Senin, 18 Maret 2013

Badboy: Soal Selera



Salah satu resep hidup bahagia adalah : SELALU BERPIKIRAN POSITIF. Bahasa kerennya adalah husnudzan terhadap apapun dan siapapun, tak peduli meski terlihat konyol sekalipun. Nggak gampang memang, bahkan cenderung susah untuk orang-orang tertentuseperti aku tapi bukan berarti nggak bisa.
Marilah kita mulai untuk berpikiran positif, dari hal yang paling dekat. JODOH. Kata jodoh kerap diidentikkan dengan pasangan dalam pernikahan. Umumnya sih, kalau pacaran tapi tak sampai menikah, itu bukan jodoh? Benar kah? Anggap saja begitu. 

Halo kalian yang berusia 20an, ada yang sudah terkena syndrom galau jodoh? Aha, ada beberapa. Aku salah satunya. Sedikit curhat, adik lelakiku akan menikah bulan Mei depan dan dia baru saja memegang kepala dan berteriak, “Sialaaaaan....kenapa bisa sama dia?”. Bukan karena Si Nomor 2 menyesal dengan pilihannya, tapi karena aku baru saja melakukan pengakuan kalau aku pacaran sama temen seangkatannya waktu SD. Si Nomor 2 mengucapkan kata ‘sialan’ lebih dari tiga kali. 

Oke, kembali ke pokok permasalahan. Perkara menikah sudah dibisikkan di telingaku sejak usiaku menginjak 20tahun, sekitar 3 setengah tahun lalu. Orangtuaku mengecapku terlalu TUA untuk tetap single dan bergonti-ganti pacar. Parahnya lagi, aku macarin brondong. Bisa kalian bayangkan betapa tersiksanya hati orangtuaku ketika melihat anak gadisnya yang sudah bergelar sarjana jalan bareng mahasiswa? Yang sekarang sih mending, sedang dalam proses menyusun skripsi. Yang sebelumnya baru semester 3 (bukan karena usia yang memang muda, tapi lebih karena nunggak sekolah dan pindah kuliah berkali-kali). Kea sahabatku bahkan sangsi, “Yakin mau nunggu dia? Keburu cintamu menapouse.”

Aku punya konsep sendiri tentang sebuah pernikahan. Bukan tentang resepsi mewah atau gaun pengantin yang cantik, aku ingin sesuatu yang lebih street. Sederhana saja, sebab aku lebih menginginkan kehidupan seru pasca ijab-kabul. Tapi ternyata, konstruksi masyarakat kita nggak bisa lepas dari keribetan. Segala sesuatunya dibuat ribet. Padahal, yang sebenarnya menikah tak sampai lima belas menit. Mencari pasangan yang satu visi denganku, itu sangat sulit. 

Suatu ketika, aku berkenalan dengan adik ipar kawanku. Adit namanya. Pertama ketemu, aku bisa melihat kecintaannya pada musik grunge. Skinny jeans, kemeja flannel kotak-kotak merah dan brewok setengah lebat. Usianya ternyata baru 23 tahun dan dia sudah menikah. Berani sekali? Iya. Kali kedua, kami bertemu di Jakarta. Dia membawa sekotak keripik pedas ‘BangJack’ untuk diikutkan di pameran. Hahahaha, cowok manis ini, sayang sudah suami orang #eh

Keberanian dan kenekatan Adit untuk menikah muda (bukan karena Married By Accident a.k.a MBA a.k.a Hamil Duluan), di tengah pergaulannya yang nggak bisa dibilang cupu, membuatku terpesona. Serius, aku nge-fans banget sama Adit! Tambah nge-fans lagi waktu dia mengajukan komentar-komentar kritis tentang zionismeyang aku suka bangetdalam seminar yang kami ikuti. Aih, dia cowok langka dan sudah ada yang punya. #eh

Intinya, tipe cowok idealku langka. Itulah kenapa aku menolak menikah dengan Mas Dokter atau kandidat Master yang kuliah di korea itu. Sisi liar jiwaku masih tertarik dengan kesan badboy. Badboy dengan pemikiran kritis dan tanggung jawab yang besar. Dalam konteks ini, bertanggung jawab sama diri sendiri, keluarga, dan Tuhan. Nah lho, langka buangeeeeet. Kebanyakan badboy identik dengan sampah berotak pragmatis dan egois. Parahnya lagi, ada tipe badboy yang berasal dari keluarga kaya. Di luar sana bersikap sok proletar, tapi di rumah seperti maharaja yang minta apa-apa langsung dituruti. Tak kenal kerja keras. 

