Kamis, 30 Januari 2014

Unforgetable Moment

Kejadiannya sekitar seminggu yg lalu. Aku dan Kea menghabiskan sepanjang sore di sebuah toko kain di bilangan urip Sumoharjo, Yogyakarta. Lelah berbelanja, aku duduk santai menikmati sebotol teh yang disediakan gratis oleh toko. Beberapa meter di depanku, dalam set sofa yang sama, duduk seorang gadis muda berjilbab pendek, dengan celana jeans yang gaul. Rilex. Dia serius menekuri.....gadget...ahh...bukan...tapi Al-quran mungil di tangannya. Ia membaca, pelan, hampir tak terdengar.

Ya....tak mungkin aku lupa. Sebab itu adalah kejadian yang amat sangat langka di Indonesiaku ini. Mungkin kalau aku menemuinya di sekitaran masjid kampus, dan jilbabnya lebar tanpa celana skiny jeans, aku tak akan se-takjub itu. Subhanallah sekali. Spontan, aku merasa malu.

Bayangkan, ini bukan mesir. Tapi dia dengan cueknya membaca al-quran di tengah keramaian. Toko ini jelas riuh, karena pengunjung yang tak bisa dibilang sedikit. Merasa tergelitik, aku menyapa temannya yang baru saja selesai memesan segulung besar kain....kami mengobrol, sampai akhirnya si mbak menutup quran-nya dan berkenalan denganku. Namanya Mbak Puput. Aktivis Makelar Sedekah,

Beruntungnya aku hari itu....bisa mendapat motivasi berharga lebih dari seminar Mario Bross sekalipun.... ^^

Senin, 27 Januari 2014

Naga Bumi

Aku baru saja mematikan lampu kamar dan menarik selimut ketika samar aku merasakan getaran. Sedetik, dua detik, tak berhenti. Lemari di sisi kanan tubuhku berderak. Gempa lagi!

Ini ketiga kalinya dalam dua hari. Kemarin siang, peserta seminar women entrepeneur dibuat kalangkabut oleh dua kali gempa besar. Meja tempat diskusi bergoyang kesana kemari. Jendela-jendela kaca di sekeliling gedung menimbulkan bunyi berisik yang menakutkan. Oh Tuhan, semua peserta seminar adalah perempuan. Bisa kau bayangkan betapa kepanikan menyebar dua kali lebih cepat daripada keadaan normal??

Ada yang tidak beres di bawah sana.

Naga Bumi. Ya. Naga Bumi yang bersemayam di bawah sana menggeliat. Mugkin marah, tak sekedar ngulet di goanya yang cukup luas. Mungkin, ia bergerak penuh amarah, dalam gejolak api yang membakar dinding-dinding goa. Tanduknya yang sekeras baja membentur pasak-pasak bumi. Mungkin.

Naga Bumi sudah lelah menghadapi manusia sombong yang congkak bertahta di permukaan. Angkuh dalam stelan dan menghinakan manusia lain. Naga Bumi punya batas kesabaran. Ia iri melihat Naga Langit membabi buta menumpahkan air, menenggelamkan simbol-simbol gempita manusia. Ia cemburu melihat Tuhan mengizinkan Naga Langit menjatuhkan hukuman dan mengombang-ambingkan makhluk Tuhan yang katanya paling sempurna itu.

Maka berulahlah dia, Naga Bumi. Dengan tiga kali hentakan sebagai ancaman. Ia berusaha menakut-nakuti manusia kerdil nan culas. Ia hanya ingin membuktikan, bahwa manusia itu sungguh tak berarti apa-apa, yang dalam hentakannya, manusia seperti laron-laron yang berterbangan.

Manusia-manusia yang hampir terlelap (termasuk aku), atau mungkin yang sudah terlelap, bangun tergeragap, lalu berdoa. Meminta ampunan Tuhan. Dan syukurlah, Tuhan memaafkan.