Senin, 05 September 2011

Obrolan Meja Makan part-1: Ketika Ayahku Menjadi Sangat Kejam


            “Eh…si Pipit (bukan nama sebenarnya) dikeluarkan dari sekolah lho” Ayah mengawali obrolan santai pagi ini dengan suatu berita biasa. Biasa, karena memang sekolah ayahku udah berkali-kali mengeluarkan siswanya. Ayah bicara begitu sambil menggoreng telur mata sapi.

            Tapi adikku si nomor 3 heboh. Gadis remaja kelas 1 SMA berbodi lebih bohay dan lebih tinggi daripada aku itu berteriak kaget, “Serius??? Mbak Pipit kakanya si Lia (juga bukan nama sebenarnya) itu??Yang dari Bali??”

            “Iya…kemarin kamar asramanya habis digeledah. Dia keterlaluan juga. Ada rokok sama botol minuman di kulkasnya.” Jawab ayahku.

            Oh…ya ya ya. Aku ingat sekarang. Aku memang belum pernah ketemu langsung dengan si Pipit, tapi kalau adiknya, Lia, gadis manis kelas 2 SMP pernah menginap di rumahku dua kali. Cantik, manis dan tipe adik idola deh. Apalagi saat keduakalinya dia menginap, dia datang sambil menangis. Udah cantik, manis, menangis pula!! Gimana nggak gemes?? >.< ingin rasanya menukar si nomor 3 sama Lia. Si nomor 3 tuh ya walau berambut panjang, tapi hobinya cari ular sawah. Nggak lucu sama sekali!!

            Denger-denger sih si Lia itu playgirl dan she’s a heartbreaker. Pikirku nggak dosa kok selama dia masih cantik, kalau udah jelek masih playboy or playgirl apalagi heartbreaker, namanya nggak tahu diri. Terakhir kali Lia nginep di rumahku, cewek itu bikin ayahku kebakaran jenggot. Secara ya ayah dan ibuku petinggi yayasan tempat dia sekolah, boarding school yang notabene punya aturan ketat soal jam malam. Soal aturan ketat itu juga ayahku yang mengesahkannya. So, ketika Lia nekat datang ke rumahku malam minggu diboncengin pacarnya nyaris jam sebelas malam, Ibuku beraksi. Pacar si Lia yang udah SMA (lagi-lagi sekolah yayasan yang sama) ditahan di ruang tamu dan dapat ceramah tengah malam yang panjangnya naudzubillah. Tau rasa kau, Dek! Pikirku sambil cekakak-cekikik di ruang tengah.

            Klimaksnya saat ibuku menghubungi orangtua Lia yang memang tinggal di Bali. Dari percakapan yang lumayan panjang, akhirnya tepat jam1 dini hari, mobil jemputan dan sopir pribadi Lia datang. Membawa cewek itu pulang ke asramanya dengan berurai air mata.

            Aku sih cuma bergumam, ‘ni cewek cantik-cantik bego. Udah tau ini rumah Pak *** masih aja berani datang malem bawa pacar pula. Cari mati’

            Sekarang gantian si Kakak yang berkasus. Setelah adanya penggeledahan menyeluruh ke semua gedung asrama, di kamar si Kakak ditemukan rokok dan botol miras. Sebenarnya cuma MixMax di kulkasseger banget nggak tuh?? Uda kayak sitrun lemon , hanya karena memang ada kandungan alkoholnya walau sedikit, botol-botol itu jadi masalah. Tambahan lagi memang si Kakak kerap pulang larut malam diantar supir pribadinya. Kalau udah sama si sopir, nggak bisa diperkarakan. 

