Senin, 06 Februari 2012

Mempersiapkan Kehilangan


Talk about our future
like we had a clue
Never plan that one day
I'd be losing you

Lagu “The One That Got Away” yang dinyanyikan si Kucing Katty Pery ini sedang repeat mode di playlist winampku. Musiknya sederhana, gebukan drumnya simpel. Tapi liriknya, tepat waktu. 

April 2011, tanpa persiapan apapun, ketika aku sedang merasa sangat bahagia dan berbunga-bunga, saat aku merasa menjadi perempuan paling beruntung di dunia, sebuah musibah besar menimpaku. Tak perlu diceritakan musibah seperti apa, yang jelas membuatku ‘merasa’ sangat kecewa dan kehilangan. Kehilangan Babi. Satu-satunya orang yang tahu lebih banyak tentangku daripada orangtuaku. Satu-satunya orang yang kupercaya dan tempat curhat selain Tuhan tentunya. 

Yang kualami tahun lalu, sepertinya adalah hal yang biasa untuk orang-orang luar biasa di luar sana. Tapi baru pertama kalinya buatku. Bahkan Sembilan tahun lalu, saat sahabatku Haida meninggal dunia, beberapa bulan sebelumnya, Dokter sudah memberitahuku kalau umurnya tak lagi lama. Aku sudah penuh persiapan, mempersiapkan diri untuk kehilangan. Mempersiapkan diri untuk menemaninya di saat dia menutup mata. 

Talk about our future
like we had a clue
Never plan that one day
I'd be losing you

Lirik itu benar adanya. Kita kerapkali terbius dengan rasa bahagia, apalagi jika bicara tentang cinta. Berbicara tentang masa depan, merencanakan banyak hal bersama. Yang tidak direstui orangtua, merencanakan kawin lari, hidup berdua sampai tua. Membangun keluarga dan berbahagia selamanya. Merencanakan karier, merencanakan design rumah sederhana, nama anak, dan anjing-anjing kecil yang manis. Merencanakan mobil yang akan dibeli.

Oke, itulah manusia. Selalu penuh rencana, dan rencana itu yang menyakiti diri sendiri ketika akhirnya kenyataan tak sesuai. 

Never plan that one day
I'd be losing you

Lirik itu benar. Kita jarang sekali merencanakan antisipasi kehilangan. Tapi siapa juga yang bisa menyalahkan. Bahagia itu candu. Ketika merasa bahagia, manusia bisa lupa segalanya. Dan ketika rasa bahagia itu dicabut, manusia terhempas dan kemudian meratap. Habis-habisan. Putus asa. Agar tak terlalu jatuh, mengapa tak kita persiapkan dari sekarang? Kebanyakan orang takut membayangkan kehilangan. Takut bersedih, tapi bukankan kita hidup di dunia? Bukan di khayangan,kan? 

Untuk tetap hidup, kita butuh kesadaran kan?? Banyak orang mengeluh,”Ikhlas itu nggak gampang.” (termasuk aku). Mungkin membuat rencana saat kita kehilangan bisa sedikit membantu. Paling tidak, ketika kehilangan itu terjadi, kita sudah sedikit lebih siap dan lebih mudah ikhlas.

Kalau dalam agama Islam, ada istilah “Innalillahi wa innailaihi rajiun” yang artinya: “Sesungguhnya kami adalah milik Allah dan kepada-Nyalah kami kembali”

SEMUAnya itu milik Tuhan. Dan Tuhan berhak mengambilnya kembali. Sewaktu-waktu. Pada intinya memang kita manusia tak punya apa-apa. Tidak pernah punya apa-apa. Bahkan nyawa-pun hanya pinjaman.
Oke, kupikir nggak ada salahnya kita merencanakan kehilangan. Tak perlu spesifik menuliskan bagaimana cara kehilangan itu (karena toh kita tak tahu). Cukup menuliskan beberapa tindakan antisipasi yang akan kita lakukan saat kita kehilang sesuatu atau seseorang yang berharga itu. Misalnya:

-Memaafkan diri sendiri.
-Mendekat pada Tuhan. Sekedar berkunjung ke rumahNya, hanya duduk diam dan curhat.
-Membuat orang lain tersenyum dan merasa berharga. Sekedar mentraktir beberapa anak jalanan untuk makan di restoran mungkin. 

Yah….itu cuma contoh. Sekali lagi, kita cuma perlu mempertahankan kesadaran kita bahwa kita tak punya hak milik apapun di dunia ini. Kita benar-benar tak pernah punya apa-apa. InsyAllah, jika kita tetap sadar dan tak terbuai angan….kita bisa lebih bertanggung jawab dan tegar dalam menjalani hidup.

Special thx for Husky, atas kalimatmu, “Ngapain patah hati lama-lama. Aku nggak terlihat sedih lantas orang bilang aku sebenernya udah nggak sayang lagi? Aku cuma udah ikhlas. Ikhlas karena toh dia juga sebenarnya bukan punyaku.” Kasuistis memang, tapi sekali lagi, tepat waktu.

Ps: kesadaranku menurun. Sudahlah, sampai di sini dulu -___-

9 komentar:

  1. banyak persahabatan berakhir dengan cinta,
    tetapi sedikit, cinta yang berakhir dengan persahabatan

    BalasHapus
  2. Balasan
    1. aku tahu kok... udah ngalamin sendiri...

      Hapus
  3. ouww gituuu

    gmn rasanya ?

    BalasHapus
  4. Balasan
    1. rasanya seperti dibenci sama orangtua sendiri pdhl bener-bener butuh mereka... yo gitu...dibenci sm orang yg kita cintai...

      Hapus