Kamis, 20 September 2012

Selalu Ada Hikmah di Balik Peristiwa: Resign



Beberapa hari ini sarapan di RSU Sardjito (Rumah Sakit Umum terbesar di Yogyakarta) menjadi rutinitas dan berkeliaran dari satu poli ke poli yang lain menjadi aktivitasku. Alhmdulillah, ayahku, ibuku, adek-adekku, pacarku, pakdheku, budheku, omku, tanteku, dan eyang-eyangku dalam keadaan sehat walafiat. Trus? Aku bukan dokter bukan perawat bukan, tapi ‘Kurir Pendamping’. Lucu ya istilahnya?

Semua berawal ketika banyak orang berbahagia mendengarku resign dari kantor lawas. Serius, ibuku menelpon menyuruhku pulang karena beliau membuat syukuran ‘kemerdekaan’ 16 Agustus 2012 sementara Ayah tak hentinya berceramah tentang bagaimana membangun bisnis sendiri, memayungi orang-orang atau minimal jika terpaksa bekerja di orang, mengabdilah pada orang yang pantas. Aku tersenyum manis seharian. Ya, aku nggak akan bisa memahami seberapa pantas seseorang menjadi leader sebelum melewati leader yang tidak baik, kan? Biar bagaimana pun, aku berterima kasih pada pelajaran yang lalu.

Di luar keriuhan rumah tengah sawahku yang penuh dengan ponakan-ponakan berlarian dan pakdhe-budhe berdiskusi soal Jokowi-Ahok dan isu rasial mereka, seorang sahabat baru menanyakan alamat rumahku. Katanya, dia akan memberiku hadiah sebuah buku. Sahabat baruku ini namanya Mbak Eva, seorang perempuan tangguh yang suka mondar-mandir jogja-magelang. Kami bertemu di sebuah acara seminar sederhana yang diselenggarakan @AkberJogja. Dia seorang womanpreneur tangguh, mengelola bimbel di magelang. Awalnya, kukira dia womanpreneur baru, tapi ternyata bimbelnya sudah menyebar di penjuru kota dan akhir tahun ini akan berangkat umroh. Tentu, dari hasil usahanya sendiri. Mbak Eva masih suka wira-wiri naik motor, salah satu alasannya adalah agar bisa melihat sekeliling dengan lebih jelas. Penampilannya sederhana, nggak mewah, dan aku langsung jatuh respect padanya. Benar kata Opta (teman enterpreneur pemula) : BOS itu punya sikap bossy, tapi nggak semua BOS bisa jadi leader. BOS dan leader itu dua hal yang BERBEDA.

Mendapat hadiah dari orang yang kukagumi, tentu membuatku sangat senang. So, ketika buku itu ada di tanganku, kulahap habis bis dalam sehari. Buku terbitan Mizan, sangat ringan karena dibuat dengan paperbook (atau bookpaper?), bahasanya? Juga sangat ringan dan mudah dipahami otak kecil sepertiku. Penulisnya @saptuari, leadernya Kedai Digital, Mas Kingkong, Joggiest, dan apalagi ya. Aku lupa :D

ini wujud cover bukunya :D


Setelah di-mention Mbak Eva, cc @saptuari, aku langsung follow Mas berbadan besar dan berwajah konyol itu. Dan mulailah aku berkenalan dengan yang namanya @Srbergerak. Sebuah komunitas sedekah jalanan yang digagas @saptuari dkk. Pertama melihat wujud mereka ketika aku menghadiri syawalan pengusaha di RICH Hotel. Rombongan cowok-cowok berkaus hitam dan celana tanggung selutut datang terlambat dan duduk di pinggir aula. Mencolok, sangat mencolok. Bahkan ya, ketika banyak orang menghampiri Ustadz Yusuf Mansyur, yang terjadi adalah kebalikannya, Ust Yusuf Mansyur yang datang menghampiri dan menyalami mereka. Wahahahhaa, gokil!

