Rabu, 17 Agustus 2011

Terapi Menulis


Kisah Meja Kerja-Part 2

‘Menulis dapat menurunkan Symptom Asma dan Rheumatoid Arthritis. Selain itu terapi menulis juga bisa menurunkan berat badan (untuk cewek-cewek yang ingin langsing nih), meningkatkan kualitas tidur (untuk para insomniac), melawan penyakit, dan mengurangi stres. Selain itu, menulis dapat mengatasi kebiasaan buruk, mengatasi trauma, sebagai alat transformasi diri, mengubah perilaku, membantu kinerja memori, membantu kesadaran personal,dan meningkatkan kecerdasan intrapribadi. Semua hal di atas bukan sekedar wacana tetapi merupakan hasil penelitian para ahli, mulai dari linguis, psikolog sampai dokter syaraf. Dijamin Ilmiah deh!’

Paragraf diatas adalah kutipan hasil reviewku hari ini. Yah, kalian tahu, mereview buku adalah pekerjaan yang sangat menyenangkan buatku selain mendowload dan merapikan naskah masuk dalam folder-folder. Hahahaha…mulai kacau, beberapa jam setelah makan siang adalah waktu yang membahayakan bagiku. Sebab, proses pencernaan karbohidrat dalam tubuh menurunkan tingkat kesadaranku sampai titik terendah. Persis seperti saat aku dan babi keluar dari Woareng Steak. Perut yang dipenuhi daging sapi dan kentang membuat kami malas jalan-jalan. Ampun dueh, dan aku selalu membutuhkan waktu lebih untuk mengedit tulisanku sebelum siap publish. Ya!! Salah ketik selalu terjadi di saat kesadaranku menipis.

Btw, cerita hari ini adalah tentang buku yang kureview. Aku memang—jujur—belum membacanya sampai tuntas. Tapi sejak pertama membaca kata pengantarnya, aku jatuh cinta. Dan buat kalian yang nggak hobi alias malas baca buku, baca aja notesku ini. Notes yang kubuat dalam keadaan setengah sadar.

a.       Menulis dapat mengurangi berat badan. Para peneliti dari Women’s Health Initiative menarik kesimpulan bahwa kesimpulan bahwa catatan harian tentang makanan yang dikonsumsi membantu menimbulkan kesadaran tentang konsumsi kalori maupun asupan lemak. Dan, jika Anda mengetahui seberapa banyak yang telah dilahap, akan lebih mudah menguranginya.

*Ayas Comment : Hiaiihiiahiia, the problem is ‘Gimana caranya membujuk si gendut untuk bergeser dari depan Tv, membuang semua kudapannya ke perutku dan memaksanya menulis???’

Tapi memang ada baiknya para genduters, atau cewek-cewek paranoid yang terobsesi ingin langsing (termasuk aku!!!) untuk mencoba tips ini. Paling tidak aku harus menyiapkan notes pengganti untuk menumpahkan seluruh daftar menu makan siang yang ada di kepalaku. Coret kentang goreng, burger, minuman bersoda, dan menggantinya dengan nasi, sayur kangkung, tempe, timun, kacang panjang mentah, daun kemangi, kubis, dan sambal tomat (Lho?? Jadi menu penyetan deh T.T). Jujur saja kuakui, ketika aku menulis comment ini, ada sepiring gorengan pisang dan tempe di balik layar notebook. Aku janji akan memakannya setelah tulisan ini selesai.

b.      Menulis meningkatkan kualitas tidur. Ilmuan di Temple University (Mana ya??) menemukan fakta bahwa wanita (perempuan-red) yang menuliskan pengalaman traumatisnya—seperti pemerkosaan atau kecelakaan lalu lintas yang parah—(apakah patah hati termasuk kecelakaan yang parah? ahiiihiihiii) ternyata jarang mengalami sakit kepala, susah tidur, dan gejala depresi dibandingkan mereka yang tidak mau menuliskannya.

*Ayas Comment: Oke, oke, walaupun aku pernah—bahkan sering—patah hati, tapi aku nggak mau patah hati lagi untuk sekedar mencoba apakah tips itu benar adanya. Oh ya pembaca sekalian, silakan bagi yang berminat menjadi objek penelitianku, tolong kirim mesej ke inbox Fbku berisi nama, alamat email dan nomor Hp (=.=a)

c.       Menulis bisa melawan penyakit. Berdasarkan sebuah penelitian pada tahun 2002 di ben-Gurion University, Israel (heiih, aku nggak mengakui adanya negara ini), disimpulkan bahwa mereka yang menuliskan sebuah kejadian yang menjadi beban pikiran, akan mengurangi frekuensi kunjungan mereka ke klinik pengobatan selama 15 bulan kedepan.

*Ayas comment: para pengemis dan pemulung di negaraku malah hampir tak pernah berkunjung ke klinik seumur hidupnya (Bangga!), dan mereka tidak menulis sama sekali. Aku bahkan sangsi bahwa mereka bisa membaca. Hahahahha…maaf kalau komentar ini Out Of Topic. Tapi memang beginilah negriku tercinta. Klinik, atau puskesmas, atau Rumah sakit, apapun itu nggak ada yang gratis. So, terpujilah bunda Theresa dan Butet Manurung. Paling tidak anak-anak pedalaman bisa belajar baca tulis sehingga tak perlu lagi mengemis ke klinik milik pemerintah.

d.      Menulis mengurangi stress. Sebuah studi di ChicagoMedical School menemukan bahwa ketika penderita kanker yang kurang diperhatikan keluarganya menuliskan tentang penyakit yang dideritanya selama 20 menit setiap hari, mereka jarang mengalami stress selama 6 bulan berikutnya.

*Ayas comment : apakah ini berlaku untuk para penderita Kanker (kantong Kering) stadium empat seperti aku sekarang ini? Ohohoho…sekian pertanyaanku. 


1 komentar:

  1. Tulisan artikelnya menambah wawasan dan menyemangati...terima kasih...mari bertukar gagasan...saya ada di:
    penulispiritual.blogspot.com

    BalasHapus