Jumat, 24 Februari 2012

Saat Merasa Lelah Hidup

Inet Kantor Lemot lagi, dan ini artinya aku bisa menulis ceritaku semalam.

Okey…aku sekarang hidup sendiri. Cari makan dan mengurus tempat tinggal sendiri. Walaupun suaka-ku  masih sebatas satu ruang ukuran 3x3, tapi aku mencoba membuatnya senyaman mungkin. Di saat aku berusaha hidup mandiri, sebuah ujian datang menyambangi keluarga yang kutinggalkan. Tak perlulah kujelaskan, tapi ujian hidup yang melanda Ayah dan Ibuku membuatku stress. Kenapa? Sebab aku anak pertama. Dan aku merasa ada tanggung jawab moril terbeban di pundakku.

Stuck. Tak ada ide, tak ada inspirasi membuat pekerjaanku macet. Aku pusing dalam arti sebenarnya. Di saat seperti itu, logikaku mandeg, emosiku meledak, dan aku menumpahkannya ke Husky. Aku manja, egois, dan memaksanya untuk berada di sisiku saat itu juga. Padahal Husky ada jadwal latihan. Kami benar-benar bertengkar sampai menangis. Syukurlah, pertengkaran selesai sore itu juga. Berakhir dengan kata maaf dan sama-sama berjanji untuk berusaha menjadi lebih pantas dicintai. 

Mataku masih bengkak, tapi aku terpaksa berangkat ke Kedai Nusantara (aku berniat batal datang, tapi seorang teman sudah berada di sana dan menungguku). Ada bedah buku “Membunuh Indonesia” karya Abhisam DM yang mengangkat wacana industri kretek/rokok. Atau lebih tepatnya lagi mengulas neo-kolonialisme Amerika-Eropa. Pembicaranya gayeng. Yah..tema memikat yang tak akan bisa kutolak jika saja aku dalam kondisi normal alias tidak sedang kacau jiwa raga. Tapi toh aku berangkat juga walau setengah hati, demi kawan. 

                Acara ini menghadirkan tiga pembicara yaitu:
1.       Mohamad Sobary (Budayawan)
2.       Prof.Dr. H. Susetiawan (Guru Besar Fisipol UGM/Komisi Politik PW NU DIY)
3.       Abhisam DM (Penulis)
Moderator : Drs. Octo Lampito, M.Pd (Pemimpin Redaksi Kedaulatan Rakyat)

Awalnya aku memang merindukan idealisme-idealisme masa muda dulu. Saat dimana aku berapi-api menghujat pemerintah. Saat dimana aku bergabung dengan organisasi pemuda, menentang pemerintah, turun demo ke jalan. Yah…itu dulu semasa SMP-SMA dan semua karena ajakan Ayahku. Aku rindu diskusi-diskusi tentang masa depan bangsa. Sesuatu yang sudah lama kutinggalkan dengan dalih ‘sikap realistis’. Realistis sebab aku harus sibuk mencari uang untuk makan. Padahal faktanya aku menerjunkan diri ke dunia hedon dan menikmatinya. Awalnya itu, aku cuma ingin tahu apa aku masih sekritis dulu. Ya, aku merindukan masa dimana tulisanku dibredel pihak sekolah dan sejak saat itu aku sentimen terhadap politik praktis. 

Awalnya, aku cuma ingin bernostalgia. Tapi ternyata hatiku masih terluka dengan ujian berat yang ditimpakan Tuhan pada keluargaku. Ternyata otakku masih setengah tidur kelelahan, jiwaku lah yang melek total. Grundelan Noe Letto dan lagu-lagunya lebih terekam daripada pidato anti-neo kolonialisme Kang Sobary yang berapi-api dan penuh pisuhan itu.

Noe bercerita tentang beberapa hal yang menginspirasinya. Dia bercerita tentang rasa bosan hidup, rasa putus asa terhadap masa depan Bangsa Indonesia, dan akhirnya berhasil bangkit lagi. Semuany tertuang dalam lagu-lagu yang dia nyanyikan… ‘Layang-Layang’ (malam tadi dinyanyikan oleh Doni ex Seventeen dan suaranya…duh Gustii…bagusss banget!), ‘Sampai Nanti Sampai Mati’, ‘Sandaran Hati’, ‘Cinta Bersabaralah’ dan beberapa lagu lain yang aku gak hafal judulnya. Noe, bercerita tentang kehidupan, tentang spiritualitas, tentang keTuhanan, tentang harapan terhadap Bangsa. Nice! Nggak seperti band lain yang menjual lirik percintaan dua manusia. Cinta yang digarap Noe jauh lebih besar, lebih universal, bahkan cenderung Surgawi. Kawan dudukku bilang, “Lirik lagu Letto nggak akan bisa dimaknai dengan sekali dengar. Butuh berkali-kali denger baru bisa memaknainya.”

Kemarin sore aku berniat utk menyerah. Lalu malamnya nonton LivePerform Letto..setelah menyanyikan 2 lagu, Noe mengajak audience membaca Al-Fatikhah Demi Bangsa lalu lanjut nyanyi lagi... Aku melihatnya sebagai filosofi. Dalam setiap lirik lagu Letto selalu terkandung pesan spiritualisme..yup..hidup hrus selalu dg spiritualisme dan ketika merasa lelah, berhenti sejenak.. lebih mendekat pd Sang Pencipta..lalu lanjut lagi.. Sampai Nanti, Sampai Mati.... #TentangSemalam

Aku mencoba merekam dan membaginya lewat status Facebook, ah tapi sepertinya tak cukup. Masih banyak lagi grundelan yang nyentil di hatiku. Noe bilang, Cinta Tuhan itu bermanifestasi dalam dua bentuk yaitu cahaya dan waktu. Cahaya adalah perwujudan benda, dan ketika kita menyia-nyiakan waktu, artinya kita menyia-nyiakan cinta dari Tuhan.

Tuhan, terima kasih telah melangkahkan kakiku ke Kedai Nusantara semalam. Ternyata Kau ingin mengingatkanku untuk tak putus asa atas rahmatMu, dan bahwa Kau ingin mengingatkanku bahwa ada banyak orang di luar sana yang bisa kembali bersemangat. Cukup berjuanglah sekuat-kuatnya, untuk hasil percayakan padaMu… dan bila aku lelah, yang kuperlukan hanya beristirahat dalam pelukanMu. Tuhan, sekali lagi terima kasih untuk semalam. :)

Ps: Menjumpai Tuhan di warung kopi lagi ya :D

Tidak ada komentar:

Posting Komentar