Muda, beda, dan berkarya. Ketiga
kata tersebut memang sangat tepat melekat pada diri Khaleili Nungki H, S.E.
Lahir di akhir era 80-an, Nungki memiliki kecenderungan yang berbeda dengan
anak seusianya. Sejak duduk di Sekolah Dasar, Gadis ini sudah terjun ke dunia
wirausaha. Ia menjual apa pun yang bisa menghasilkan uang sendiri. Kemandirian
Nungki pastinya menjadi anugrah sekaligus modal tak ternilai untuk masa depan.
Tak selazimnya anak muda, Nungki
mengaku jatuh cinta pada batik. Passionnya di dunia bisnis bersinergi dengan kecintaannya
pada warisan budaya membulatkan niatnya mendirikan Creative Batik pada tahun
2010. Sejak bangku sekolah, Nungki sudah menghabiskan waktu berjualan pakaian.
Memasuki era digital, gadis kelahiran 27 Juli 1989 ini tak mau ketinggalan. Ia
merambah bisnis online. Tak disangka, bisnisnya berkembang pesat.
Dengan modal sebesar Rp
5.000.000,- hasil menabung selama berbisnis online, Nungki membeli peralatan
membatik. Perempuan yang tinggal di Selokraman KG III/1069 RT 49/11 , Kotagede,
Yogyakarta ini mencoba berbagai macam motif abstrak kontemporer untuk
menciptakan keunikan produknya sendiri. Nungki memadukan motif jawa kuno dengan
motif-motif abstrak ciptaannya. Untuk urusan warna, ia menggunakan pewarna
alami dan sintetis yang diaplikasikan dengan teknik colet.
Umumnya, kain batik diwarnai
dengan sistem celup, kain batik yang sudah diberi motif dan ditutup malam,
dicelupkan ke dalam cairan pewarna. Dengan teknik ini,hasil warna yang
didapatkan sangat rata karena keseluruhan zat pewarna meresap ke seluruh serat
kain. Para pembatik tradisional selalu menggunakan pewarna alami (air rendaman
tumbuh-tumbuhan) dengan teknik ini.
Sementara teknik colet, atau
sering juga dikenal sebagai teknik lukis biasa menggunakan pewarna sintetis seperti
remasol, naptol, dan indigosol. Kain yang sudah diberi motif menggunakan malam,
direntangkan pada spanram. Untuk memgaplikasikan warna, digunakan spon sebagai
media. Spons dicelupkan ke larutan pewarna dan disapukan di bagian tertentu.
Teknik ini memungkinkan gradasi dan kombinasi warna yang indah.
Terbukti, hasil eksperimen Nungki
banyak diminati masyarakat. Pemilihan warna-warni cerah menjadikan produknya
disukai generasi muda. Eksperimen Nungki tak berhenti sampai di situ. Mengingat
penggunaan kain batik sangat terbatas, Nungki mencoba membuat produk pakaian
jadi. Material katun dan sutra yang sudah disulap menjadi batik cantik,
dipotong-potong dan dijahit menjadi kemeja, blaze, blus, sackdress, syal, dan aksesoris.
Selayaknya dialami pengusaha lain,
Nungki dan batik creativenya juga mengalami pasang surut. Di tahun 2012,
ketersediaan bahan baku teramat sulit. Pengadaan bahan baku yang seret jelas
berdampak langsung pada tahap produksi. Omzet pada tahun itu cenderung merosot.
Nungki, gadis lajang ini, rupanya
sudah terbiasa dengan ritme dunia bisnis yang tak terprediksi. Ujian di tahun
2012 tak membuatnya menyerah dan pasrah. Ia tetap pada impiannya semula.
Kegigihannya berbuah manis. Di awal
2013, keadaan berangsur-angsur membaik. Kegiatan produksi kembali lancar dan
omzet terus merangkak naik.
Saat ini, Creative batik sudah
merekrut karyawan sejumlah lima orang dengan kapasitas produksi mencapai 150
pcs per bulan. Dengan sistem promosi offline, berpartisipasi dalam berbagai
event tingkat nasional, diimbangi pemasaran online melalui blog www.batikabstrakkontemporer.blogspot.com,
Creative Batik sudah menembus pasar internasional. Produk-produknya dipasarkan
sampai ke Amerika, Suriname, dan Filiphina. Beberapa galeri di Yogyakarta dan
Jakarta telah menjadi pelanggan tetapnya.
Ditanya mengenai omzet rata-rata,
Nungki mengaku ia bisa mendapatkan minimal 13 juta setiap bulannya. Untuk
meningkatkan penjualan, Nungki melakukan peningkatan kualitas pendukung produk
seperti packaging, konsultasi desain dengan konsumen, garansi produk, dan
diskon special.
Ditanya mengenai rencana ke
depan, Nungki mengaku ingin mengembangkan ragam desain batik sekaligus
memperkuat lini pemasaran. Ia tak menampik keinginannya untuk memperbesar
kapasitas produksi dan membuat pabrik yang lebih luas lagi sehingga bisa
menampung banyak karyawan.
Kehadiran Nungki di ranah
perbatikan menjadi angin segar bagi usaha pelesatarian budaya ini. Jiwa dan
semangatnya yang masih berkobar akan membuktikan bahwa tradisi bukanlah sesuatu
yang identik dengan kaum tua.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar