Senin, 27 Februari 2012

februari 2012,

Februari, lalu Maret, lalu April....

Sebentar lagi tepat setahun kejadian menyakitkan itu. Aku masih sangat ingat muka Babi yang babak belur, berdarah-darah. Aku masih ingat, betapa paniknya aku saat turun ke dapur, memecah es batu sambil menahan tangis. Aku membungkus bongkahan es batu, membawanya naik ke sofa depan, lalu mengompres lukanya. Di depan Babi, aku nggak boleh menangis. Aku bahkan memaksakan diri untuk tertawa.

Aku ingat, beberapa minggu setelahnya aku seperti orang bodoh. Bolak-balik Kota Barat, duduk di samping Babi sementara teman-teman kami bergiliran mengunjungi Babi yang memang sengaja dikurung di rumah demi keselamatan dirinya. Aku ingat, aku jadi sangat sering ke rumahnya. Dan aku nggak boleh menangis, nggak boleh terlihat lemah, padahal setiap tamu yang datang menjenguk Babi selalu menanyakan kronologis kejadian menyakitkan itu. Aku memaksa diri untuk nggak menitikkan air mata saat mendengar Babi menuturkan semuanya.

Malamnya, ketika aku sendirian di kamar kost, atau di rumah Sahabatku Muk, Husky (yang waktu itu masih menjadi temanku) menelpon untuk sekedar mendengarku menangis lama. Bulan yang berat sekali, tapi sama sekali nggak merubah perasaanku ke Babi.

Entah sejak kapan, aku mulai berbaik sangka pada Tuhan. Putus asa? entah apa namanya. Ikhlas? Undefined lah... Aku ingat Ayah yang bersumpah nggak akan merestui pernikahanku kalau sampai aku menikah dengan seorang non-muslim. Aku sendiri nggak punya keberanian untuk itu. Hey... menikah bukan perkara mudah. Sholat sendirian dan nggak bisa menemani Babi ke gereja menciptakan kegetiran tersendiri. Sakit. Dan menjalaninya seumur hidup? Aku nggak mau. Mengecewakan Ayahku? jelas aku nggak mau. Aku cinta Babi, tapi aku lebih cinta Ayahku.

Entah sejak kapan, aku yakin Tuhan akan menjaganya. Sebab Tuhanku, meskipun ia tak menyembahNya, adalah Tuhan yang baik. Mana ada Tuhan jahat pada hambaNya?? Yang ada hanyalah keterbatasan otak manusia untuk mencerna kompleksitas kasih sayangNya.

So, kalaupun aku masih suka menangis, atau Babi yang masih begitu tak terima atas perlakuanku padanya dan membenciku, aku cuma bisa berdoa semoga kami, manusia, diberi kesadaran bahwa semua yang Dia takdirkan adalah demi kebaikan kami. Semoga kami berdua lekas mengerti dan menerima.

Aku memutuskan berpisah bukan karena masalah agama. Ini bukan tentang agama, tapi keyakinan. Sebab aku meyakini, bahwa aku membutuhkan Imam baik dalam sholat maupun berumah tangga.

Kalau Babi masih rajin ke gereja, semoga dia juga menemukan pendamping yang baik saat misa. Atau apalah, terserah Tuhanku YME.

6 komentar:

  1. keputusan yang tepat, sekalipun sangat menyakitkan...

    BalasHapus
    Balasan
    1. banyak yg senasib dan masih terombang-ambing, kak :)

      Hapus
  2. Seakan ada pintu besar yang kokoh yang dijaga banyak sekali serdadu-serdadu yang membatasi/menghalangi sepasang sejoli untuk bersatu dalam cinta (halah, opo to iki?!$%^$&).

    BalasHapus
    Balasan
    1. wahahahah bahasanyaaa..... tapi ya begitulah hidup.. cen misteri :p

      Hapus
  3. Jangan bersedih lagi. Suatu saat pasti temukan pendamping yang cocok dan saling cinta lagi. Senyum yak!

    BalasHapus