Senin, 31 Oktober 2011

Menjadi Single Parent

Dulu, bahkan sampai sekarang, sosok wanita tangguh adalah idolaku. Ketika kemudian aku pernah menjadi pacar Babi dan mengenal sosok bunda tercintanya lantas jatuh hati pada perempuan tegar itu, semuanya adalah takdir sekaligus pelajaran hidup yang sangat berharga untukku.

Seorang perempuan yang ditinggalkan oleh suaminya, ditinggali hutang, dan tiga anak lelaki yang masih kecil bertahan hidup sampai semua anaknya bisa kuliah. Sosok yang sangat memikatku, dan kerapkali membuatku merasa iri. Andai saja aku punya ibu seperti itu. Aku kadang membanggakan sosoknya, pada adikku, yang membuat cowok semester 8 itu berkomentar, "Kau pikir ibumu nggak hebat? beliau perempuan manja, tapi sampai umur segini masih bisa bertahan dengan ayahmu yang dulu super miskin itu. Perempuan manja lainnya mungkin sudah gugat cerai."

Aku bungkam. Mengangguk tanda paham, tetapi tetap nggak mengurangi rasa kagumku pada perempuan-perempuan single fighter. Seorang sahabat dekatku, sebut saja dia "Muk" adalah seorang gadis sebayaku yang tumbuh tanpa ayah. Ayahnya meninggal saat dia kecil. Ia memiliki 2 orang kakak, yang keduanya mempunyai banyak kenangan manis tentang ayah yang dia nggak punya.

Sahabatku ini tumbuh jadi perempuan yang punya logika kuat. Jangan harap bisa melihat wajahnya menye-menye. Jangan harap bisa mendengarnya mengalah jika ia tak bersalah. Sahabatku itu mulutnya pedas, tapi dia tegas. Dia nggak rapuh seperti kebanyakan perempuan. Dia nggak akan sembarangan meneteskan air mata [nggak seperti aku yang bisa nangis dimana aja nggak lihat sikon], dan nggak akan tinggal diam melihat perempuan-perempuan disakiti. Di balik itu semua, dia punya ibu yang hebat.

Aku [lagi-lagi] iri kalau melihat kedekatannya dengan Sang Ibu. Ibunya asyik. Aku bisa berdebat sebentar soal ideologi sesaat sebelum aku pamit pulang. Meskipun berperawakan kecil dan terlihat ringkih, tapi kenyataannya sangat lain. Wanita itu membesarkan Muk dan kedua kakaknya sendirian. Wanita itu, sampai rambutnya dipenuhi uban, tidak memutuskan untuk menikah lagi. Betapa tangguhnya.

Dulu, kupikir menjadi single parent itu gampang selama ada kemauan. Tapi ternyata.... nggak semudah yang kukira. Dibutuhkan jiwa super lapang untuk bisa melalui semuanya.

Hari ini, hari kedua tanpa kedua orangtuaku. Seperti yang kalian tahu, ortuku pergi mengunjungi rumah Tuhan di Mekkah sana, selama kurang lebih 40 hari. Meninggalkan aku si Sulung dengan 3 ekor kecebong lainnya. Okey, aku optimis bisa melalui semuanya. Selalu, aku mencoba mempersiapkan diri untuk menghadapi hari ini.

Seharian kemarin aku benar-benar lelah. Setelah pagi buta melambaikan tangan tanda perpisahan, aku langsung kembali ke rumah. Menerima tamu, saudara-saudara dari luar kota yang masih beristirahat setelah semalaman sibuk membantu persiapan keberangkatan haji ortuku. Aku sibuk mengatur perputaran minuman dan snack yang terus saja kurang stock [Ayahku hebat banget, beliau disayang banyak orang].

Setelah saudara-saudara jauh mulai pulang dan rumah menjadi sepi, aku kembali diributkan dengan ulah si Nomor 3 yang pergi main nggak pulang-pulang. Sementara aku masih harus mengantar si Bungsu ke asrama sekolahnya, lalu belanja kebutuhan sehari-hari, membeli handphone untuk operasional bisnis, mengecek pembukuan masing-masing toko, membuat anggaran untuk 3 ekor kecebong super boros selama seminggu ke depan, mengecek pengeluaran bensin untuk 1 mobil dan empat motor. Belum lagi mengecek stok barang dagangan di tiap toko dan menelpon distributor sana-sini. Uang berjuta-juta yang kupegang harus terus kuputar, uang dagangan dan nggak bisa kupakai sembarangan sementara dua ekor kecebong [si Bungsu adalah kecebong yang paling hemat] itu mendadak butuh ini itu. nYuttt...Nyuuuut...kepalaku senut-senut. Aku takut kalau bisnis Ayahku bangkrut dalam 40 hari. naudzubillah, please ya Allah. Lancarkan rejekiku.

Aku bersyukur semua masih lebih baik karena aku nggak perlu pusing memikirkan lauk pauk dan cemilan. Masih ada cadangan untuk empat hari ke depan, dan kupikir, adek-adekku nggak akan protes kalau kukasih makan nasi sosis dan nugget atau sarden tiap hari.

Aku kembali nyaris frustasi saat aku sadar ada kerjaan kantor yang belum kelar. Okey, aku memutuskan menyalakan netbook dan mulai berkreasi dengan otak seadanya. Hari kemarin benar-benar membuatku lelah sampai aku tertidur tanpa bermimpi.

Saking lelahnya, sampai-sampai aku membuat Naga [pacarku yang setahun lebih muda itu] mengirim SMS duluan. Ya, aku sejenak melupakannya walau nggak munafik juga aku kangen jalan bareng dia. Sekedar minum ronde dan mendengar dia berceloteh riang tanpa beban, khas anak muda. Dia begitu muda, bersemangat, penuh obsesi, dan berapi-api. Mendengar cerita-ceritanya saja sudah membuatku bersemangat kembali. aha! Tertular!!

Hmmmm.....hmmmm...grmblll....grmblll.... aku merasa sangat tua saat membaca laporan [baca: SMS] Naga yang berbunyi "Aku lagi nongkrong nih. Kamu lg apa?" #JLEB

Hey hey...inilah aku. Perempuan muda yang imut, belum lama melewati usia 22 tahun, bekerja sebagai redaktur di sebuah penerbitan, ditinggal pergi ortu dengan peninggalan tiga ekor kecebong dengan berbagai aksi nakal mereka, empat toko, sebuah rumah besar yang sunyi di tengah sawah tanpa tetangga, beberapa karyawan yang harus digaji setiap minggu, satu kolam berisi koi mahal [yang kalau ketahuan mati satu, aku bisa kena kurungan rumah seminggu], satu kolam lagi berisi bayi-bayi koi yang makan cacing sutra seminggu sekali, bla...bla...bla....

Aku sepertinya mulai paham kenapa ibuku cerewet menyuruhku menikah. Beliau pikir, aku nggak bisa menghadapi yang seperti ini sendirian. Aku butuh suami, seorang lelaki, minimal sebagai tempat bersandar ketika lelah. Hahahahaha....ouo...kupastikan bahwa pemikiran itu salah. Aku bisa jadi single fighter. Yak!! Sebab, sekali lagi karena aku anak Ayahku. :D


Hari ini, hari kedua. Pukul 15.45 WIB dan aku masih di kantor. Aku harus bersiap pulang, mengambil pakaian, membeli makan malam, dan melakukan tetek bengek lainnya seperti menyuruh Si Nomor 3 berhenti menelpon pacarnya dan mengerjakan PR. Yeah!!! Semangka!!! *menyoraki diri sendiri

Tidak ada komentar:

Posting Komentar