Kamis, 19 April 2012

always be your lil' girl


Semalam, sekitar pukul 7, aku masih duduk manis di meja kerjaku, menghadapi beberapa surat penawaran, berbagai social media, dan laporan penjualan. Aku belum juga selesai menyusun laporan untuk meeting all manager besok pagi. Semuanya terasa biasa saja saat tiba-tiba keplerku berkedip, dan kulihat chatbox bbm. Ayah, mengirim pesan super panjang yang sontak membuat mataku berkabut. Untung nggak ada satu orangpun di ruanganku. Jadi aku bisa leluasa menderaskan air mata. Aihh..cengeng. 

Pemicu pesan panjang yang menohok hati itu adalah, Display Picture bbm-ku sore tadi. Aku memasang Foto Husky berambut merah dengan senyum manisnya. Ayahku menjadi sangat khawatir dan mengirimkan banyak kalimat berisi wacana calon suami yang baik, kriteria pemimpin rumah tangga yang ideal dsb. Aku tahu, beliau sedang benar-benar khawatir. Waktu dulu aku memasang foto Husky berambut hitam dan berkemeja, beliau sama sekali tak keberatan. Tak ada nada protes. Tapi sekarang?

 Foto yg kupakai untuk Display Picture bbm

Aih...sepertinya aku sudah sangat jahat pada lelaki dewasa nomor 1-ku itu. Aku kan belum menikah dan masih anak gadisnya. Aku sudah membuatnya khawatir, jauh lebih khawatir daripada waktu beliau menemukan rokok di tasku saat SMP dulu.

Perdebatan via bbm semakin panjang dan memanas. Aku memutuskan untuk segera pulang ke kost dan menangis sepanjang perjalanan. Mungkin tubuhku lelah, jadi perasaanku menjadi sangat sensitif. Atau karena aku terlalu sedih tak bisa memenuhi keinginan ayahku (hari minggu lalu aku menolak dikenalkan dengan salah satu muridnya yang berprofesi sebagai dokter). Huwaaaaa....

Perang chat itu berlanjut sampai larut malam sampai akhirnya aku ketiduran dan bangun sekitar pukul tiga dini hari. Mungkin Tuhan menyuruhku menghadap-Nya, menyuruhku meminta bantuan-Nya saat itu juga, saat orang-orang terlelap tidur. Waktu yang katanya sangat manjur untuk berdoa, dan sangat dekat dengan-Nya. Whateverlah, aku terbangun karena mules di perut tak tertahankan, kebelet P*P.

Aku merenungi banyak hal. Aku ingat ketika aku patah hati karena gagal menikah beberapa tahun silam, beliau memang diam tak memelukku. Waktu aku putus dengan mantan tunanganku itu, beliau sedang berlibur ke Bali, dan ketika beliau pulang, beliau tak mendapatiku di rumah. Aku tak pulang sekitar 3 minggu. Aku tahu beliau sangat sedih, bahkan tanpa perlu bicara. Beliau sedih melihatku bersedih, sampai akhirnya Beliau membelikan Paus (beat biru mungil) untukku. 

Aku tahu Ayahku super posesif. Terlihat sekali dari caranya membesarkanku. Waktu aku SMP, aku dilarang pacaran. Bahkan Ayahku pernah menguntitku dari sekolah ke gramedia hanya untuk melihat aktivitasku (karena saat itu aku jalan berdua dengan seorang sahabat lelaki). Ayahku itu gampang sekali khawatir. Kalau lepas maghrib aku belum pulang, handphoneku tidak akan pernah berhenti berdering. Beliau akan membentak keras, dan menyuruhku segera kembali ke rumah.

Ayahku itu, sangat paranoid. Waktu aku belajar naik motor, beliau membonceng di belakang dan berteriak-teriak panik dengan nada marah jika aku mengerem mendadak atau tidak sengaja menarik gas terlalu kencang. Beliau takut aku jatuh. Hal itu berulang ketika aku belajar menyetir mobil. Beliau akhirnya berhenti mengajariku hanya karena takut melihatku terluka.

Seorang kawan beliau yang waktu itu datang berkunjung, juga budheku, menasehati Ayah, “Biarin jatuh, biarin nabrak. Kalau nggak kayak gitu nggak akan bisa.”

Ah, beliau masih saja terlalu mengkhawatirkanku. Bahkan di usiaku yang sekarang menginjak 22 tahun, beliau masih saja menganggapku gadis kecilnya. Mungkin, di mata beliau, gadis kecilnya sedang bersanding dengan preman bercelana jeans belel berlubang, rambut disemir merah menantang, gondrong, dengan rokok di bibir, dan lagu-lagu nirvana yang menghentak. Okelah, orangtua mana yang nggak khawatir melihat anaknya seperti itu?? (ini salahku karena aku berpose terlalu manis & penurut di depan beliau).

Sepertinya aku mulai mengerti.

Selesai P*P, aku mengirim pesan panjang ke ayahku. Aku tahu, beliau masih terlelap dan baru akan bangun subuh nanti. Tanpa berderai air mata dan penuh semangat aku memohon pengertian. Aku tidak lagi berusaha membela Husky sebagai pacarku, tidak lagi membela diri dan meyakinkan bahwa pilihanku adalah yang paling benar. Namun, aku memohonkan kesabaran beliau untuk menunggu proses pendewasaanku. Aku memohon pengertian beliau serta menenangkan bahwa aku sedang dalam proses memperbaiki diri agar mendapat jodoh yang baik pula.

Syukurlah, diskusi malam tadi berakhir dengan kalimat “Tapi bagaimanapun...Ayah percaya Mbak Aya akan bisa melewati dan menimbang masalah ini dg dewasa. I am proud of you.”

Legaaaaaaaa...... sekarang tugasku hanya membuktikan bahwa aku berproses menjadi lebih baik dengan Husky di sampingku. Dan semoga Husky juga demikian. Amin u.u

*terkenang pertengkaran minggu lalu (15 April 2012) ketika aku menolak pulang & masih pengen nongkrong padahal sudah lewat 12 malam, dan Huksy bilang “Aku cuma pengen kita jadi lebih baik aja...maap kalo caraku salah.” :’(

4 komentar:

  1. Kunjungan Siang.... :D kunjungin balik yak http://www.rizqonsadida.com/2012/04/kokonisme-sadiduitis-introduction.html

    BalasHapus
  2. wah repot juga ya punya bapak yang memiliki perhatian lebih, sitik sitik diluruh'i...

    BalasHapus
  3. Whuaa.. berair. Aku kangen bapakku. Bapakku nggak gitu, tapi beliau sayang banget sama aku

    BalasHapus