miliknya dan beralih ke penerbitan kecil yang belum genap dua tahun. “ Lha kok malah milih jadi bawahan padahal kamu bisa jadi Bos”.

       Ayahku sayang..hhhuhuhu..betapa susahnya meyakinkanmu. Aku bukan lagi gadis kecilmu yang menangis minta dijemput dengan seragam warna-warni belepotan lumpur. Usiaku sekarang 22 tahun, dan beberapa teman seusiaku sudah menimang anak. Jadi sepantasnyalah kau menganggapku perempuan dewasa atau setidaknya dalam proses kedewasaan. Kenapa kau begitu enggan melepasku untuk pulang larut? Benar-benar cinta seorang ayah yang susah dipahami. 

            “ Kamu masih tanggung jawab Ayah sampai sebelum kamu menikah. “ 

            Oh Ayaaaaaah…benar-benar membuatku menangis. Aku benar-benar sedang tak ingin menikah dan memang belum menemukan siapa yang akan kunikahi… Ampuuun….peniiing… Apa harus mencari? Sangat menyebalkan. Amat sangat menyebalkan. Huwaaaaa ingin rasanya kembali menjadi anak SMA yang dipusingkan dengan ujian Matematika dan praktikum. Bagiku, Menikah adalah wacana paling mengerikan!! *aaa…lebay

Bdw, semalam aku pusing memikirkan, Apakah Bunda Maria Sang Perawan Suci itu menghabiskan hari-harinya untuk beribadah dan mengasuh anak tercinta??

11.41 WIB
Sebentar lagi istirahat siang, dan aku merasa kacau balau sehabis mendata fb ibu-ibu muda yg dengan semangatnya mengumbar bayi-bayi. Astaga…..sabar Aya…jangan mengamuk!!




Tidak ada komentar:

Posting Komentar