Senin, 02 Juli 2012

Why Dandelions?

Banyak yang tanya kenapa aku memilih nama Dandelion. Parahnya lagi, banyak yang nggak tahu apa itu Dandelion. Oke, come here....

Dandelion adalah bunga rumput. Bunga putih, berbatang panjang seperti alang-alang, rapuh dan jika tertiup angin, langsung berai. Tapi jangan salah, berainya cantik sekali. Di zaman sekarang, di kota-kota besar, Dandelion menjadi bunga yang sangat langka. Bunga kecil sederhana yang tidak seseksi mawar, seharum melati, atau semanis tulip ini memang nggak laku dijual alias nggak punya sisi komersil sama sekali. Biasanya tumbuh di padang rumput, pinggir lapangan, dan nggak akan dilirik orang kalau nggak berai karena angin.

Waktu kecil-pun, aku sengaja memetik Dandelion lalu kutiup keras-keras. Whateverlah, entah yang kutiup itu putik atau benang sarinya, tapi buluh-buluh putih yang berterbangan itu keren sekali dengan background langit biru. Itu dulu ketika Jogja masih sepi tak sepadat sekarang.
sumber: mbah Google yg gaul

Ketika umurku 18 tahun, patah hati lalu kenal Babi, aku yang hobi mimbik-mimbik ini disebutnya "Dandelion". Katanya, aku rapuh dan cengeng. Nggak salah sih, Babi benar. Lagipula, dulu aku kurus sekali dan ada kemungkinan diterbangkan angin besar. Hahaha.... (apa sih?)

Kembali ke konteks semula, Dandelion, di mataku, bukan sembarang bunga. Kalau bunga lain terlihat cantik saat kelopaknya utuh, Dandelion justru sebaliknya. Dia akan terlihat cantik setelah bertemu angin, berai, lalu mengangkasa di langit biru. Buluh-buluh Dandelion sangat sederhana. Warnanya pun putih, tak meriah seperti tulip, anggrek, bougenvile, atau mawar. Bentuknya? aduh, bulat sederhana seperti itu. Tak pantaslah dibuat buket bunga untuk persembahan spesial saat candlelight dinner. 

Aku suka.
that's all...

Aku suka yang seperti itu dan nggak butuh alasan untuk suka, kan?? :D

Tidak ada komentar:

Posting Komentar