Sepupuku sampai heran. Ketika banyak gadis bermimpi menikah dengan dokter yang sudah mapan, aku malah menolak. Lucu lagi, ayahku yang idealis dan terbiasa hidup susah itu bahkan membela dan memaklumi Mas Dokter, “Loh nggak apa-apa kalo gaya hidupnya glamour gitu. Kan dia emang mampu.” Si Nomor 2 membela ayah, “Maklum kan, kamu tetep anak gadisnya ayah. Mana ada Ayah pengen liat gadisnya susah.” Tapi kan....

Lupakan. Lupakan. Intinya, aku belum menikah. Dan masih ada perjalanan ke arah sana. Entah pendek atau panjang, tapi aku yakin. Jodohku sudah ada di tangan Tuhan. Kalau aku harus berkali-kali melangkahi orang yang salah, berarti aku masih bodoh atau masih buta mata hati. Picek mata sih enggak. Tugasku cuma belajar membaca skenario Tuhan dan mengusahakan yang terbaik. Kakak Wolverine pernah menghiburku, “Hidupmu sekompleks itu, Tuhan nggak mungkin kan mengirimkan seorang pendamping yang lemah?” Dan selama masa pencarian itu, aku harus terus memperbaiki diri. Memperkuat, mencerdaskan, dan memantaskan diri sampai nanti aku kedatangan pangeran bercelana sobek-sobek naik mio soul, eh salah, pangeran berkuda yang pemberani.

Satu lagi, senjata terampuh seorang muslim. DOA. Serius. Nggak berdoa saja Tuhan sudah memberi banyak sekali barang gratisan. Nyawa, kesempurnaan fisik, cahaya, otak pintar, kesempatan untuk membuat pilihan, orangtua, teman dan sahabat, dan banyak hal yang kita dapatkan tanpa perlu mengeluarkan uang sepeser pun. Katanya sih, Tuhan paling suka ketika hambaNya meminta. Kalau kita nggak meminta, malah kita terkesan sebagai makhluk sombong. Nah! Berdoa minta jodoh setiap hari, se-spesifik mungkin. Toh nggak ada yang nggak bisa dilakuin sama Tuhan. Setelah meminta, tunggu kejutan dariNya.

"Berdoalah kepada-Ku, niscaya Aku akan kabulkan doa kalian. Sungguh orang-orang yang menyombongkan diri karena enggan beribadah kepada-Ku, akan dimasukkan ke dalam Neraka Jahannam dalam keadaan hina dina." (Q.S. Al-Mu'min 60)

 Untuk sahabat-sahabatku yang galau menikah, sini sini. Kita berpelukan. 

“Tuhan memberi kado pada kita dengan bungkusan yang tebal dan rumit. Tuhan melihat proses kita ketika mengelupas lapisan kado satu per satu. Apakah kita bisa sabar? Apakah kita bisa menikmati & menghargai prosesnya? Dan ketika akhirnya kita menemukan kado itu, bukan main rasa bahagia yang kita dapatkan. Akan sangat berbeda kalau Tuhan memberikan hadiah tanpa dibungkus dan dilemparkan begitu saja.”






5 komentar:

  1. Balasan
    1. soal kado itu tho? wkwkwk kadoku dilakban berkali" ki....wahahahahaha :))

      Hapus
  2. Aku suka badboy dan prnah menganggap remeh lelaki baik2 yg kalem. Bukan krn aq gak suka, tp lbih ke kasian kalo sama aq yg kayak gini. Tapi, akhirnya dpt orang yg kalem jg.. *doweeng :p

    Keep positif n supangkatt!! \m/

    BalasHapus
    Balasan
    1. hyaaaa....akhirnya nggak sama badboy ya? hihihi aku pengennya style rebel tapi hati kalem :3 *still waiting

      Hapus
  3. Tipe cwek yang suka badboy, dan aku jadi lelakipun gak tau Badboy itu kaya apa. yang jelas hidup dan berjuang untuk bertahan hidup, menyingkirkan style dan segalanya, demi bertahan hidup. Saat mereka bilang apapun itu, kadang hidup bukan seharusnya tapi idealnya yang sesuai takdir. Tapi takdir jodohku ada dimana? juga gak tahu. yang jelas galau menikah nggak tapi tekanan dari orang sekitar bisa bikin stres juga. yang penting keep smile jangan rapuh di hadapan orang!!

    BalasHapus