Senin, 27 Januari 2014

Naga Bumi

Aku baru saja mematikan lampu kamar dan menarik selimut ketika samar aku merasakan getaran. Sedetik, dua detik, tak berhenti. Lemari di sisi kanan tubuhku berderak. Gempa lagi!

Ini ketiga kalinya dalam dua hari. Kemarin siang, peserta seminar women entrepeneur dibuat kalangkabut oleh dua kali gempa besar. Meja tempat diskusi bergoyang kesana kemari. Jendela-jendela kaca di sekeliling gedung menimbulkan bunyi berisik yang menakutkan. Oh Tuhan, semua peserta seminar adalah perempuan. Bisa kau bayangkan betapa kepanikan menyebar dua kali lebih cepat daripada keadaan normal??

Ada yang tidak beres di bawah sana.

Naga Bumi. Ya. Naga Bumi yang bersemayam di bawah sana menggeliat. Mugkin marah, tak sekedar ngulet di goanya yang cukup luas. Mungkin, ia bergerak penuh amarah, dalam gejolak api yang membakar dinding-dinding goa. Tanduknya yang sekeras baja membentur pasak-pasak bumi. Mungkin.

Naga Bumi sudah lelah menghadapi manusia sombong yang congkak bertahta di permukaan. Angkuh dalam stelan dan menghinakan manusia lain. Naga Bumi punya batas kesabaran. Ia iri melihat Naga Langit membabi buta menumpahkan air, menenggelamkan simbol-simbol gempita manusia. Ia cemburu melihat Tuhan mengizinkan Naga Langit menjatuhkan hukuman dan mengombang-ambingkan makhluk Tuhan yang katanya paling sempurna itu.

Maka berulahlah dia, Naga Bumi. Dengan tiga kali hentakan sebagai ancaman. Ia berusaha menakut-nakuti manusia kerdil nan culas. Ia hanya ingin membuktikan, bahwa manusia itu sungguh tak berarti apa-apa, yang dalam hentakannya, manusia seperti laron-laron yang berterbangan.

Manusia-manusia yang hampir terlelap (termasuk aku), atau mungkin yang sudah terlelap, bangun tergeragap, lalu berdoa. Meminta ampunan Tuhan. Dan syukurlah, Tuhan memaafkan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar