Beberapa hari ini sarapan di RSU
Sardjito (Rumah Sakit Umum terbesar di Yogyakarta) menjadi rutinitas dan
berkeliaran dari satu poli ke poli yang lain menjadi aktivitasku. Alhmdulillah,
ayahku, ibuku, adek-adekku, pacarku, pakdheku, budheku, omku, tanteku, dan eyang-eyangku dalam keadaan sehat walafiat. Trus? Aku bukan dokter bukan perawat
bukan, tapi ‘Kurir Pendamping’. Lucu ya istilahnya?
Semua berawal ketika banyak orang
berbahagia mendengarku resign dari
kantor lawas. Serius, ibuku menelpon menyuruhku pulang karena beliau membuat
syukuran ‘kemerdekaan’ 16 Agustus 2012 sementara Ayah tak hentinya berceramah
tentang bagaimana membangun bisnis sendiri, memayungi orang-orang atau minimal
jika terpaksa bekerja di orang, mengabdilah pada orang yang pantas. Aku tersenyum
manis seharian. Ya, aku nggak akan bisa memahami seberapa pantas seseorang
menjadi leader sebelum melewati leader yang tidak baik, kan? Biar bagaimana pun, aku berterima kasih pada pelajaran yang lalu.
Di luar keriuhan rumah tengah
sawahku yang penuh dengan ponakan-ponakan berlarian dan pakdhe-budhe berdiskusi
soal Jokowi-Ahok dan isu rasial mereka, seorang sahabat baru menanyakan alamat
rumahku. Katanya, dia akan memberiku hadiah sebuah buku. Sahabat baruku ini
namanya Mbak Eva, seorang perempuan tangguh yang suka mondar-mandir
jogja-magelang. Kami bertemu di sebuah acara seminar sederhana yang
diselenggarakan @AkberJogja. Dia seorang womanpreneur tangguh, mengelola bimbel
di magelang. Awalnya, kukira dia womanpreneur baru, tapi ternyata bimbelnya
sudah menyebar di penjuru kota dan akhir tahun ini akan berangkat umroh. Tentu,
dari hasil usahanya sendiri. Mbak Eva masih suka wira-wiri naik motor, salah
satu alasannya adalah agar bisa melihat sekeliling dengan lebih jelas. Penampilannya
sederhana, nggak mewah, dan aku langsung jatuh respect padanya. Benar kata Opta (teman enterpreneur pemula) : BOS
itu punya sikap bossy, tapi nggak
semua BOS bisa jadi leader. BOS dan leader itu dua hal yang BERBEDA.
Mendapat hadiah dari orang yang
kukagumi, tentu membuatku sangat senang. So, ketika buku itu ada di tanganku,
kulahap habis bis dalam sehari. Buku terbitan Mizan, sangat ringan karena
dibuat dengan paperbook (atau bookpaper?), bahasanya? Juga sangat
ringan dan mudah dipahami otak kecil sepertiku. Penulisnya @saptuari, leadernya Kedai Digital, Mas Kingkong,
Joggiest, dan apalagi ya. Aku lupa :D
![]() |
ini wujud cover bukunya :D |
Setelah di-mention Mbak Eva, cc @saptuari, aku langsung follow Mas berbadan
besar dan berwajah konyol itu. Dan mulailah aku berkenalan dengan yang namanya
@Srbergerak. Sebuah komunitas sedekah jalanan yang digagas @saptuari dkk. Pertama
melihat wujud mereka ketika aku menghadiri syawalan pengusaha di RICH Hotel. Rombongan
cowok-cowok berkaus hitam dan celana tanggung selutut datang terlambat dan
duduk di pinggir aula. Mencolok, sangat mencolok. Bahkan ya, ketika banyak
orang menghampiri Ustadz Yusuf Mansyur, yang terjadi adalah kebalikannya, Ust
Yusuf Mansyur yang datang menghampiri dan menyalami mereka. Wahahahhaa, gokil!
