Senin, 09 Januari 2012

#JLEB moment: Belajar dari Husky

#JLEB moment: Belajar dari Husky (Aku memutuskan, selama Naga berambut merah, aku akan menyebutnya Husky >.<)


Paling nggak, otak kecilku ini mengingat beberapa kejadian berkesan yang agak #jleb. Pelajaran berharga untuk gadis ingusan macam aku.

Misalnya:

1. Ketika aku dan Husky berniat pergi makan di sekitar kost. Karena pergi nggak akan lama, aku langsung menutup pintu kamar tanpa mematikan lampu dan kipas angin. TV pun kubiarkan menyala. Lantas cowok manis berkacamata itu berkomentar,

Husky  : “Matiin donk TV-nya. Boros tauk.”
Aku     : “Biariiin….kan aku udah bayar. Suka-suka donk makenya seberapa.”
Husky  : “Iya, tapi bisa jadi kebiasaan sampai besok punya rumah sendiri.”
Aku     : “Eh…..”

Kupikir dia cowok cuek yang pemalas dan tahunya cuma nongkrong-kuliah-tidur. Ternyata dia cukup perhatian untuk hal sekecil ini. Listrik lhoooooo…..secara aku anak kost. Udah bayar di muka, mau pakai listrik seberapa banyak-pun itu hak aku. Pokoknya udah bayar dan trima beres. He…baru nyadar, betapa idiotnya aku ini :(

2. Ini cerita ketika aku menanyakan kabar kakaknya yang sedang menempuh studi S2 (kalau nggak salah sih spesialisasi kenotariatan) dan berkabar tentang rencana masa depan salah seorang sahabatku yang ingin langsung lanjut s2 begitu lulus nanti. Aku ngiler, dan kubilang padanya aku ingin S2. Oh ya, sekedar info, kakaknya Husky umurnya tiga tahun lebih tua daripada aku.

Husky  : “Tauk tuh kakakku, sibuk kuliah. Masih pake uang ortu. Mmmm….tapi ya nggak apa-apa sih. Toh itu jelas buat kariernya dia besok. Kalau ambil S2 cuma karena pengin….haddeh….” [asli struktur kalimatnya kacau banget, dibiarkan menggantung dengan nada sakratis yang samar. Tapi aku paham apa yang dia maksud]

Aku     : krik…krik…krik…[terdiam lantaran merasa tertusuk]

Jujur aja sih, aku pengen banget ambil S2 di CRCS (Center for Religious and Cross-Cultural Studies). Alasannya? Ya karena aku tertarik dengan bidang studi itu. Murni karena tertarik tanpa ada pikiran lebih jauh untuk menggunakan background akademis tersebut sebagai bekal mencari pekerjaan. Simple sih, sebab di otakku hanya terpikir kalau esok bakal meneruskan bisnis konstruksi milik orangtuaku.

Argument sederhana yang keluar dari sosok cowok muda berambut merah yang terlihat sangat labil itu mempesonaku. Lebay? Biarin. Soalnya, opini pribadi Husky yang mungkin terlontar dengan spontan itu mengintrospeksi ambisiku. Akhirnya aku memilih untuk, menginvestasikan uangku, membelikan handphone, dan membiayai liburan adik-adikku daripada memberikan uangku untuk UGM lagi. Ah, bener sih. Soal ilmu humaniora seperti itu, “bisa kamu pelajari dimana aja…”


3 komentar:

  1. haha lucu lucu.... lap tuh ingus... :P

    BalasHapus
  2. Yess,,ilmu bisa dicari dimana aja..like it.. :D

    BalasHapus
  3. @Maul : hehehe....srotttt....

    @denie : hehehe, dr pak guru Husky juga :D

    BalasHapus