Proyekku sudah hampir selesai, uang makan untuk dua bulan ke depan nggak lagi kukhawatirkan. Niatku berlibur ke Bali kubatalkan. Aku mau kenal mereka dulu. Segera. Aku masuk ke komunitas SedekahRombongan, dibawa ke salah satu Rumah Singgah #RSSR di kawasan Blok-O dan bertemu banyak pasien. Aku masuk sebagai ‘Kurir Pendamping’ yang bertugas mendampingi pasien mengurus administrasi Rumah Sakit. Bukan rahasia lagi kalau pasien Jamkesmas, Jamsostek, Askin, dan semacamnya mendapat pelayanan diskriminatif dari pihak Rumah Sakit. Separah apapun penyakit si pasien, kalau belum ada uang, belum akan diproses. Kalaupun akhirnya benar-benar gratis, si pasien akan disuruh mengurus administrasi super ribet yang bisa memakan waktu seharian. Aku yang sarjana saja bisa kebingungan (salahkan aku, bukan  gelar sarjananya) apalagi orang-orang kampung yang hanya terbiasa menggarap sawah atau buruh yang bahkan tak sampai SMA. 

Hari pertama bertugas, aku membawa pasien yang kami daftarkan lewat jalur ‘umum’. Jelas sekali, agar segera ditangani dan memperpendek penderitaan pasien. Pasien pertamaku Bu Ooh, dari Kuningan Jawa Barat. Payudaranya tinggal satu, kankernya sudah diangkat. Aku hanya perlu mengantarnya kontrol dan membeli obat. Satu pasien lagi namanya Pak Zamah. Tumor mata membesar dan bernanah. Bu Ooh memperlihatkan sebelah dadanya yang rata dan gosong akibat penyinaran. Sedangkan Pak Zamah, banyak diam. Aku mengajaknya berkenalan, berkata jujur bahwa aku tak bisa bahasa jawa kromo. Beliau maklum. Kami mengobrol tak lama, karena aku canggung sendiri. Gumpalan daging di mata kiri beliau berbau busuk, membuatku mual. Aku menahan tangis.

Pak Zamah waktu diganti perban


Hari itu, aku mengeluarkan uang senilai setengah gajiku di kantor lawas dengan perasaan ringan tanpa beban. Jelaslah tanpa beban, karena kalau aku menghabiskan hari-hariku di kantor lawas, aku tak akan punya waktu dan uang banyak untuk membantu orang-orang seperti pasien ini. Aku masih setengah yakin soal balasan langsung Tuhan yang Maha Kaya itu. Tapi aku tetap tenang karena rekeningku masih dalam batas aman. Sebagai seorang perfectsionis, aku memastikan batas aman tabungan selama ‘menganggur’ alias off dari proyek. 

Setelah selesai bertugas, aku pulang dengan Pausku sayang. Sepanjang perjalanan, aku menangis. Jalan hidup ini sedemikian indah. Aku sehat, rejeki berlimpah, dan kalau kuhabiskan untuk diriku sendiri, sepertinya akan membuatku jadi orang paling tak berguna di dunia. Aku menangis dan tambah menangis lagi ketika beberapa hari berikutnya seorang kawan menawariku proyek baru dengan nominal cukup besar. Berurutan dengan tawaran kawan-kawan lain yang memberi bantuan gratis mulai dari domain, hosting web, layanan design, percetakan, dan banyak lagi. Ternyata benar, hidup memang tentang bagaimana kita berguna untuk orang lain dan Tuhan itu Maha Kaya :’)




               


2 komentar:

  1. Aku masih takut utk terjun meski ada keinginan. Maklum aq mewek'an nek liat yg miris2 kayak gitu.. -__-
    Subhanallah..

    BalasHapus
    Balasan
    1. awalnya gitu mbak, tapi lebih miris lagi ketika melihat orang yang sakit dijauhi :( duduk di ruang tunggu sendiri atau makan di kantin sendirian....sometimes kita memang perlu ditampar dengan kenyataan-kenyataan seperti ini :'(

      Hapus