Sosok si Kakak itu benar-benar kompleks. Dia dulunya bersekolah di sekolah negri di Bali sana. Karena tingkahnya yang kerap berbuat onar, jadi ketua genk dan suka bolos, akhirnya dititipkan orangtuanya ke Pondok Modern Gontor. Tapi lagi-lagi dia berulah, pihak Pesantren menyerah dan mengeluarkannya dengan terhormat. Sampai akhirnya popularitas sekolah ayahku yang menampung dan menginsafkan anak nakal sampai ke telinga orangtua Pipit. Nggak tanggung-tanggung, mereka mengirim dua anak gadis mereka sekaligus dengan sumbangan paling besar di antara wali murid yang lain. Untuk opsi SPP-pun mereka memilih opsi termahal yang besarnya setara dengan UMR jogja. Itu cuma SPP, belum uang asrama. Bahkan ketika Idul Qurban kemarin, mereka satu-satunya wali murid yang menyumbangkan seekor sapi utuh!!

            Ketika jajaran Konsorsium plesir ke Bali-pun, mereka memfasilitasi rombongan selama 3 hari 2 malam dengan hotel mewah. Sebuah villa lengkap di kaliurang, dua buah mobil dan seorang supir pribadi untuk dua gadis yang dilepas di Yogyakarta, menunjukkan betapa besar harapan mereka pada sekolah ayahku. Miris dan menyedihkan jika melihat kenyataan. Si Kakak dikeluarkan!!

            Kalian tahu respon wali murid saat mendengar kabar bahwa si Kakak akan dikembalikan? Begini kira-kira bunyi smsnya,

            -InsyaAllah kami sudah ikhlas atas apa yang menimpa anak kami. Kami mohon maaf sudah membuat susah jajaran pengurus yayasan dengan kelakuan anak kami. Semoga Anak kami menjadi kasus terakhir di SMA*** - Pasrah dan putus harapan, mungkin itu yang dirasakan oleh beliau berdua.

            “Kasihan si, Yah. Kenapa nggak dikasih pendampingan aja?” tanyaku.

            Ayahku yang sudah berhenti menggoreng telur terdiam sepersekian detik, lantas berutur panjang lebar, “Ketika para guru mengadakan pendampingan untuk dia, kami juga harus menyediakan tenaga ekstra untuk membentengi para murid lainnya dari dampak negatif si Pipit. Setelah beberapa kali interograsi siswa, banyak yang terpengaruh karena takut. Si Pipit memiliki kuasa, punya harta dan dia pintar menggunakannya sebagai senjata untuk menggaet anak buah. Jujur saja sekolah ayah nggak sehebat itu untuk menyembuhkan seorang ketua genk macam dia. Kamu sendiri tahu gimana para guru pontang-panting menaikkan prestasi akademik sekolah kita. Ayah nggak akan mengorbankan siswa lain hanya demi kepentingan satu orang saja. Sekolah cuma mencoba membantu, tapi tanggung jawab terbesar tetap ada di tangan orangtua. Untuk kasus seperti ini, profesionalisme kerja dan logika jauh lebih penting daripada belas kasihan”

            Aih….ayah menyebut sekolah ‘kita’. Seolah aku pernah belajar di salah satu sekolah buatannya saja. Tiba-tiba di mataku, ayah tampak semena-mena. Miris ya? Sarapan pagiku diisi dengan cerita pilu seorang anak broken home. Klise memang, ketika si Papa ke negri A, si Mamah di negri C, dan anak-anak di kota Y bersama pembantu dan supir. Betapa sebenarnya besar cinta orangtua kadang nggak nyampai ke si Anak. Semestinya orangtua belajar bahasa remaja, dan remaja belajar bahasa orangtua. Pikirku, akan lebih bahagia kalau orangtua Pipit nggak supekaya tapi [cukup] kaya dan meluangkan waktu untuk hidup besama dengan anaknya. Tapi entahlah, toh Tuhan slalu memberikan yang terbaik buat makhlukNya. Ehehehehehehe….

Ps : kepada calon suamiku yang entah ada dimana, ‘besok waktu tak ditentukan kita ciptakan keluarga bahagia dan jadi orangtua yang disayang anak-anak yah!’

Tidak ada komentar:

Posting Komentar