Proyekku sudah hampir selesai,
uang makan untuk dua bulan ke depan nggak lagi kukhawatirkan. Niatku berlibur
ke Bali kubatalkan. Aku mau kenal mereka dulu. Segera. Aku masuk ke komunitas
SedekahRombongan, dibawa ke salah satu Rumah Singgah #RSSR di kawasan Blok-O
dan bertemu banyak pasien. Aku masuk sebagai ‘Kurir Pendamping’ yang bertugas
mendampingi pasien mengurus administrasi Rumah Sakit. Bukan rahasia lagi kalau
pasien Jamkesmas, Jamsostek, Askin, dan semacamnya mendapat pelayanan
diskriminatif dari pihak Rumah Sakit. Separah apapun penyakit si pasien, kalau
belum ada uang, belum akan diproses. Kalaupun akhirnya benar-benar gratis, si
pasien akan disuruh mengurus administrasi super ribet yang bisa memakan waktu
seharian. Aku yang sarjana saja bisa kebingungan (salahkan aku, bukan gelar sarjananya) apalagi orang-orang kampung
yang hanya terbiasa menggarap sawah atau buruh yang bahkan tak sampai SMA.
Hari pertama bertugas, aku
membawa pasien yang kami daftarkan lewat jalur ‘umum’. Jelas sekali, agar
segera ditangani dan memperpendek penderitaan pasien. Pasien pertamaku Bu Ooh,
dari Kuningan Jawa Barat. Payudaranya tinggal satu, kankernya sudah diangkat.
Aku hanya perlu mengantarnya kontrol dan membeli obat. Satu pasien lagi namanya
Pak Zamah. Tumor mata membesar dan bernanah. Bu Ooh memperlihatkan sebelah
dadanya yang rata dan gosong akibat penyinaran. Sedangkan Pak Zamah, banyak
diam. Aku mengajaknya berkenalan, berkata jujur bahwa aku tak bisa bahasa jawa
kromo. Beliau maklum. Kami mengobrol tak lama, karena aku canggung sendiri.
Gumpalan daging di mata kiri beliau berbau busuk, membuatku mual. Aku menahan
tangis.
![]() |
Pak Zamah waktu diganti perban |
Hari itu, aku mengeluarkan uang
senilai setengah gajiku di kantor lawas dengan perasaan ringan tanpa beban.
Jelaslah tanpa beban, karena kalau aku menghabiskan hari-hariku di kantor
lawas, aku tak akan punya waktu dan uang banyak untuk membantu orang-orang
seperti pasien ini. Aku masih setengah yakin soal balasan langsung Tuhan yang
Maha Kaya itu. Tapi aku tetap tenang karena rekeningku masih dalam batas aman.
Sebagai seorang perfectsionis, aku memastikan batas aman tabungan selama ‘menganggur’
alias off dari proyek.
Setelah selesai bertugas, aku
pulang dengan Pausku sayang. Sepanjang perjalanan, aku menangis. Jalan hidup
ini sedemikian indah. Aku sehat, rejeki berlimpah, dan kalau kuhabiskan untuk
diriku sendiri, sepertinya akan membuatku jadi orang paling tak berguna di
dunia. Aku menangis dan tambah menangis lagi ketika beberapa hari berikutnya
seorang kawan menawariku proyek baru dengan nominal cukup besar. Berurutan
dengan tawaran kawan-kawan lain yang memberi bantuan gratis mulai dari domain,
hosting web, layanan design, percetakan, dan banyak lagi. Ternyata benar, hidup
memang tentang bagaimana kita berguna untuk orang lain dan Tuhan itu Maha Kaya
:’)
Aku masih takut utk terjun meski ada keinginan. Maklum aq mewek'an nek liat yg miris2 kayak gitu.. -__-
BalasHapusSubhanallah..
awalnya gitu mbak, tapi lebih miris lagi ketika melihat orang yang sakit dijauhi :( duduk di ruang tunggu sendiri atau makan di kantin sendirian....sometimes kita memang perlu ditampar dengan kenyataan-kenyataan seperti ini :'(
Hapus